Startup Belanda Rancang Pesawat Listrik Komersial Berkapasitas 90 Penumpang demi Target Nol Emisi 2050

Saat ini, desain pesawat listrik komersial berkapasitas 90 penumpang itu masih ada di atas kertas saja.

oleh Dinny Mutiah diperbarui 13 Agu 2024, 09:40 WIB
Desain pesawat listrik komersial berkapasitas 90 penumpang rancangan Elysian. (dok. elysianaircraft.com)

Liputan6.com, Jakarta - Perubahan iklim yang terjadi memaksa semua pemangku kepentingan bertanggung jawab dan terlibat dalam mewujudkan nol emisi pada 2050. Sektor penerbangan termasuk yang kesulitan memenuhi target lantaran banyak hal, termasuk produksi bahan bakar berkelanjutan yang lambat.

Sebuah startup asal Belanda, Elysian, mencoba merancang pesawat listrik komersial dengan jangkauan 500 mil (805 kilometer) dengan kapasitas 90 penumpang. Teknologi itu diharapkan bisa mengurangi emisi sebesar 90 persen. Mereka menargetkan bisa mewujudkan pesawat listrik tersebut dalam jangka waktu satu dekade.

"Banyak ahli mengatakan Anda memerlukan teknologi baterai melebihi [apa pun yang akan tersedia hingga] tahun 2050 untuk mendapatkan jangkauan dan kemampuan muatan yang wajar," kata Reynard de Vries, direktur desain dan teknik di Elysian.

"Tetapi, pertanyaan yang kami tanyakan pada diri kami adalah, 'bagaimana cara mendapatkan jangkauan maksimum dari teknologi baterai yang sudah kami miliki?'. Seseorang dapat terbang lebih jauh dengan pesawat listrik bertenaga baterai dibandingkan yang diklaim oleh sebagian besar penelitian – jika Anda membuat pilihan yang tepat," katanya lagi, dikutip dari CNN, Selasa (13/8/2024).

 

Pesawat yang disebut E9X itu saat ini hanya berada di atas kertas. Elysian berencana membangun model skala dalam waktu dua hingga tiga tahun ke depan, dan prototipe skala penuh pada 2030. Namun, fitur desain utamanya sudah diketahui, dan agak mengejutkan.

"Anda tidak boleh berasumsi bahwa pesawat listrik akan terlihat seperti pesawat (paling sukses) saat ini," kata de Vries.

 


Penempatan Baterai di Pesawat

Ilustrasi pesawat terbang. (Pixabay/qimono)

de Vries mengatakan pesawat yang dirancang perusahaannya bersama Delft University of Technology itu bukanlah berjenis turboprop regional yang paling ringan karena daya jangkaunya terlalu terbatas. Ide pun berkembang dengan terinspirasi dari pesawat jet lama era 1960an. 

"Pesawat dengan proporsi baterai yang sangat tinggi dan proporsi bobot struktural yang jauh lebih rendah. Hasilnya adalah sebuah pesawat yang jauh lebih besar dan berat, namun bisa terbang lebih jauh dari perkiraan orang sebelumnya," ujarnya.

E9X akan memiliki delapan mesin baling-baling dan lebar sayap hampir 138 kaki (42 meter) – lebih besar dari Boeing 737 atau Airbus A320, meskipun keduanya dapat mengangkut lebih dari dua kali lipat penumpang. Badan pesawatnya lebih tipis, menurut de Vries, untuk meningkatkan karakteristik struktural dan aerodinamis.

Desain itu sudah diunggah dalam jurnal ilmiah berjudul 'Sebuah Perspektif Baru terkait Penerbangan Berbahan Listrik Baterai'. de Vries dan Rob Wolleswinkel, co-founder Elysian, menjadi salah dua dari penulis jurnal tersebut.

Salah satu prinsip utamanya adalah baterai akan ditempatkan di sayap, bukan di badan pesawat. "Itu adalah pilihan desain yang penting," kata de Vries. "Baterai mewakili sebagian besar bobot pesawat, dan yang ingin Anda lakukan dengan bobot tersebut adalah meletakkannya di tempat gaya angkat dihasilkan."

 

 


Target Pengisian Baterai dalam 45 Menit

Ilustrasi pesawat terbang lepas landas dari bandara.

Teknologi baterai akan serupa dengan apa yang tersedia saat ini, ditambah kemajuan apa pun yang akan dibuat dalam empat atau lima tahun ke depan, bukan sebuah langkah radikal, menurut de Vries. "Itu membuka skenario yang berbeda," tambahnya. "Yang paling konservatif memperkirakan jarak tempuh adalah 300 mil (482 kilometer), namun kami percaya bahwa target yang lebih realistis, empat tahun dari sekarang, adalah 500 mil."

Di antara elemen desain lain yang diketahui adalah penempatan roda pendaratan di sayap, bukan di badan pesawat. Ujung sayap yang dapat dilipat untuk menghemat ruang, dan 'sistem energi cadangan' berbasis turbin gas yang dapat menyediakan tenaga darurat di pesawat bila diperlukan pengalihan.

Secara keseluruhan, de Vries memperkirakan dampak iklim yang ditimbulkan pesawat ini antara 75--90 persen lebih rendah dibandingkan jet berbadan sempit saat ini, termasuk setelah memperhitungkan produksi baterai dan listrik yang digunakan untuk mengisi ulang baterainya. E9X akan dirancang agar sesuai dengan infrastruktur bandara saat ini, tanpa memerlukan penyesuaian atau peningkatan apa pun.

Namun, waktu penyelesaian mungkin menjadi tantangan karena kebutuhan untuk mengisi baterai, yang memerlukan waktu lebih lama dibandingkan mengisi tangki dengan bahan bakar. "Target kami saat ini adalah waktu pengisian maksimum 45 menit, yang berarti waktu penyelesaian sedikit lebih lama dibandingkan yang biasa dilakukan beberapa maskapai penerbangan, terutama operator berbiaya rendah. Tapi itu batas atasnya, waktu rata-ratanya sekitar setengah jam."


Hasil Konfigurasi Ulang Teknologi Sebelumnya

Kepuasan penumpang menjadi idaman bagi setiap maskapai maka dari itu seluruh maskapai berlomba-lomba untuk memberikan pengalaman terbang menyenangkan. Salah satunya United Airlines dengan perbaruan mereka yang inovatif. (Foto: Unsplash.com/John McArthur)

de Vires mengaku sedang berdiskusi dengan beragam maskapai penerbangan di seluruh dunia, dan kemungkinan pesawat itu akan menarik minat maskapai regional dan komuter. Menurut de Vries, hal ini juga dapat menguntungkan lapangan terbang sekunder yang saat ini kurang terlayani karena keterbatasan kebisingan atau emisi, atau karena tidak ekonomis bagi maskapai untuk melayani penerbangan tersebut.

Terakhir, dari sudut pandang penumpang, ia yakin E9X akan menawarkan pengalaman penerbangan yang lebih tenang dan menyenangkan. Ia berharap bisa memecahkan salah satu masalah paling mendesak dalam perjalanan saat ini, yakni keterbatasan ruang bagasi kabin.

Gökçin Çınar, seorang profesor teknik kedirgantaraan di Universitas Michigan yang berkolaborasi dengan de Vries pada makalah penelitian mendatang mengenai desain pesawat listrik, namun tidak memiliki kepentingan finansial di Elysian, mencatat bahwa perusahaan tersebut tidak memperkenalkan teknologi inovatif itu sendiri, melainkan mengkonfigurasi ulang yang sudah ada untuk mendefinisikan kembali paradigma operasional pesawat.

"Penelitian saya selama dekade terakhir telah menganjurkan perancangan pesawat listrik dengan mempertimbangkan perubahan operasional – tidak bijaksana jika menggunakan teknologi baru yang mengikuti konvensi yang sudah ketinggalan zaman," kata Çınar. “

"Meski ada beberapa ketidaknyamanan, potensi keuntungannya sangat besar. Pendekatan Elysian cukup menjanjikan, namun ini hanyalah salah satu dari banyak potensi penerapan elektrifikasi dalam penerbangan, yang masing-masing memiliki strategi operasional dan integrasi teknologi yang unik."

Infografis 7 Insiden Fatal Pesawat Boeing. (Liputan6.com/Putri Astrian Surahman)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya