Liputan6.com, Jakarta Presiden Joko Widodo (Jokowi) turut menyoroti kondisi Purchasing Managers' Index (PMI) Indonesia yang mengalami pelemahan atau masuk ke level kontraksi pada bulan Juli. Jokowi memerintahkan para menteri untuk mengantisipasi dan mencari tahu mengapa PMI Indonesia mengalami pelemahan.
“Saya ingin dicari betul penyebab utamanya dan segera diantisipasi,” ujar Jokowi dalam Sidang Kabinet Paripurna di Istana Garuda, Ibu Kota Nusantara, Kalimantan Timur, Senin.
Advertisement
Terdapat sejumlah kemungkinan yang menjadi sorotan Jokowi terkait dengan pelemahan PMI, yakni kemungkinan tingginya beban impor bahan baku karena fluktuasi rupiah, melemahnya permintaan ekspor yang diakibatkan oleh gangguan rantai pasok, atau perlambatan ekonomi yang dialami oleh berbagai mitra dagang utama Indonesia.
Secara khusus, Jokowi juga menyoroti kemungkinan adanya serangan produk-produk impor yang masuk ke Indonesia, sehingga mengakibatkan pelemahan PMI.
Industri Keramik
Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki), Edy Suyanto mengharapkan kehadiran dan keberanian dari Pemerintah terhadap industri dalam negeri yang sedang kontraksi akibat praktek unfair trade berupa BMAD dan BMTP dengan besaran yang memadai.
Asaki memandang besaran BMAD untuk keramik impor dari Tiongkok yang akan diterapkan masih dibawah harapan dan ekspektasi, serta jauh dibawah benchmarking dengan besaran BMAD keramik impor Tiongkok dari negara Uni Eropa, Timur Tengah, Amerika Serikat, Mexico, dan India.
Disisi lain, Asaki sangat menyayangkan gangguan supply gas dari PGN yang sudah berkepanjangan dan semakin membuat industri terpuruk dan tidak berdaya saing.
Harga Gas Bumi
Dikatakan Edy, industri penerima Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) dipaksa untuk membatasi pemakaian gas 60-70% setiap bulannya dan selebihnya harus membayar gas dengan harga mahal sebesar USD 13,85 per MMBTU.
"Sudah jatuh tertimpa tangga. Baru-baru ini anggota Asaki menerima surat pemberitahuan dari PGN bahwa mulai pertengahan Agustus ini hanya diperbolehkan memanfaatkan alokasi gas 50-55% dan selebihnya dikenai surcharge USD 13,85 per MMBTU," jelas Edy.
Oleh karena itu, Asaki mengharapkan atensi dan campurtangan langsung Presiden Joko Widodo untuk menyelesaikan masalah gangguan supply gas dari PGN yang sudah terbukti menggerus daya saing industri nasional.
Advertisement
Persaingan Tak Sehat
Dikatakan Edy, tidak ada industri atau negara maju dimanapun yang tahan dan kuat jika dihadapkan dengan persaingan yang tidak sehat seperti unfair trade dan predatory pricing seperti yang terjadi dengan produk keramik impor dari Tiongkok.
"Harus diwaspadai bahwa hal tersebut terjadi karena oversupply dan over capacity industri keramik Tiongkok dan terlebih kehilangan pasar utama ekspornya seperti Amerika Serikat, Mexico, Uni Eropa dan Timur Tengah pasca negara-negara tersebut menerapkan BMAD yang tinggi di kisaran 100-400% terhadap produk dari Tiongkok. Keberhasilan dan keberanian dari negara-negara tersebut harus kita tiru," pungkas Edy.