Liputan6.com, Palembang - Perseteruan antara perusahaan pertambangan PT Sentosa Kurnia Bahagia (SKB) dan PT Gorby Putra Utama (GPU) di perbatasan Musi Banyuasin dan Musi Rawas Utara (Muratara) Sumatera Selatan (Sumsel) berujung di meja persidangan.
Dua orang sekuriti PT SKB menjadi terdakwa dalam dugaan penyerangan aktivitas pertambangan PT GPU sejak Mei 2024 lalu di Sumsel.
Akhirnya dua sekuriti PT SKB yakni JM dan IN dijatuhkan vonis 10 bulan penjara oleh Pengadilan Negeri (PN) Lubuklinggau Sumsel, Senin (12/8/2024) lalu. Mereka ditangkap dalam kekisruhan pendudukan atas tanah yang diduga dilakukan PT GPU.
Di dalam ruang sidang yang dijaga enam anggota Brimob Polri bersenjata lengkap. Istri JM,Minta Susanti menangis histeris atas vonis yang dijatuhkan kepada suaminya. Ia merasa bahwa putusan oleh majelis hakim PN Lubuklinggau Sumsel tersebut tidak adil.
Baca Juga
Advertisement
Menurutnya, suaminya hanya bekerja dan sudah jelas tidak terbukti bersalah. Sayangnya, majelis hakim PN Lubuklinggau malah menjatuhi suaminya hukuman penjara.
Minta berkata, jika pekerja PT SKB hanya membawa rotan, namun PT GPU disebutnya membawa senjata tajam dan senjata api. Terbukti dengan adanya video, namun hal tersebut tidak dibahas di persidangan.
“Ini menurut saya sangat tidak adil, tapi enggak apa-apa Pak, jalur langit kami. Biar semua yang zalim termasuk hakim-hakimnya apabila enggak adil, biar Allah yang balas,” katanya di Lubuklinggau Sumsel, Selasa (13/8/2024).
Pengacara dua sekuriti PT SKB Satria Nararya mengungkapkan, jika putusan persidangan yang dipimpin oleh Hakim Ketua, Achmad Syaripudin telah mengabaikan fakta-fakta persidangan dalam kasus dugaan tindak pidana merintangi atau mengganggu kegiatan usaha pertambangan di lokasi yang diklaim oleh PT GPU.
“Hakim telah mengabaikan sebelas saksi yang dihadirkan dalam persidangan sebelumnya, tak satupun saksi yang menyatakan kedua klien kami melakukan tindakan seperti yang didakwakan oleh jaksa penuntut umum,” ucapnya.
Meskipun merasa kecewa, Satria menyatakan bahwa mereka tetap menghormati putusan hakim atas sidang Perkara Pidana Nomor 291/Pid.B/LHZ/2024/PN Llg dan akan mempelajari putusan tersebut lebih lanjut. Atas putusan tersebut, Jumadi dan Indra menyatakan pikir-pikir untuk melakukan upaya hukum banding dalam 7 hari ke depan.
“Ada beberapa catatan dari kami mengenai pertimbangan majelis hakim atas putusan tersebut, kami masih menunggu dokumen lengkapnya untuk kami pelajari dan diskusikan bersama klien kami sebagai upaya mengajukan banding,” katanya.
Pelanggaran HAM
Seperti sudah diberitakan sebelumnya, kekisruhan ini bermula dari peristiwa pendudukan atas tanah/lahan yang dimiliki dan dikuasai oleh PT SKB yang dilakukan oleh PT GPU bersama oknum salah satu pejabat tinggi di Bareskrim dan oknum Brimob dari Kelapa Dua Depok.
Pada Mei lalu, Komisi III DPR RI juga telah mendengar kronologi kejadian ini pada Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU). Hal tersebut kemudian mengundang reaksi dari sejumlah anggota legislatif.
Salah satunya, Pangeran Khairul Saleh. Ia mengingatkan pentingnya kehati-hatian hakim dalam memberikan putusan terkait dua pekerja PT SKB, khususnya dalam konteks Pasal 162 UU Minerba.
Ia menyoroti bahwa pasal ini sering kali digunakan dengan cara yang merugikan pekerja, dan jika proses penangkapan serta penahanan dilakukan tanpa prosedur yang jelas, hal tersebut bisa dianggap melanggar hak asasi manusia (HAM) dan prinsip-prinsip hukum.
“Pasal 162 UU Minerba bisa berpotensi menjadi alat kriminalisasi pekerja, terutama bagi mereka yang berstatus pekerja kecil seperti petugas keamanan, dan vonis yang salah dapat berujung pada pelanggaran HAM,” ungkapnya.
Advertisement
Harapan PT GPU
Legal PT GPU Prasetya Sanjaya berkata, pihaknya sudah melihat bersama terkait fakta yang ada di persidangan. Bahwa kedua terdakwa telah terbukti bersalah di mata hukum oleh PN Lubuklinggau, karena telah melakukan tindak pidana menghalang-halangi kegiatan usaha pertambangan.
Karena Undang-Undang (UU), lanjut Prasetya, telah melarang setiap orang merintangi kegiatan usaha pertambangan dari pemegang IUP, IUPK, IPR atau SIPB yang telah memenuhi persyaratan.
Seperti diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 tahun 2020 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
“Ya, artinya kita harus sama sama menghargai hasil keputusan dari pengadilan negeri lubuk linggau tersebut. Dan kami berharap untuk kedepannya, tidak ada lagi tindakan-tindakan serupa terjadi lagi di wilayah Muratara Sumsel,” ujarnya kepada Liputan6.com.