Dihantui Ancaman PHK Massal, Jumlah Buruh Tekstil Tinggal 957.122 Orang

Anjloknya kinerja industri tekstil di dalam negeri memberikan alarm tanda bahaya akan semakin besar gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di perusahaan tekstil.

oleh Tira Santia diperbarui 08 Agu 2024, 16:20 WIB
Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Bea Cukai menyatakan fasilitas kawasan berikat telah berdampak positif terhadap pertumbuhan perekonomian Indonesia. Faktanya, fasilitas ini telah memainkan peran penting dalam mendukung dan memajukan industri tekstil di Indonesia. (Dok. Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Adie Rochmanto Pandiangan, mengakui bahwa jumlah pekerja di sektor tekstil terus mengalami penurunan sebesar 7,5 persen secara tahunan.

"Jadi jumlah tenaga kerja pada sektor tekstil dan pakaian jadi pada 2024 mengalami penurunan dibanding tahun 2023. Tenaga kerja pada tekstil turun sebesar 7,5 persendan sektor industri pakaian jadi mengalami penurunan 0,85 persen," kata Adie dalam diskusi publik INDEF: Industri Tekstil menjerit, PHK melejit, Kamis (8/8/2024).

Berdasarkan data yang dipaparkan Adie, tercatat jumlah tenaga kerja sektor tekstil hanya 957.122 orang pada 2024. Angka tersebut turun jika dibandingkan tahun 2015 yang masih dikisaran 1.248.080 orang.

Kemudian, jumlah pekerja industri pakaian jadi pada 2024 tercatat 2.916.005 orang. Walaupun industri ini mengalami penurunan sebesar 0,85 persen dibanding tahun lalu. Namun, jumlah pekerja sektor ini justru meningkat dibandingkan tahun 2015 yang hanya 2.167.426 orang.

"Kita bisa lihat, dan memang sesuai dengan keadaan pasar bahwa ya itu tadi kalau kita hubungkan dengan PHK dan sebagainya memang mengalami penurunan dia," ujarnya.

Lebih lanjut, Adie menjelaskan, melemahnya kinerja industri tekstil tercermin dari rilis Indeks Kepercayaan Industri (IKI) Kemenperin pada Juli 2024. Dimana sektor ini memang mengalami kontraksi selama dua bulan berturut-turut yakni periode Juni - Juli 2024.

"Perkembangan IKI kita bisa kita lihat, indeks kepercayaan industri, yang saya katakan bahwa sempat ekspansi kita di April kemudian Mei, tapi kemudian Juni kita terjadi kontraksi kembali," pungkasnya.


Gambaran Industri Tekstil Indonesia Bakal Punah

Pekerja Pabrik Tekstil. Dok Kemenperin

Sebelumnya, anjloknya kinerja industri tekstil di dalam negeri memberikan alarm tanda bahaya akan semakin besar gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di perusahaan tekstil.

Head of Center of Industry Trade and Invesment INDEF Andry Satrio Nugroho, mengatakan capaian tenaga kerja ter-PHK dari Januari hingga Juni 2024 cukup tinggi dibandingkan tahun sebelumnya.

Berdasarkan data laporan bulanan Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Ditjen PHI dan Jamsostek), hingga Juni 2024 jumlah PHK mencapai lebih dari 30 ribu orang, sedangkan Juni tahun 2023 sekitar 25 ribuan orang ter-PHK.

"PHK yang tentunya menurut kami ini adalah alarm, sinyal tanda bahaya dimana kita melihat bhawa capaian tenaga kerja ter-PHK dari Januari hingga Juni ini capaiannya cukup tinggi dibandingkan tahun sebelumnya," kata Andry dalam diskusi publik INDEF: Industri Tekstil menjerit, PHK melejit, Kamis (8/8/2024).

Ia melihat ada yang tidak beres di tahun ini, sebab banyak sekali jumlah PHK, padahal baru memasuki pertengahan tahun 2024. Disisi lain, banyak terjadi PHK di pusat-pusat sentra industri, seperti di DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah.

"Kami melihat ada yang tidak beres di tahun ini. Banyak wilayah PHK terbesar berada di pusat-pusat sentra industri," ujarnya.


Penggerak Ekonomi

Pameran tekstil dan garmen terbesar dan terlengkap di Indonesia, Indo Intertex edisi ke-20 digelar di JIExpo Kemayoran mulai 20 sampai 23 Maret 2024.

Ternyata, mayoritas PHK tersebut banyak terjadi di industri tekstil dan pakaian jadi. Padahal industri ini merupakan salah satu motor penggerak ekonomi di dalam negeri, namun kini mengalami tekanan yang luar biasa.

"Setelah kami lihat salah satu diantaranya yang menyumbang cukup besar dalam hal ini industri tekstil dan pakaian jadi. Kita cukup percaya ketika berbicara tekstil, produk dari testil dan pakaian jadi di masa lalu. Tapi yang menjadi pertanyaan di hari ini, sektor-sektor yang strategis padat karya justru mendapatkan tekanan yang paling besar," pungkasnya. 


Kemendag Dikritik

Aktivitas pekerja di PT Pan Brother,Tangerang, Banten, Selasa (13/10/2015). Industri tekstil di dalam negeri terus menggeliat. Hal ini ditandai dengan adanya peningkatan produksi dan aliran investasi di dalam dan luar negeri. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Aliansi Masyarakat Tekstil Indonesia (AMTI) mengkritik pernyataan Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) Kemendag, Moga Simatupang terkait barang impor ilegal seperti produk tekstil bisa dimanfaatkan menjadi bahan bakar industri.

Koordinator AMTI Agus Riyanto, mengatakan pernyataan Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen & Tertib Niaga (PKTN) Kementerian Perdagangan (Kemendag) Moga Simatupang merupakan pernyataan yang blunder fatal. Pernyataan beliau dinilai merupakan cerminan bahwa penindakan satgas impor ilegal hanyalah sebatas gimmick.

“Tidak ada industri yang pakai produk impor ilegal sebagai bahan bakar di perusahaannya. Kalau pun sebagai bahan bakar, pastinya industri pakai hasil sisa produksi atau olahannya sendiri karena mereka juga harus efisiensi. Saya yakin kalau pun diambil oleh industri, itu pasti untuk dijual ke pasar, tanpa adanya produksi. Sama aja bohong produk impor ilegal masuk ke pasar. Jadi penindakan ini kelihatannya cuma gimmick saja,” kata Agus, Kamis (8/8/2024).

Pihaknya juga meminta untuk Satgas Impor Ilegal ini saling berkerjasama untuk mengungkap siapa yang membebaskan produk impor ilegal ini.

Infografis Ancaman Gelombang PHK Massal Akibat Corona. (Liputan6.com/Trieyasni)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya