Pengusaha Minta Jokowi Segera Bereskan Borok di Industri Keramik

Pengusaha meminta kehadiran dan keberanian dari Pemerintah terhadap industri dalam negeri yang sedang kontraksi akibat praktek unfair trade berupa BMAD dan BMTP dengan besaran yang memadai.

oleh Septian Deny diperbarui 13 Agu 2024, 14:18 WIB
Diperkirakan Industri keramik nasional mulai bangkit tahun depan, Jakarta, Selasa (29/11). Kebangkitan industri keramik ditandai penurunan harga gas industri dan stabilnya pertumbuhan ekonomi. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Presiden Joko Widodo (Jokowi) turut menyoroti kondisi Purchasing Managers' Index (PMI) Indonesia yang mengalami pelemahan atau masuk ke level kontraksi pada bulan Juli. Jokowi memerintahkan para menteri untuk mengantisipasi dan mencari tahu mengapa PMI Indonesia mengalami pelemahan.

“Saya ingin dicari betul penyebab utamanya dan segera diantisipasi,” ujar Jokowi dalam Sidang Kabinet Paripurna di Istana Garuda, Ibu Kota Nusantara, Kalimantan Timur, Senin.

Terdapat sejumlah kemungkinan yang menjadi sorotan Jokowi terkait dengan pelemahan PMI, yakni kemungkinan tingginya beban impor bahan baku karena fluktuasi rupiah, melemahnya permintaan ekspor yang diakibatkan oleh gangguan rantai pasok, atau perlambatan ekonomi yang dialami oleh berbagai mitra dagang utama Indonesia.

Secara khusus, Jokowi juga menyoroti kemungkinan adanya serangan produk-produk impor yang masuk ke Indonesia, sehingga mengakibatkan pelemahan PMI.

Industri Keramik

Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki), Edy Suyanto mengharapkan kehadiran dan keberanian dari Pemerintah terhadap industri dalam negeri yang sedang kontraksi akibat praktek unfair trade berupa BMAD dan BMTP dengan besaran yang memadai.

Asaki memandang besaran BMAD untuk keramik impor dari Tiongkok yang akan diterapkan masih dibawah harapan dan ekspektasi, serta jauh dibawah benchmarking dengan besaran BMAD keramik impor Tiongkok dari negara Uni Eropa, Timur Tengah, Amerika Serikat, Mexico, dan India.

Disisi lain, Asaki sangat menyayangkan gangguan supply gas dari PGN yang sudah berkepanjangan dan semakin membuat industri terpuruk dan tidak berdaya saing.


Harga Gas Bumi

PT PGN Tbk akan fokus utilisasi gas bumi untuk domestik dengan mengembangkan dan mengombinasikan infrastruktur pipa dan beyond pipeline. (Dok PGN)

Dikatakan Edy, industri penerima Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) dipaksa untuk membatasi pemakaian gas 60-70% setiap bulannya dan selebihnya harus membayar gas dengan harga mahal sebesar USD 13,85 per MMBTU.

"Sudah jatuh tertimpa tangga. Baru-baru ini anggota Asaki menerima surat pemberitahuan dari PGN bahwa mulai pertengahan Agustus ini hanya diperbolehkan memanfaatkan alokasi gas 50-55% dan selebihnya dikenai surcharge USD 13,85 per MMBTU," jelas Edy.

Oleh karena itu, Asaki mengharapkan atensi dan campurtangan langsung Presiden Joko Widodo untuk menyelesaikan masalah gangguan supply gas dari PGN yang sudah terbukti menggerus daya saing industri nasional.

 


Persaingan Tak Sehat

Ilustrasi pemasangan nat pada lantai. (dok. Gappu/Dinny Mutiah)

Dikatakan Edy, tidak ada industri atau negara maju dimanapun yang tahan dan kuat jika dihadapkan dengan persaingan yang tidak sehat seperti unfair trade dan predatory pricing seperti yang terjadi dengan produk keramik impor dari Tiongkok.

"Harus diwaspadai bahwa hal tersebut terjadi karena oversupply dan over capacity industri keramik Tiongkok dan terlebih kehilangan pasar utama ekspornya seperti Amerika Serikat, Mexico, Uni Eropa dan Timur Tengah pasca negara-negara tersebut menerapkan BMAD yang tinggi di kisaran 100-400% terhadap produk dari Tiongkok. Keberhasilan dan keberanian dari negara-negara tersebut harus kita tiru," pungkas Edy.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya