Potret Kasih Sayang Rasulullah kepada Musuh-musuhnya, Bikin Meleleh

Betapapun kejam musuh-musuhnya memperlakukannya, Rasulullah SAW tetap membalas mereka dengan kebaikan.

oleh Liputan6.com diperbarui 14 Agu 2024, 14:30 WIB
Pengunjung menangis melihat serban Nabi Muhammad SAW saat Pameran Artefak Rasulullah dan Sahabat Nabi di Padepokan Welas Asih, Parung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Minggu (26/7/2020). Sebanyak 20 benda peninggalan Nabi Muhammad dan sahabatnya dipamerkan dalam acara ini. (merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Cilacap - Kebengisan dan kekejaman musuh-musuh Rasulullah SAW tidak serta merta dibalas dengan kebencian dan dendam. Tak pula juga dibalas dengan perlakuan keji yang sepadan.  

Perilaku dendam dan benci kepada musuh-musuhnya tidak dilakukan Rasulullah SAW. Hal ini terbukti berdasarkan riwayat yang tertulis dalam tinta emas sejarah.

Kasih sayang Rasulullah bahkan juga ditunjukkan untuk orang yang memusuhinya.

Betapa Rasulullah SAW tetap menyayangi dan mengasihani orang-orang yang telah memusuhinya sepanjang hidupnya.

Dalam diri Rasulullah SAW terdapat suri tauladan yang baik sebagaimana firman Allah SWT dalam Surah Al-Ahzab : 21:

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّٰهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُوا اللّٰهَ وَالْيَوْمَ الْاٰخِرَ وَذَكَرَ اللّٰهَ كَثِيْرًاۗ

“Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah.

 

Simak Video Pilihan Ini:


Sikap Rasulullah kepada Pemimpin Kaum Munafik yang Memusuhinya

Ilustrasi (Sumber: Pinterest.com/kalbarsatu id)

Menukil hidayatuna.com, pemimpin kaum munafik di Madinah adalah Ibnu Ubay bin Salul. Tak terhitung upaya yang dilakukannya untuk menghancurkan Islam, fitnah-fitnah yang disebarkannya dan komentar-komentar negatif tentang Rasulullah Saw yang dilontarkannya.

Tapi ketika ia sekarat, Nabi Saw datang menjenguknya. Puteranya yang bernama Abdullah memohon pada Nabi Saw untuk bersedia memberikan gamisnya sebagai kafan bagi ayahnya, menyalatkannya dan memohonkan ampunan baginya.

Nabi Muhammad Saw pun memberikan gamisnya. Lalu beliau bersabda:

آذِنِّي أُصَلِّي عَلَيْهِ

Artinya: “Beri tahu aku (jika ia wafat) untuk aku shalatkan.” (HR. Bukhari).

Dalam riwayat dari Jabir bin Abdullah ra disebutkan bahwa ketika Nabi Saw mendengar Ibnu Ubay meninggal dunia, beliau langsung datang ke kuburannya.

Nabi Saw meminta mayatnya dikeluarkan kembali. Kemudian Nabi Saw meletakkan mayat itu di kedua kakinya, beliau tiup dengan ludahnya lalu beliau pakaikan gamisnya. (HR. Bukhari nomor 1350).

Begitu sikap Rasulullah Saw terhadap musuhnya, pemimpin kaum munafik dan sosok yang paling berbahaya terhadap Islam dan muslimin.


Sikap Baik Rasulullah SAW kepada Orang Kafir

Pameran Artefak Rasulullah SAW dan Sahabat yang digelar di Masjid At-Tin, Jakarta Timur, Sabtu (25/3/2023). (merdeka.com/Imam Buhori)

Sikap Nabi Saw terhadap kafir juga tak kalah menakjubkan. Sudah dimaklumi, tokoh kafir yang paling banyak memusuhi dan menyakiti Nabi Saw adalah Abu Jahal.

Putra Abu Jahal bernama Ikrimah. Ikrimah awalnya juga sangat memusuhi Nabi Saw. Tapi kemudian ia sadar dan mau masuk Islam.

Ketika Nabi Saw tahu bahwa Ikrimah ingin masuk Islam, beliau bersabda:

يأتيكم عكرمة بن أبي جهل مؤمنا مهاجرا فلا تسبوا أباه فإن سب الميت يؤذي الحي ولا يبلغ الميت

Artinya: “Ikrimah bin Abu Jahal akan datang pada kita sebagai seorang mukmin dan muhajir. Karena itu jangan cela ayahnya, karena mencela orang yang mati hanya akan menyakiti yang hidup dan tidak akan sampai pada yang mati.”

Suatu ketika ada jenazah yang lewat di depan Nabi Saw. Beliau pun berdiri. Para sahabat berkata, “Itu jenazah Yahudi.” Rasulullah Saw bersabda, “Bukankah ia juga manusia?” (HR. Bukhari nomor 1312).

Kalau terhadap gembong munafik, kafir dan Yahudi yang meninggal dunia Nabi Saw begitu memuliakan dan menghormati, apalagi terhadap sesama muslim?

Lalu kenapa ada orang yang berbahagia dengan kematian orang-orang yang mereka sebut sebagai ahli bid’ah?

Apakah ahli bid’ah bagi mereka lebih berbahaya daripada munafik, kafir dan Yahudi?

Bukankah tiga riwayat diatas semestinya cukup menjadi pedoman bagi umat Rasulullah Saw bagaimana seharusnya bersikap ketika seseorang -siapapun itu- meninggal dunia?

Mungkin ada yang berkata, “Bukankah memang ada pendapat para ulama tentang dibolehkan atau bahkan dianjurkannya bergembira ketika mendengar kematian ahli bid’ah? Bukankah mereka ulama salaf yang wajib kita ikuti?”

Jawabannya, “Mau ikut ulama atau ikut Nabi?”

Penulis: Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya