Liputan6.com, Tokyo - Pihak berwenang di Jepang mengimbau masyarakat untuk tidak menimbun barang atau melakukan panic buying karena khawatir akan peringatan gempa.
Imbauan ini dikeluarkan lantaran terjadi lonjakan permintaan perlengkapan bencana dan kebutuhan sehari-hari pada Sabtu (10/8/2024).
Advertisement
Dilansir CNA, Senin (12/8), dalam peringatan pertamanya, badan cuaca di negara tersebut mengatakan, gempa bumi besar lebih mungkin terjadi setelah guncangan bermagnitudo 7,1 di wilayah selatan negara itu pada Kamis (8/8).
Di sebuah supermarket Tokyo pada Sabtu (10/8), sebuah pengumuman berisi permintaan maaf dipasang atas kekurangan produk tertentu yang terkait dengan laporan media tentang gempa.
"Potensi pembatasan penjualan sedang berlangsung", bunyi pengumuman itu, seraya menambahkan bahwa air minum kemasan dijatah karena stok yang tidak stabil.
Pada Sabtu pagi, raksasa e-commerce Jepang Rakuten menyebut bahwa toilet portabel, makanan kaleng, dan air minum kemasan jadi produk yang paling banyak dicari.
Kategori Risiko Rendah
Imbauan adanya kemungkinan ancaman gempa yang lebih besar menyangkut zona subduksi Palung Nankai yang terletak di antara dua lempeng tektonik di Samudra Pasifik, tempat gempa bumi dahsyat pernah terjadi di masa lalu.
Daerah ini telah menjadi lokasi gempa bumi dahsyat bermagnitudo delapan atau sembilan setiap satu atau dua abad, dengan pemerintah pusat sebelumnya memperkirakan gempa besar berikutnya dapat terjadi dalam 30 tahun ke depan dengan probabilitas sekitar 70 persen.
Meskipun wilayah tersebut berisiko tinggi, potensi terjadinya gempa besar masih rendah, sehingga kementerian pertanian dan perikanan mendesak masyarakat untuk menahan diri dari menimbun barang secara berlebihan.
Advertisement
Jepang Rawan Gempa
Berada di atas empat lempeng tektonik utama, Jepang yang berpenduduk 125 juta orang itu mengalami sekitar 1.500 gempa bumi setiap tahun, di mana sebagian besar yang terjadi adalah gempa bumi kecil.
Sebelumnya, pada 1 Januari 2024, gempa bermagnitudo 7,6 dan gempa susulan yang dahsyat menghantam Semenanjung Noto di pesisir Laut Jepang, menewaskan sedikitnya 318 orang, merobohkan bangunan, dan menghancurkan jalan.