Liputan6.com, Jakarta - Perusahaan induk Chrysler, Stellantis melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal terhadap 2.450 pekerja pabrik dari pabrik perakitan Warren Truck di dekat Detroit, Amerika Serikat.
PHK terjadi ketika produsen mobil tersebut mengakhiri produksi truk Ram 1500 Classic.
Advertisement
Mengutip CNN Business, Senin (12/8/2024) perusahaan mengungkapkan bahwa PHK di pabrik Stellantis akan berlaku efektif pada 8 Oktober 2024, seiring dengan peralihan pola operasi dari dua shift ke satu shift pada perakitan umum.
Sementara produksi Jeep Wagoneer di fasilitas yang sama akan tetap dalam dua shift, menurut keterangan Stellantis.
Ketika produksi Ram 1500 Classic berakhir pada akhir tahun ini, perusahaan mengalihkan fokus ke truk Ram 1500 Tradesman, yang diproduksi di fasilitas Perakitan Sterling Heights.
“Kami memperkenalkan Ram 1500 Tradesman 2025 baru dengan nilai dan konten yang luar biasa. Arsitektur kelistrikan yang ditingkatkan memungkinkan teknologi baru yang berguna bagi armada komersial untuk pelacakan yang lebih baik dan sistem keselamatan yang lebih baik," ungkap juru bicara Stellantis.
Dilaporkan, ada sekitar 3.700 pekerja di pabrik Stellantis yang diwakili oleh serikat pekerja buruh pabrik AS, United Auto Workers (AS).
Pihak Stellantis menegaskan, anggota serikat pekerja yang diberhentikan akan menerima tunjangan pengangguran tambahan selama 52 minggu yang dibayarkan oleh perusahaan, dan bantuan transisi selama 52 minggu.
Mereka juga akan menerima jaminan kesehatan selama dua tahun.
UAW menjalin kesepakatan perburuhan baru dengan Stellantis pada musim gugur lalu, setelah pemogokan bersejarah selama enam minggu.
Stellantis pekan lalu mengatakan pihaknya menawarkan putaran baru pembelian sukarela kepada pekerjanya di AS, yang terbaru dari serangkaian tindakan pemotongan biaya yang diterapkan CEO Carlos Tavares di operasi perusahaannya di Amerika.
Dihantui Ancaman PHK Massal, Jumlah Buruh Tekstil Tinggal 957.122 Orang
Direktur Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Adie Rochmanto Pandiangan, mengakui bahwa jumlah pekerja di sektor tekstil terus mengalami penurunan sebesar 7,5 persen secara tahunan.
"Jadi jumlah tenaga kerja pada sektor tekstil dan pakaian jadi pada 2024 mengalami penurunan dibanding tahun 2023. Tenaga kerja pada tekstil turun sebesar 7,5 persendan sektor industri pakaian jadi mengalami penurunan 0,85 persen," kata Adie dalam diskusi publik INDEF: Industri Tekstil menjerit, PHK melejit, Kamis (8/8/2024).
Berdasarkan data yang dipaparkan Adie, tercatat jumlah tenaga kerja sektor tekstil hanya 957.122 orang pada 2024. Angka tersebut turun jika dibandingkan tahun 2015 yang masih dikisaran 1.248.080 orang.
Kemudian, jumlah pekerja industri pakaian jadi pada 2024 tercatat 2.916.005 orang. Walaupun industri ini mengalami penurunan sebesar 0,85 persen dibanding tahun lalu. Namun, jumlah pekerja sektor ini justru meningkat dibandingkan tahun 2015 yang hanya 2.167.426 orang.
"Kita bisa lihat, dan memang sesuai dengan keadaan pasar bahwa ya itu tadi kalau kita hubungkan dengan PHK dan sebagainya memang mengalami penurunan dia," ujarnya.
Lebih lanjut, Adie menjelaskan, melemahnya kinerja industri tekstil tercermin dari rilis Indeks Kepercayaan Industri (IKI) Kemenperin pada Juli 2024. Dimana sektor ini memang mengalami kontraksi selama dua bulan berturut-turut yakni periode Juni - Juli 2024.
"Perkembangan IKI kita bisa kita lihat, indeks kepercayaan industri, yang saya katakan bahwa sempat ekspansi kita di April kemudian Mei, tapi kemudian Juni kita terjadi kontraksi kembali," pungkasnya.
Advertisement
Gambaran Industri Tekstil Indonesia Bakal Punah
Sebelumnya, anjloknya kinerja industri tekstil di dalam negeri memberikan alarm tanda bahaya akan semakin besar gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di perusahaan tekstil.
Head of Center of Industry Trade and Invesment INDEF Andry Satrio Nugroho, mengatakan capaian tenaga kerja ter-PHK dari Januari hingga Juni 2024 cukup tinggi dibandingkan tahun sebelumnya.
Berdasarkan data laporan bulanan Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Ditjen PHI dan Jamsostek), hingga Juni 2024 jumlah PHK mencapai lebih dari 30 ribu orang, sedangkan Juni tahun 2023 sekitar 25 ribuan orang ter-PHK.
"PHK yang tentunya menurut kami ini adalah alarm, sinyal tanda bahaya dimana kita melihat bhawa capaian tenaga kerja ter-PHK dari Januari hingga Juni ini capaiannya cukup tinggi dibandingkan tahun sebelumnya," kata Andry dalam diskusi publik INDEF: Industri Tekstil menjerit, PHK melejit, Kamis (8/8/2024).
Ia melihat ada yang tidak beres di tahun ini, sebab banyak sekali jumlah PHK, padahal baru memasuki pertengahan tahun 2024. Disisi lain, banyak terjadi PHK di pusat-pusat sentra industri, seperti di DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah.
"Kami melihat ada yang tidak beres di tahun ini. Banyak wilayah PHK terbesar berada di pusat-pusat sentra industri," ujarnya.