Liputan6.com, Jakarta - Persepsi tentang kebodohan dan kepintaran sering kali dipengaruhi oleh standar sosial dan pandangan individu yang berbeda. Orang yang dianggap "bodoh" biasanya dinilai berdasarkan ketidakmampuan untuk mengikuti arus pemikiran atau standar yang berlaku, baik dalam pendidikan, pekerjaan, atau interaksi sosial.
Mereka mungkin sering kali diremehkan, meskipun sebenarnya kebodohan bisa jadi merupakan hasil dari ketidaktahuan, kekurangan kesempatan, atau pengalaman hidup yang berbeda. Bukan kekurangan kemampuan intelektual.
Di sisi lain, "pintar" sering kali diasosiasikan dengan keberhasilan akademis, kemampuan berpikir kritis, atau kecakapan dalam memecahkan masalah.
Namun, tidak jarang kepintaran dianggap sebagai sesuatu yang sempit dan terbatas pada aspek-aspek tertentu saja, tanpa memperhitungkan kecerdasan emosional, kreativitas, atau kebijaksanaan hidup yang lebih luas.
Lalu bagaimana sikap KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha Ketika dirinya dianggap pintar, sekaligus dianggap bodoh. Apa reaksinya?
Dikutip dari YouTube kanal @ngajigusbaha, Gus Baha mengungkapkan sikapnya ketika dianggap pintar atau bodoh oleh orang lain.
Baca Juga
Advertisement
Simak Video Pilihan Ini:
Jawabannya Mengejutkan Banget
Menurut Gus Baha, sebutan pintar atau bodoh adalah penilaian yang datang dari orang lain. Ia menegaskan bahwa ia tidak terlalu memikirkan bagaimana orang menilai dirinya, baik itu positif maupun negatif.
“Jika dianggap pintar, saya merasa senang. Alasannya sederhana, agar KH Maimoen Zubair, guru saya, merasa senang karena punya murid yang dianggap pintar,” ujar Gus Baha dengan nada rendah hati.
Namun, ketika ada yang menganggapnya bodoh, Gus Baha juga tidak merasa tertekan atau kecewa. Baginya, tidak ada masalah sama sekali jika ia dianggap bodoh, terutama jika penilaian itu muncul karena ketakutannya untuk bersaing dengan gurunya sendiri.
Gus Baha menekankan bahwa dalam Islam, sikap seperti ini sangatlah sederhana. Tidak perlu ada yang dibuat rumit dalam menjalani kehidupan, apalagi dalam hal penilaian orang lain terhadap diri kita.
Bagi Gus Baha, esensi dari kebijaksanaan dalam Islam adalah menerima segala sesuatu dengan lapang dada. Sikap ini, menurutnya, sangat penting dalam menjaga ketenangan hati dan pikiran.
Advertisement
Tidak Perlu Minder untuk Urusan Ini
Ia juga menyampaikan bahwa belajar dan menjadi murid yang baik tidak selalu tentang mengejar predikat pintar. Lebih dari itu, ini tentang bagaimana kita bisa menghormati dan memuliakan guru.
Ketika ditanya lebih lanjut, Gus Baha menjelaskan bahwa tidak perlu merasa minder atau rendah diri ketika dianggap bodoh, sebab di mata Allah, yang paling penting adalah niat dan usaha kita dalam menuntut ilmu.
Penilaian manusia, menurut Gus Baha, hanyalah sebuah perspektif yang bisa berubah sewaktu-waktu. Namun, yang tetap dan sejati adalah penilaian Allah SWT terhadap hambanya.
Dengan gaya yang santai namun penuh makna, Gus Baha memberikan nasihat kepada para santri dan jamaahnya untuk tidak terlalu memikirkan apa kata orang. Yang lebih penting adalah bagaimana kita bisa terus berbuat baik dan ikhlas dalam setiap langkah.
Gus Baha mengingatkan bahwa di dalam Islam, segala sesuatu bisa menjadi mudah jika kita tidak mempersulitnya sendiri. Sikap menerima dengan lapang dada adalah salah satu kunci dalam menjalani kehidupan ini dengan tenang.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul