Liputan6.com, Jakarta Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan, mencatat telah memblokir kegiatan usaha 69 perusahaan yang tidak memenuhi kewajiban implementasi Devisa Hasil Ekspor (DHE).
“Ada 69 perusahaan yang belum memenuhi kewajiban DHE-nya, hingga sampai saat ini kita masih blokir kegiatan usahanya," kata Direktur Jenderal Bea Cukai Askolani saat konferensi pers APBN KiTa di Jakarta, dikutip Rabu (14/8/2024).
Adapun pemblokiran dilakukan mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2023 tentang Devisa Hasil Ekspor (DHE) dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam, perusahaan eksportir yang memperoleh devisa hasil ekspor diwajibkan menempatkan devisanya ke dalam sistem keuangan Indonesia, khususnya melalui bank-bank yang beroperasi di Indonesia.
Advertisement
Maka bagi eksportir yang tidak mematuhi ketentuan dalam peraturan tersebut, secara otomatis akan dikenakan sanksi, baik dalam bentuk denda administratif hingga pembatasan kegiatan ekspor.
111 Perusahaan Eksportir
Lebih lanjut, Askolani menyebut hingga kini terdapat 111 perusahaan eksportir yang mendapatkan catatan dari Bank Indonesia (BI). Dimana dari 111 eksportir itu 43 perusahaan diantaranya telah menjalankan kewajibannya sebagaimana PP DHE.
"Secara konsisten kita lakukan koordinasi dengan Bank Indonesia mengimplementasikan PP DHE, dan ini juga mendukung penguatan cadangan devisa kita sesuai kebijakan PP DHE itu," ujarnya.
Sebagai informasi, dalam peraturan DHE disebutkan bahwa Pemerintah, Bank Indonesia, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) diberikan wewenang untuk mengawasi pelaksanaan peraturan ini guna memastikan DHE dikelola dengan baik.
"PP ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk memperkuat stabilitas ekonomi dengan mengamankan devisa hasil ekspor dan mengoptimalkan penggunaannya untuk pembangunan nasional," pungkasnya.
Sering Viral, Pemasukan Bea Cukai Tembus Rp 154,4 Triliun per Juli 2024
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat penerimaan bea dan cukai per Juli 2024 mencapai Rp154,4 triliun atau tumbuh 3,1% dibanding periode yang sama tahun lalu.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, menjelaskan penerimaan tersebut sudah mencapai 48,1% dari target anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).
Untuk rinciannya, penerimaan bea masuk tercatat Rp29 triliun atau naik 2,1% (yoy), dan 50,6% dari target APBN. Lalu, penerimaan bea keluar mencapai Rp9,3 triliun atau naik 58,1% (yoy) dan 52,9% dari target APBN. Kemudian, penerimaan cukai mencapai Rp116,1 triliun atau naik 0,5% yoy dan 47,2% dari target APBN.
"Ada perkembangan menarik di bea keluarnya. Kalau bea masih relatif tumbuh sudah bagus positif tapi tumbuhnya tipis di 2,1%. Terutama untuk nilai impor yang naik meskipun rata-rata tarif kita menurun, kecuali kalau kita melakukan beberapa tarif, untuk proteksi, tapi rata-rata tarif kita turun dari 1,45% pada 2023 menjadi 1,34% (pada 2024)," kata Sri dalam konferensi pers APBN Kita di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa, (13/8/2024).Hal ini disebabkan oleh penurunan penerimaan dari komoditas utama, seperti gas, kendaraan, dan suku cadang kendaraan.
Selain itu, peningkatan bea masuk juga dipengaruhi oleh penguatan nilai tukar dolar AS terhadap rupiah, yakni dari Rp15.077/USD pada 2023 menjadi Rp15.910/USD pada 2024.
Advertisement
Peningkatan Bea Keluar
Sementara, peningkatan bea keluar dipengaruhi oleh bea keluar tembaga yang tumbuh 92,8% (yoy) dengan pangsa dari total bea keluar mencapai 76,5%. Hal ini dipengaruhi relaksasi ekspor komoditas tembaga.
Penerimaan bea keluar juga dipengaruhi oleh produk sawit turun 60% (yoy). Hal ini terjadi lantaran adanta penurunan rata-rata harga crude palm oil (CPO) 2024 sebesar 5,91% (yoy), yakni dari USD865/metrik ton menjadi USD814/metrik ton. Disisi lain juga adanya penurunan volume ekspor produk sawit 15,48% (yoy), dari 24,01 juta ton menjadi 20,29 juta ton.
Penerimaan Cukai
Untuk penerimaan cukai dipengaruhi penerimaan cukai hasil tembakau Rp111,3 triliun, tumbuh tipis 0,1% (yoy). Hal ini dipengaruhi kenaikan produksi, utamanya golongan II dan golongan III.
Selanjutnya, penerimaan cukai juga dipengaruhi oleh penerimaan cukai MMEA yang tercatat sebesar Rp4,6 triliun atau tumbuh 10,6%, didorong kenaikan tarif dan produksi MMEA dalam negeri, serta dipengaruhi oleh penerimaan cukai EA sebesar Rp80,4 miliar atau tumbuh 21,8% sejalan dengan kenaikan produksi.
Defisit APBN pada Juli 2024 Capai Rp 93,4 Triliun
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mengalami defisit Rp 93,4 triliun hingga Juli 2024. Defisit APBN 2024 ini minus 0,41% dari produk domestik bruto (PDB).
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, menyebut defisit tersebut masih kecil dibandingkan total target defisit APBN tahun ini yang sebesar 2,2 persen.
"Dari total postur, bulan Juli kita mengalami defisit Rp93,4 triliun atau 0,41 persen dari GDP. Ini masih kecil dibandingkan total target defisit tahun ini, yang seperti di dalam APBN yaitu 2,2 persen," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Juli 2024, di Kementerian Keuangan, Selasa (13/8/2024).
Kendati begitu secara keseluruhan, kinerja APBN hingga bulan Juli masih menunjukkan perkembangan perbaikan. Hal itu dilihat dari pendapatan negara yang mencapai Rp1.545,4 triliun hingga Juli 2024.
"Ini artinya kita telah mengumpulkan 55,1 persen dari target APBN tahun ini. Kalau Anda lihat gross-nya 4,3 persen itu jauh lebih kecil dari gross negatif bulan lalu yang sekitar 7 persen. Jadi, ini sudah mulai membaik, sekarang gross negatifnya mengecil di 4,3 persen," ujarnya.
Advertisement