Tren Golput di Indonesia Turun atau Naik?

Pemilu 2019, masih menjadi pemilu dengan jumlah angka Golput terendah sejak 2004.

oleh Luqman Rimadi diperbarui 08 Agu 2024, 15:50 WIB
Warga diteteskan tinta di kelingking usai pemungutan suara pada Pilkada Tangerang Selatan di TPS 49 Cendana Residence, Pamulang, Rabu (9/12/2020). TPS 49 pada Pilkada Serentak 2020 mengusung tema Rindu Sekolah Lagi (Kisah-Kasih di Sekolah). (Liputan6.com/Fery Pradolo)

Liputan6.com, Jakarta Pemilu 2024 menyoroti beberapa tren penting dalam partisipasi pemilih, termasuk peningkatan golput atau kelompok masyarakat yang tidak menggunakan hak pilihnya.

Berdasarkan rekapitulasi suara resmi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), tingkat partisipasi pemilih pada Pemilihan Presiden 2024 mencapai 81,78 persen. Persentase ini didapat dari 164,3 juta suara sah dari total 204,4 juta pemilih terdaftar.

Partisipasi pemilih pada Pemilihan Presiden 2019, yang mempertemukan pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, masih memegang rekor tertinggi dalam empat pemilihan presiden terakhir, yaitu 81,97 persen.

Dibandingkan dengan Pilpres 2014, tingkat partisipasi pemilih pada 2019 cukup tinggi dengan kenaikan 12,4 persen. Pilpres 2014, yang menjadi kontestasi pertama antara Jokowi dan Prabowo, hanya berhasil menarik 69,9 persen pemilih.

Pada Pilpres 2009, tingkat partisipasi pemilih mencapai 72,6 persen. Namun, ini menandai penurunan 7,2 persen dari putaran pertama Pilpres 2004 yang sebesar 79,8 persen.

Pola yang berbeda muncul pada pemilu legislatif dalam empat siklus terakhir. Pada Pemilihan Legislatif 2024, KPU mencatat 151,8 juta suara sah dengan tingkat partisipasi pemilih sebesar 81,42 persen. Mirip dengan pilpres, hasil ini sedikit lebih rendah daripada tingkat partisipasi Pemilu Legislatif 2019 yang mencapai 81,69 persen.

Dengan demikian, Pemilu 2019 dapat dianggap memiliki angka golput paling rendah sejak 2004, melawan tren kenaikan angka golput sejak pemilu pascareformasi. Berikut ini daftarnya:

  • Jumlah Golput Pilpres 2004: 20,2 persen

  • Jumlah Golput Pilpres 2009: 27,4 persen

  • Jumlah Golput Pilpres 2014: 30,1 persen

  • Jumlah Golput Pilpres 2019: 18,03 persen

  • Jumlah Golput Pilpres 2024: 18,22 persen

 


Tren Golput Diprediksi Terus Menurun

Di Area TPS juga disediakan kursi untuk antri pemilih, dan ada juga tempat duduk khusus kelompok prioritas, misalnya lansia dan difabel. (merdeka.com/Imam Buhori)

Ketua KPU Hasyim Asy'ari saat itu mengakui bahwa partisipasi pemilih pada Pemilu 2024 menurun dibandingkan dengan 2019.

Jika dibandingkan dengan negara lain yang menerapkan sistem pemilihan langsung, tingkat partisipasi pemilih untuk Pemilu 2024 di Indonesia, khususnya pilpres, masih tergolong tinggi. Penelitian dari International Institute for Democracy and Electoral Assistance (International IDEA) menunjukkan bahwa dengan angka partisipasi Pemilu 2024, Indonesia termasuk dalam kategori partisipasi pemilih yang tinggi.

Namun, penelitian ini juga menyebutkan bahwa tren partisipasi pemilih secara global diperkirakan akan menurun dalam satu dekade ke depan akibat apatisme pemilih yang didorong oleh maraknya kasus korupsi pejabat pemerintah dan ketidaktegasan dalam penegakan hukum.

Tingginya angka golput dapat berdampak serius terhadap legitimasi pemerintahan yang terpilih. Ujang Komarudin, Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR), menyatakan bahwa golput yang tinggi dapat mengurangi legitimasi presiden, wakil presiden, maupun anggota legislatif terpilih.

Hal ini berpotensi mempengaruhi stabilitas dan efektivitas pemerintahan ke depan.

Upaya untuk menekan angka golput telah dilakukan oleh pemerintah dengan melibatkan tokoh agama. Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah dan Ukhuwah, M. Cholil Nafis, menyatakan bahwa golput atau tidak memilih pada pemilu hukumnya haram. Fatwa ini sebenarnya sudah dikeluarkan MUI sejak Pemilu 2009 dan masih berlaku hingga tahun ini.

 


Golput Timbulkan Dampak Negatif bagi Bangsa

Gedung Majelis Ulama Indonesia (MUI), Jalan Proklamasi No 51, Menteng, Jakarta Pusat. (bimasislam.kemenag.go.id)

Menurutnya, masyarakat yang tidak menggunakan hak pilih dianggap tidak bertanggung jawab terhadap jalannya bangsa.

Selain itu, dia menambahkan bahwa jika masyarakat tidak memilih salah satu calon presiden, Indonesia bisa mengalami kekacauan.

"Dalam fatwa yang dikeluarkan pada Ijtima Ulama II se-Indonesia tahun 2009, ditegaskan bahwa memilih pemimpin dalam Islam adalah kewajiban untuk menegakkan imamah (kepemimpinan) dan imarah (pemerintahan) dalam kehidupan bersama," kata Cholil, seperti dilansir dari MUIDigital, Sabtu, 16 Desember 2023.


Infografis Ada 204 Juta Lebih DPT di Pemilu 2024

Infografis Ada 204 Juta Lebih DPT di Pemilu 2024. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya