Mereka Yang Berjuang Pertahankan Tanah Adat Diganjar Tasrif Award

Masyarakat Melayu Rempang dan Masyarakat Adat Awyu Papua dinilai memiliki konsistensi dalam mempertahankan hak-hak adat.

oleh Ajang Nurdin diperbarui 11 Agu 2024, 01:27 WIB
Warga Masyrakat Melayu Rempang mengikuti Penganugrahan Tasrif Award dalam Ulang Tahun ke 30 Aliansi Jurnalis Independen (AJI). Foto: liputan6.com/ajang nurdin 

Liputan6.com, Batam - Perjuangan masyarakat Melayu Pulau Rempang mempertahankan kampung-kampung adat, mendapat penghargaan. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menganugerahkan Tasrif Award 2024 pada perjuangan masyarakat Rempang. Masyarakat Melayu Rempang menemani masyarakat adat Awyu, Papua yang juga mendapatkan anugerah serupa 

Tasrif Award adalah penghargaan yang diperuntukkan perorangan maupun kelompok atau lembaga yang gigih memperjuangkan kemerdekaan pers dan kemerdekaan berpendapat. Tasrif Award adalah penghargaan yang diberikan oleh AJI sejak tahun 1998.

Penghargaan ini dinamai dari Suwardi Tasrif, seorang pengacara dan jurnalis yang juga dikenal sebagai pejuang kebebasan pers. Karena dedikasinya, ia kemudian juga dikenal sebagai Bapak Kode Etik Jurnalistik Indonesia.

Pengumuman penghargaan Tasrif Award 2024 ini dilaksanakan di Gedung Pusat Perfilman Usmar Ismail, Jakarta Selatan.

Warga Rempang ambil bagian dalam kegiatan ini melalui dalam jaringan (daring). Mereka antusias dan bersyukur atas apresiasi AJI untuk perjuangan mempertahankan ruang hidup mereka.

Dari Pulau Rempang, mereka mendikasikan penghargaan ini kepada semua masyarakat Indonesia yang tengah berjuang untuk keadilan.

“Penghargaan ini adalah pengingat bahwa kita harus terus bersatu dan memperjuangkan keadilan. Kita harus tegar dan berani dalam menghadapi setiap tantangan yang datang,” kata salah satu warga dalam sambutannya.

Tanah yang ditempati warga Melayu Rempang adalah tanah adat warisan nenek moyangnya sejak ratusan tahun lalu. Tanah adat itu menjadi ruang hidup.

"Tanah adat ini adalah masa depan anak cucu kita," katanya.

Warga Rempang juga berterimakasih atas dukungan yang diterima. Tim Advokasi Solidaritas Nasional untuk Rempang yang terus membersamai perjuangan mereka.

Siti Hawa atau yang yang di kerap di sapa Mak Aweu (71) warga Pulau Rempang yang ambil bagian menyaksikan penghargaan ini, menuturkan masyarakat terus berjuang untuk menjaga tanah yang telah diwariskan orangtua mereka sejak ratusan tahun lalu ini. Upaya menjaga kampung itu tidak akan berhenti meskipun mereka memgalami intimidasi.

“Pokoknya kami terus tolak relokasi harga mati," kata Mak Aweu.

 


Mengingat Konflik Rempang

Bentrokan antara warga dan aparat keamanan terjadi di Pulau Rempang. (Liputan6.com/ Dok Ist)

Konflik agraria yang terjadi di Pulau Rempang, bermula dari rencana Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco City yang akan dikelola oleh PT Makmur Elok Graha (MEG). Pemerintah secara paksa berencana mengosongkan pulau itu sehingga terjadi bentrokan fisik yang melibatkan alat negara.

Pada prosesnya PSN Rempang Eco City ini mengancam eksistensi kampung-kampung tua yang ada di Pulau Rempang dan sekitarnya. Pemerintah berencana menggusur kampung-kampung yang terdampak PSN Rempang Eco City.

Rencana penggusuran itu ditentang masyarakat Pulau Rempang. Mereka tidak ingin jejak sejarah Masyarakat Melayu di Pulau Rempang hilang. Kampung-kampung mereka di Pulau Rempang adalah warisan dari nenek moyang dan akan menjadi ruang hidup bagi anak dan cucu mereka kelak.

Penolakan itu berujung pada terjadinya bentrok antara Masyarakat Rempang dan aparat pemerintah pada 7 dan 11 September 2023.

Direktur Safenet, Nenden Sekar Arum, yang manjadi juri pada Tasrif Award 2024, menuturkan pihaknya harus melewati pertemuan berkali-kali untuk menentukan pemenang. Mereka akhirnya memilih dua dari 12 nominasi Tasrif Award 2024 yang terjaring.

Ketua Pelaksana hari ulang tahun (HUT) ke-30 AJI, Bayu Wardhana, menyampaikan pihaknya juga mengadakan pameran foto mengenai PSN di berbagai daerah di Indonesia dan masyarakat yang terdampak atasnya.

Pemilihan Gedung Pusat Perfilman Usmar Ismail sebagai pesan bahwa ruang publik tetaplah harus menjadi hak publik. Dalam satu tahun terakhir masyarakat Indonesia dipertontonkan bagaimana ruang publik lebih condong pada urusan keluarga.

“Pesannya ayo kita rebut ruang publik, jangan sampai jadi ruang keluarga,” kata Bayu.

Ketua AJI, Nany Afrida, dalam HUT ke-30 AJI yang mengangkat tema Membangun Resiliensi di tengah Disrupsi Media dan Menguatnya Otoritarianisme ini, mengatakan jurnalis di Indonesia membutuhkan cara bertahan dan tetap mengobarkan semangat kebebasan pers meskipun dalam tekanan. Itulah kenapa Resiliensi menjadi tema dalam acara ini.

"Sepanjang 2024, AJI mencatat ada 40 kasus kekerasan yang menimpa jurnalis di Indonesia. Bukan saja secara verbal, tapi juga digital dan seksual," katanya.

Ini menjadi pekerjaan rumah AJI yang membutuhkan resiliensi tinggi. Nany juga menyampai tantangan lain AJI di tengah disrupsi media dan kemajuan teknologi.

Harapannya AJI menjadi lebih kuat di tengah semua tantangan tersebut.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya