Liputan6.com, Pekanbaru - Seorang ibu rumah tangga, Shinta Jufri, mencurahkan isi hatinya di media sosial terkait dugaan penganiayaan anak. Melalui akun Instagram @shintajufri, dia menyebut kekerasan anak ini membuat sang buah hati sempat diopname di rumah sakit.
Dugaan perundungan anak ini sudah dilaporkan Shinta ke Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Riau pada 5 Agustus 2024. Dugaan ini terjadi di sebuah pesantren di Kabupaten Kampar.
Baca Juga
Advertisement
"Laporannya baru masuk dan akan ditindak lanjuti," kata Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Riau Komisaris Besar Asep Dermawan SIK, Senin petang, 12 Agustus 2024.
Sebagai informasi, curhatan ini diposting beberapa hari lalu dan mendapatkan 500 lebih like dan ratusan komentar. Selain itu, Shinta juga memposting kondisi anaknya ketika dirawat, hasil scan kepala dan sewaktu melapor ke Polda Riau.
Shinta bercerita, pada 31 Juli 2024 siang mendapat pesan singkat dari anaknya lalu meminta datang ke pondok agar dijemput. Awalnya Shinta tidak mau sehingga anaknya berujar kepalanya telah diinjak-injak dan perut kirinya ditendang kakak kelas.
"Saya masih enggak percaya karena beberapa bulan yang lalu anak saya sempat kabur dari pondok," tulis Shinta.
Sang anak juga bercerita kalau beberapa hari sebelumnya mendapatkan kekerasan dari ustaz. Hal ini diadukan Shinta ke ayahnya tapi belum dipercaya.
"Saya sempat berdebat dengan Atuknya," kata Shinta.
*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Muntah-muntah
Untuk meyakinkan dirinya, Shinta meminta sang anak memfotokan bukti penganiayaan. Shinta kaget diiringi histeris melihat kondisi anaknya.
Shinta menelpon beberapa ustaz di pesantren tapi tidak ada yang merespon. Hal ini diadukan Shinta ke suami dan orangtuanya agar anaknya dijemput ke pesantren.
Singkat cerita, Shinta berhasil membawa anaknya keluar dari pesantren yang tak disebutkan namanya itu. Anak dibawa ke rumah sakit tapi disuruh dokter pulang dengan tujuan observasi 3x24 jam.
Di rumah, anaknya muntah sehingga dilarikan ke rumah sakit. Opname dijalani dan scan kepala dilakukan sehingga terlihatlah ada geger otak.
Sewaktu anaknya dirawat, pihak pesantren tidak ada yang menjenguk. Bahkan pengelola pesantren menyebut apa yang dialaminya sebagai hal biasa.
Shinta pergi ke pondok didampingi lembaga perlindungan anak untuk mediasi. Tidak ada titik temu sehingga dugaan penganiayaan ini berujung laporan ke Polda Riau.
"Saya rela mati demi memperjuangan anak saya," tegas Shinta.
Advertisement