Mengenal Sosok Asma binti Abu Bakar, Perempuan Hebat Penyokong Hijrah Rasulullah

Keberaniannya dalam menyuplai makanan dan informasi kepada mereka menunjukkan dedikasi dan keberanian yang luar biasa. Peran Asma dalam hijrah bukan hanya sebagai pendukung, tetapi juga sebagai aktor penting dalam sejarah Islam.

oleh Liputan6.com diperbarui 09 Agu 2024, 16:30 WIB
Ilustrasi Islami, muslimah, hijab. (Photo by Gary Yost on Unsplash)

Liputan6.com, Jakarta - Asma binti Abu Bakar adalah contoh nyata dari perempuan yang berkorban demi agama Islam. Ia memainkan peran penting dalam mendukung Rasulullah SAW dan ayahandanya, Abu Bakar, saat mereka melakukan hijrah dari Makkah ke Madinah.

Keberaniannya dalam menyuplai makanan dan informasi kepada mereka menunjukkan dedikasi dan keberanian yang luar biasa.

Peran Asma dalam hijrah bukan hanya sebagai pendukung, tetapi juga sebagai aktor penting dalam sejarah Islam.

Tindakannya membantu memastikan keberhasilan hijrah, yang menjadi tonggak penting dalam penyebaran Islam dan pembentukan komunitas Muslim di Madinah.

Keberanian dan pengorbanannya mencerminkan kekuatan dan keteguhan hati yang dimiliki oleh perempuan Muslim pada masa itu.

Kisah Asma binti Abu Bakar menegaskan bahwa perempuan memiliki peran penting dalam sejarah peradaban besar.

 

Simak Video Pilihan Ini:


Dapat Julukan dari Nabi Muhammad SAW

Ilustrasi Perempuan di gurun pasir. (Istock)

Mengutip bincangmuslimah.com, Asma putri Abu Bakar, saudara perempuan dari Sayyidah Aisyah merupakan salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW yang mempunyai sumbangsih besar dalam awal berkembangnya agama Islam.

Sejarah mencatat bahwa Asma binti Abi Bakar adalah perempuan di balik peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad saw dan ayahnya, Abu Bakar ash-Shiddiq ke negeri Yatsrib.

Dikisahkan, ketika Abu Bakar memberi tahu putrinya itu bahwa ia akan berangkat hijrah menemani Rasulullah, Asma yang memiliki empati luar biasa, ia kemudian membuatkan bekal makanan dan minuman untuk perjalanan keduanya dalam tas kulit.

Pada saat itu, tidak ada tali yang dapat digunakan untuk mengikat bekal tersebut. Akhirnya, ia merobek selendangnya menjadi dua. Salah satu bagiannya ia gunakan untuk mengikat bekal tersebut.

Karena peristiwa inilah, Rasulullah memberikan julukan kepada dirinya dengan sebutan Dzat an-Nithaqain, yang artinya pemilik dua ikat pinggang.

Tidak hanya itu, saat Abu Bakar menyadari kesulitan yang mungkin akan dihadapi dalam perjalanan mereka, ayahnya itu membawa hampir seluruh harta yang dimiliki tanpa menyisihkan untuk keluarganya.

Asma tidak sedikitpun memprotes ayahnya dan menerima dengan lapang dada. Ia dibiarkan bertanggung jawab atas adik-adiknya tanpa uang di tangan.

Dia juga memahami jika orang-orang kafir mengetahui kabar kepergian ayahnya dengan Nabi. Maka, dialah yang akan jadi sasaran murka mereka.


Begini ketika Didatangi Abu Jahal

Ilustrasi Perempuan di gurun pasir

Setelah kepergian ayahnya dan Rasulullah, Abu Quhafah, lelaki sepuh yang sudah hilang penglihatannya datang menanyakan Asma.

Apakah benar bahwa ayahnya telah meninggalkan mereka dan membiarkan mereka tanpa uang pegangan yang cukup? Sebab kakeknya tersebut merupakan seorang kafir, sehingga tidak dapat memahami bahwa bagi Asma dan saudara-saudaranya berkorban demi Allah adalah suatu kehormatan.

Dengan cerdas Asma menjawab: “Sekali-kali tidak, Kakek. Sesungguhnya beliau telah menyisakan buat kita harta yang banyak.”

Untuk meyakinkan kakeknya, ia kemudian mengeluarkan beberapa batu kerikil yang menyerupai dinar. Ia kemudian menaruhnya di pot yang ditutupi kain dan menuntun tangannya ke pot, sehingga Abu Quhafah dapat percaya bahwa itu penuh dengan uang.

Pengorbanan Asma untuk Islam juga tidak main-main. Saat kaum kafir Quraisy menyadari Rasulullah telah pergi dari kediamannya, Abu Jahal sebagai pemimpin kaum itu marah besar dan bergegas menuju rumah Abu Bakar.

Dia menggedor-gedor pintu rumah sahabat terdekat Nabi tersebut dengan keras. Setelah pintu dibuka oleh Asma, dengan nada kasar Abu Jahal mengintrogasinya perihal keberadaan ayahnya.

Asma dengan kecerdikannya menyadari bahwa jika ia berbicara meskipun sedikit akan dapat menyebabkan bahaya besar terhadap Rasulullah dan ayahnya.

Oleh karena itu, Asma memilih diam saja dan tidak ada kalimat satu pun yang keluar dari mulutnya selain, “Aku tidak tahu.”

Dengan tenang ia menghadapi Abu Jahal, bahkan tidak sedikitpun rasa takut tampak dari wajahnya terhadap interogasi yang dilakukan kepadanya.

Sehingga hal tersebut membuat Abu Jahal menjadi marah dan menampar keras wajah perempuan muda itu hingga menyebabkan anting-antingnya jatuh berserakan.

Pada suatu saat yang mencekam tersebut, seandainya Asma menjadi takut dan memberitahukan tentang keberadaan Rasulullah dan ayahandanya, boleh jadi misi hijrah Rasulullah akan gagal.

Tetapi, karakter yang diwarisi dari ayahnya itu menjadikan Asma mempunyai keberanian dan keyakinan kuat. Dengan tegar ia menghadapi salah satu orang kafir yang paling ditakuti seantero Makkah.

Padahal Asma bukan hanya mengetahui di mana keberadaan Abu Bakar bersama Rasulullah. Tetapi, dia sendiri yang akan melakukan perjalanan panjang dan berbahaya pada malam harinya untuk mengantarkan bekal Nabi dan ayahnya di gua Tsur.

Dari sini, kita dapat melihat bagaimana keberanian, tekad, kecermatan, dan perjuangan perempuan muda ini dalam menunaikan misinya, sehingga bisa menyiasati bahwa ia tidak akan diikuti atau dideteksi oleh kafir Quraisy ketika membawakan bekal untuk dua orang istimewa tersebut.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya