Liputan6.com, Jakarta Masyarakat dihebohkan dengan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang menimpa mantan atlet anggar sekaligus selebgram Cut Intan Nabila.
Menurut Kapolres Bogor, AKBP Rio Wahyu Anggoro, KDRT terjadi pada Rabu, 13 Agustus 2024 pukul 10.09 di kediaman korban dan tersangka, Armor Toreador di Bogor.
Advertisement
Mendengar kasus ini, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mengecam keras segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak, terutama kekerasan dalam rumah tangga.
Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan, Ratna Susianawati meminta para korban untuk berani melaporkan kasus kekerasan yang dialaminya tanpa takut terstigma oleh masyarakat. Oleh karena itu, Ratna pun mengapresiasi keberanian seorang perempuan eks atlet anggar yang angkat bicara terkait kasus kekerasan yang dilakukan oleh suaminya.
“Kekerasan terhadap perempuan dan anak sebagai kelompok rentan tidak bisa kita toleransi lagi. Terlebih kekerasan tersebut terjadi di tempat yang seharusnya menjadi ruang paling aman dan dilakukan oleh orang terdekat korban,” kata Ratna dalam keterangan pers, Rabu (14/8/2024).
“Korban harus berani bersuara agar hak-haknya terpenuhi dan pelaku mendapatkan hukuman tegas sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Di sisi lain, kita sebagai masyarakat dan pemerintah juga harus memberikan dukungan dan pelayanan yang mengedepankan kepentingan korban,” ujar Ratna di Jakarta.
KemenPPPA Segera Dampingi Korban
Menurut Ratna, pihaknya melalui Layanan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) telah melakukan komunikasi dan sinergi lintas pihak dalam menangani kasus ini.
Setelah pemberitaan kasus KDRT ini mencuat, tim SAPA langsung melakukan koordinasi dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kota Bogor. Kerja sama juga dilakukan dengan Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Bogor.
“Berdasarkan informasi yang kami dapatkan, P2TP2A Kabupaten Bogor telah berkoordinasi dengan Kepala Unit PPA Kepolisian Resor (Polres) Bogor terkait penjangkauan dan proses visum korban dan anaknya.”
“Saat ini, Dinas PPPA Kabupaten Bogor juga melakukan pendampingan di Polres Bogor. KemenPPPA mengapresiasi seluruh pihak yang bergerak cepat dalam upaya terhubung dan memberikan pelayanan kepada korban. P2TP2A Kabupaten Bogor juga akan melakukan penjangkauan dan pendampingan psikologis bagi korban dan anak-anaknya pada Rabu (14/8/2024),” tutur Ratna.
Advertisement
Proses Hukum Harus Terus Berjalan
Ratna menegaskan, pihaknya mendorong penegakan hukum yang berkeadilan dan berperspektif korban.
“Informasi terakhir, Polres Bogor telah menangkap terduga pelaku di wilayah Jakarta Selatan. Proses hukum ini harus terus berjalan agar pelaku mendapatkan hukuman tegas guna mewujudkan keadilan bagi korban dan memberikan efek jera.”
“Tidak hanya kepada pelaku tapi juga kepada siapa pun yang terindikasi melakukan kekerasan,” ujar Ratna.
Ratna pun mengajak masyarakat yang mendengar, melihat, mengetahui, atau mengalami kasus kekerasan kepada perempuan dan anak untuk berani melapor.
Pelaporan bisa dilakukan ke lembaga-lembaga yang telah diberikan mandat oleh Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, seperti UPTD PPA, Penyedia Layanan Berbasis Masyarakat, dan Kepolisian untuk mencegah jatuhnya korban lebih banyak.
“Masyarakat juga dapat melapor melalui hotline Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 atau Whatsapp 08111-129-129,” ucap Ratna.
Ancaman Hukuman Berlapis bagi Armor Toreador
Akibat perbuatannya, Armor hari ini ditetapkan sebagai tersangka menghadapi hukuman berlapis. Ia melanggar pasal kekerasan fisik dalam rumah tangga (KDRT), Pasal 44 ayat 2 UU 23 Tahun 2004 dengan ancaman 10 tahun penjara.
“Kami juga memasukkan pasal kekerasan terhadap anak seperti yang kita lihat di video tersebut. Yaitu pasal 80 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 dengan ancaman 4 tahun 8 bulan ditambah sepertiga (1,6 tahun),” papar Rio dalam rilis media Polres Bogor pada Rabu (14/8).
Menurutnya, hukuman ini merupakan hasil kesepakatan dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA).
“Kemudian kami juga menambahkan pasal penganiayaan pasal 351 KUHP dengan ancaman pidana paling lama lima tahun penjara,” ujar Rio.
Advertisement