Liputan6.com, Jakarta Seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi, ancaman serangan siber menjadi semakin kompleks, khususnya di sektor perbankan.
Advertisement
Bank Pembangunan Daerah (BPD) tidak terkecuali dari risiko ini. Menyadari tantangan serius ini, Asosiasi Bank Pembangunan Daerah (Asbanda) bekerja sama dengan Bank Kalbar menggelar Seminar Nasional bertajuk "Ancaman Cyber Crime di Era Digital bagi Bank Pembangunan Daerah Seluruh Indonesia".
Acara ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan Undian Tabungan Simpeda Periode 1 XXXV-2024, yang diadakan di Kantor Gubernur Kalimantan Barat.
Ketua Umum Asbanda, Yuddy Renaldi, dalam sambutannya menekankan bahwa serangan siber kini menjadi tantangan utama bagi sektor perbankan, termasuk BPD.
"Keberhasilan dalam menangani ancaman ini sangat bergantung pada kemampuan bank dalam mengadopsi teknologi modern, yang harus diimbangi dengan pelatihan dan kesadaran seluruh karyawan terhadap keamanan IT," katanya, Sabtu (10/8/2024).
Data PPATK
Deputi Bidang Pelaporan dan Pengawasan Kepatuhan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Fithriadi, menyoroti beberapa kasus peretasan di sektor perbankan. Berdasarkan analisis PPATK, serangan siber sering kali dilakukan secara terstruktur dengan mengeksploitasi kelemahan dalam keamanan IT.
Salah satu metode yang digunakan adalah mengimitasi skrip server untuk mengakses sistem BI-Fast, memungkinkan dana bank umum dipindahkan tanpa verifikasi.
Di sisi regulator, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan kepedulian tinggi terhadap keamanan data nasabah dari serangan siber. OJK telah mengeluarkan peta jalan transformasi digital untuk Industri Jasa Keuangan (IJK), termasuk sektor perbankan.
Kebijakan ini diatur dalam POJK Nomor 11 Tahun 2022 tentang penyelenggaraan teknologi bank umum, serta POJK 21 Tahun 2023 mengenai layanan digital bank umum.
Seminar ini juga menghadirkan beberapa pembicara terkemuka, termasuk Eko B. Supriyanto, Chairman Infobank Media Group, dan Brigjen Pol Yusup Saprudin, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Daerah Kalbar.
Brigjen Yusup mengungkapkan bahwa fokus utama perbankan kini lebih pada digitalisasi, namun investasi dalam keamanan siber sering kali masih tertinggal.
"Investasi di bidang digitalisasi harus seimbang dengan investasi dalam keamanan siber," tegasnya.
Sederet Ancaman BPD
Ancaman siber yang dihadapi BPD semakin beragam, termasuk phishing, social engineering, malware, ransomware, hingga cryptojacking. Untuk mengatasi hal ini, Eko B. Supriyanto menyarankan beberapa strategi kunci.
Pertama, keamanan siber harus menjadi prioritas bagi manajemen puncak, termasuk direksi dan komisaris. Pendekatan proaktif terhadap keamanan siber juga penting, seperti yang dilaporkan oleh Gartner, yang memperkirakan pendekatan ini dapat mengurangi insiden pelanggaran hingga 66 persen pada tahun 2026.
Terakhir, Eko menekankan pentingnya menjadikan keamanan siber sebagai proses berkelanjutan. Bank perlu terus berinvestasi dalam sistem pertahanan keamanan dan memastikan kepatuhan terhadap standar keamanan yang terus diperbarui.
"Pengembangan budaya keamanan siber yang kuat di seluruh organisasi adalah hal yang krusial," tutupnya.
Melalui seminar ini, BPD di seluruh Indonesia diharapkan mampu meningkatkan kesadaran dan kesiapan dalam menghadapi ancaman siber yang semakin kompleks, sehingga dapat terus memberikan layanan yang aman dan andal bagi masyarakat.
Advertisement