Liputan6.com, Beijing - Pekan lalu, ledakan roket China di ruang angkasa menghasilkan lebih dari 700 potongan puing yang kini mengancam lebih dari 1.000 satelit dan objek lainnya di wilayah orbit Bumi.
Para analis mengungkapkan kekhawatiran mereka pada Jumat (9/8/2024), menyusul insiden tersebut.
Advertisement
Mengutip laporan VOA Indonesia, Senin (12/8), Shanghai Spacecom Satellite Technology (SSST), perusahaan milik negara China, meluncurkan 18 satelit internet ke orbit. Peluncuran ini adalah bagian dari tahap pertama jaringan komunikasi yang dirancang untuk bersaing dengan konstelasi Starlink milik SpaceX.
Namun, bagian atas roket yang membawa satelit-satelit tersebut meledak segera setelah muatannya berhasil dilepaskan. Insiden ini menyebabkan terbentuknya lapangan puing yang semakin membesar. Perusahaan pelacak ruang angkasa AS memperkirakan bahwa saat ini terdapat setidaknya 700 potongan puing.
SSST belum memberikan komentar resmi terkait insiden ini.
LeoLabs, perusahaan pelacak antariksa AS, menyatakan bahwa jumlah serpihan kemungkinan melebihi 900, menjadikannya salah satu insiden terbesar yang pernah terjadi. Awan serpihan, yang terbentuk pada ketinggian sekitar 800 kilometer, diperkirakan akan bertahan selama beberapa tahun, menurut beberapa analis.
Jumlah Serpihan Diperkirakan Meningkat
Belum jelas apakah pecahnya badan roket terbaru disebabkan oleh tabrakan dengan objek lain atau ledakan bahan bakar roket yang tidak terpakai. Komando Antariksa AS awalnya melaporkan bahwa peristiwa tersebut menciptakan 300 serpihan, dan jumlah ini diperkirakan akan meningkat seiring dengan penyebaran awan serpihan.
Lebih dari 1.100 satelit dan objek lain di antariksa kini berisiko bertabrakan dengan serpihan China. Audrey Schaffer, Wakil Presiden Strategi di perusahaan pelacak antariksa Slingshot Aerospace, menyatakan kepada Reuters, Yang kita lihat sekarang adalah lebih dari 1.100 prediksi konjungsi dengan jarak tabrakan kurang dari 5 km dalam tiga hari ke depan. Dia menambahkan bahwa sekitar sepertiga dari objek yang berisiko tersebut adalah wahana antariksa aktif yang kemungkinan dapat bermanuver untuk menghindar.
Schaffer menjelaskan bahwa objek-objek lainnya adalah potongan-potongan sampah antariksa yang tidak dapat dikendalikan dan tidak memiliki cara untuk menghindari puing-puing baru. Akibatnya, banyak analis yang khawatir terjadinya tabrakan beruntun.
Advertisement
Insiden Serupa Sebelumnya
Insiden serupa pernah terjadi pada tahun 2022, ketika bagian roket Long March 6A dari China juga hancur di luar angkasa dan menciptakan ratusan potongan puing. Peristiwa ini memicu kritik dari negara-negara Barat dan pendukung keberlanjutan antariksa, yang menyarankan agar Beijing lebih mengontrol cara pembuangan badan roket bekas.
Terus terang sangat mengecewakan bahwa roket tersebut mengalami masalah yang sama lagi, kata Schaffer. Peristiwa yang menghasilkan puing-puing seperti ini yang berpotensi dapat dihindari seharusnya tidak terjadi lagi.
Dengan meningkatnya jumlah puing di orbit, keamanan dan keberlanjutan antariksa menjadi perhatian utama bagi komunitas internasional. Langkah-langkah pencegahan dan mitigasi yang lebih ketat diperlukan untuk menghindari insiden serupa di masa depan.