Lomba Agustusan Bisa Berkategori Perjudian jika Begini, Hati-Hati!

Lomba agustusan ternyata bisa terkategori sebagai perjudian

oleh Liputan6.com diperbarui 12 Agu 2024, 20:30 WIB
Ilustrasi panjat pinang, lomba 17 Agustusan. (Photo by Zoraya Project on Unsplash)

Liputan6.com, Cilacap - Sebentar lagi kita akan memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-79. Dalam peringatan HUT ke-79 RI ini biasanya untuk dimeriahkan oleh seluruh  lapisan masyarakat Indonesia dalam bentuk kegiatan yang beragam.

Salah satu kegiatan memeriahkan acara HUT RI ke-79 ini dengan mengadakan berbagai macam lomba, yang orang umu bilang sebagai lomba agustusan, seperti cerdas cermat, volly ball, sepak bola panjat pinang dan lain sebagainya.

Namun, di balik perlombaan tersebut seyogyanya panitia penyelenggara melaksanakan dengan penuh kehati-hatian. Sebab, jika tidak hati-hati, lomba agustusan yang sejatinya untuk tujuan mulia malah terjebak pada hal-hal yang berbau judi.

Lantas perlombaan yang seperti apa yang  terkategori sebagai judi? Berikut ini pembahasannya.

 

Simak Video Pilihan Ini:


Ragam Pendapat Ulama tentang Perlombaan

Ilustrasi tarik tambang, lomba 17 Agustusan. (Image by freepik)

Menukil NU Online, secara umum kaidah-kaidah perlombaan tersebut adalah sebagai berikut:

Pertama, hukum perlombaan secara umum dalam Islam adalah dibolehkan. Bahkan jika di dalamnya tidak ada hadiah yang diperebutkan, maka hukumnya boleh secara mutlak. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Qudamah:

وَأَجْمَعَ الْمُسْلِمُونَ عَلَى جَوَازِ ‌الْمُسَابَقَةِ فِي الْجُمْلَةِ. وَالْمُسَابَقَةُ عَلَى ضَرْبَيْنِ مُسَابَقَةٌ بِغَيْرِ عِوَضٍ وَمُسَابَقَةٌ بِعِوَضٍ. فَأَمَّا ‌الْمُسَابَقَةُ بِغَيْرِ عِوَضٍ فَتَجُوزُ مُطْلَقًا مِنْ غَيْرِ تَقْيِيدٍ بِشَيْءٍ مُعَيَّنٍ كَالْمُسَابَقَةِ عَلَى الْأَقْدَامِ وَالسُّفُنِ وَالطُّيُورِ وَالْبِغَالِ وَالْحَمِيرِ وَالْفِيَلَةِ وَالْمَزَارِيقِ وَتَجُوزُ الْمُصَارَعَةُ، وَرَفْعُ الْحَجَرِ لِيُعْرَفَ الْأَشَدُّ

Artinya, “Ulama Islam ijma’ atas kebolehan perlombaan secara umum. Perlombaan ada dua macam, yaitu perlombaan tanpa ada hadiah dan perlombaan dengan hadiah. Perlombaan tanpa hadiah yang diperebutkan hukumnya boleh secara mutlak tanpa ada ketentuan mengikat, seperti lomba lari, perahu, burung, bighal, keledai, gajah, dan lembing. Begitu pula boleh lomba gulat dan lomba angkat batu untuk mengetahui siapa yang paling kuat.” (Ibnu Qudamah, Al-Mughni, [Kairo, Maktabah Al-Qahirah: 1968], jilid IX, halaman 240).

Bahkan jika perlombaan tersebut berkaitan dengan ketangkasan seperti dalam konteks untuk keperluan jihad bela negara, maka hukumnya disunahkan. Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh Syekh As-Syirbini:

والمسابقة الشاملة للمناضلة سنة للرِّجَال الْمُسلمين بِقصد الْجِهَاد بِالْإِجْمَاع وَلقَوْله تَعَالَى: وَأَعدُّوا لَهُم مَا اسْتَطَعْتُم من قُوَّة. وَفسّر النَّبِي صلى الله عليه وسلم الْقُوَّة بِالرَّمْي

Artinya, “Perlombaan yang mencakup juga lomba memanah hukumnya sunah bagi laki-laki Muslim dengan tujuan jihad bela negara secara ijma’. Juga berdasarkan firman Allah: ‘Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kalian sanggupi’ (QS Al-Anfal: 60). Rasulullah saw menafsirkan kata 'kekuatan' dalam ayat makna dengan memanah.” (Al-Khatib As-Syirbini, Al-Iqna’ fi Halli Alfazhi Abi Syuja’, [Beirut, Darul Fikr: 1431 H), jilid II, halaman 596).

Kedua, hukum perlombaan dengan adanya hadiah yang diperebutkan ada tiga, yaitu:

1. Jika hadiah tersebut dari pihak ketiga dan tidak diambilkan dari para peserta, maka hukumnya boleh. Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh Imam An-Nawawi:

فَأَمَّا الْمُسَابَقَةُ بِعِوَضٍ فَجَائِزَةٌ بِالْإِجْمَاعِ لَكِنْ يُشْتَرَطُ أَنْ يَكُونَ الْعِوَضُ مِنْ غَيْرِ الْمُتَسَابِقَيْنِ

Artinya, “Perlombaan dengan hadiah hukumnya boleh secara ijma’ akan tetapi dengan syarat hadiah tidak berasal dari para peserta lomba” (An-Nawawi, Al-Minhaj Syarhu Muslim, [Beirut, Dar Ihyait Turats: 1392 H], jilid XIII, halaman 14).

2. Jika hadiah berasal dari salah satu peserta, maka hal seperti ini juga dibolehkan. Dalam kitab Nihayatul Muhtaj disebutkan:

وَ يَجُوزُ شَرْطُهُ (مِنْ أَحَدِهِمَا فَيَقُولُ إنْ سَبَقْتَنِي فَلَكَ عَلَيَّ كَذَا وَإِنْ سَبَقْتُكَ فَلَا شَيْءَ) لِي (عَلَيْك) إذْ لَا قِمَارَ

Artinya, “Boleh mensyaratkan hadiah dari salah satu peserta seperti seseorang berkata: "Jika kamu mengalahkan aku, maka kamu akan mendapatkan hadiah sekian dariku. Namun jika aku mengalahkanmu, maka tidak ada tanggungan apapun atasmu untukku. Lomba semacam ini dibolehkan karena di dalamnya tidak ada unsun judi (qimar).” (Syamsuddin Al-Ramli, Nihayatul Muhtaj, [Beirut, Darul Fikr: 1984], jilid VIII, halaman 168).

3. Jika hadiah berasal dari masing-masing peserta, maka ulama sepakat atas keharamannya, karena termasuk kategori judi (qimar). Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh Ibnu Hajar Al-‘Asqalani sebagai berikut:

وَجَوَّزَ اَلْجُمْهُور أَنْ يَكُونَ مِنْ أَحَدِ اَلْجَانِبَيْنِ مِنْ اَلْمُتَسَابِقَيْن وَكَذَا إِذَا كَانَ مَعَهُمَا ثَالِثٌ مُحَلِّلٍ بِشَرْطِ أَنْ لَا يُخْرِجَ مِنْ عِنْدِهِ شَيْئًا لِيُخْرِجَ الْعَقْدَ عَنْ صُورَةِ الْقِمَارِ وَهُوَ أَنْ يُخْرِجَ كُلٌّ مِنْهُمَا سَبَقًا فَمَنْ غَلَبَ أَخَذَ اَلسَّبَقَيْنِ فَاتَّفَقُوا عَلَى مَنْعِهِ

Artinya, “Mayoritas ulama membolehkan adanya hadiah dari salah satu peserta lomba. Begitu pula hadiah boleh dari kedua peserta jika melibatkan orang ketiga yang menjadi muhallil, dengan syarat orang ketiga tersebut tidak mengeluarkan apapun dari dari dirinya (untuk dijadikan hadiah) agar akad perlombaan tidak menjadi judi (qimar). Yang dimaksud judi (qimar) adalah masing-masing dari peserta mengeluarkan kontribusi atau harta dengan kesepakatan siapa saja yang menang, maka ia berhak mendapatkan harta yang terkumpul tersebut. Dalam hal ini ulama sepakat melarang praktek judi tersebut.” (Ibnu Hajar Al-‘Asqalani, Fathul Bari, [Mesir, Al-Maktabah As-Salafiyah: 1390 H), jilid IV, halaman 73).


Kaidah Perlombaan Agar Terhindar dari Unsur Judi

Ilustrasi balap karung, lomba 17 Agustusan. (Image by freepik)

Berdasarkan uraian di atas, secara ringkas ada empat (4) kaidah yang harus dipatuhi agar perlombaan tidak mengandung judi yang diharamkan, yaitu:

1. Hadiah berasal dari pihak ketiga. Seperti kepala daerah, sponsor, atau donatur dari para warga yang mampu. Begitu pula hadiah boleh berasal dari sekolah untuk beberapa perlombaan yang diadakan di sekolahan. P

2. enyelenggara perlombaan boleh menarik iuran dari peserta, asalkan uang iuran digunakan untuk biaya operasional perlombaan, bukan untuk hadiah.

3. Penyelenggara bisa menjual suvenir atau produk pada peserta dan hasil penjualan bisa digunakan untuk hadiah dengan syarat harganya wajar. Pada hakikatnya hasil penjualan suvenir atau produk adalah milik panitia karenanya panitia bisa menggunakannya sesuai keinginannya termasuk untuk hadiah.

4. Dengan cara tidak menarik iuran dari semua warga. Contoh untuk beberapa warga kurang mampu tidak ditarik iuran, namun tetap diperbolehkan mengikuti perlombaan dan mendapatkan kesempatan serta peluang yang sama untuk menang serta mendapatkan hadiah. Warga yang tidak ditarik iuran inilah yang bisa menjadi muhallil sehingga perlombaan tidak mengandung unsur judi. Wallahu a’lam.

Penulis: Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya