Liputan6.com, Jakarta - Di tengah empati yang diutarakan warga jagat maya akan kasus diduga kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dialami mantan atlet anggar Cut Intan Nabila, mereka juga berbagi beda red flags dengan ujian pernikahan. Di template yang dibagikan ulang penguna Instagram, warganet menegaskan bahwa KDRT bukanlah ujian pernikahan.
Narasi itu berbunyi, "IMO (in my opinion (menurut saya)), ujian pernikahan dan red flags itu beda. Red flags itu semacam peringatan bahwa pernikahannya udah gak sehat, misal KDRT, selingkuh, pengabaian dan adiksi.
Advertisement
"Kalau ujian pernikahan itu semacam tantangan yg perlu dihadapi bersama sebagai tim. Misal suami di-PHK, istri bantu perekonomian. Atau istri sakit dan suami setia menemani. Atau ada kendala infertilitas. Sering kali juga ujian tuh faktor eksternal di luar kontrol, bukan diadain dengan sengaja."
"Itu baru ujian. Permasalahan dihadapi bersama bukan salah satu bikin masalah, pasangannya yang nanggung sakitnya. Jadi, KDRT, selingkuh, pengabaian, dan adiksi adalah faktor penyebab trauma, BUKAN UJIAN RUMAH TANGGA," tandas pernyataan tersebut.
Ungkapan ini sebenarnya sudah ada sebelum kasus Cut Intan Nabila diketahui publik dari video penganiayaan yang dibagikan sang mantan atlet di akun Instagram pribadi pada Selasa, 13 Agustus 2024. Ini dari akun X, dulunya Twitter @disyarinda, yang mengomentari kasus kekerasan lain yang diduga dilakukan seorang ayah pada anaknya.
Suami Cut Intan Nabila Ditangkap Polisi
Beberapa jam setelah rekaman KDRT diunggah Cut Intan Nabila di akun Instagram-nya, suaminya Armor Toreador ditangkap polisi di sebuah hotel di Jakarta Selatan. Kepada jurnalis, Kapolres Bogor AKBP Rio Wahyu Anggoro membenarkan kabar Armor ditangkap polisi, lapor kanal News Liputan6.com.
Terpisah, Kapolsek Sukaraja Bogor Kompol Birman Simanullang membenarkan bahwa kasus dugaan KDRT yang menimpa Intan terjadi di wilayah hukumnya. "Ya betul (dugaan tindak pidana KDRT) itu terjadi di wilayah saya di Cikeas Sukaraja. Anggota Reskrim Polres Bogor sedang melakukan penyelidikan," sebut dia.
Di keterangan terbaru, AKBP Rio berkata, "Ini adalah saudara ATG (Armor Toreador Gustifante) yang kemarin tertangkap. Sudah kita laksanakan pemeriksaan, sudah ditetapkan tersangka, dan sudah kita lakukan penahanan dengan tiga alat bukti," dikutip dari YouTube Intens Investigasi, Rabu (14/8/2024).
Di depan awak media, Armor mengakui perbuatannya dan sudah sering melakukan tindak KDRT pada istri. Kekerasan itu terjadi di depan anak ataup saat hanya berdua dengan Intan.
Advertisement
Pengakuan Suami Cut Intan Nabila
"Sudah lebih dari lima kali dari tahun 2020. Saya tidak akan melakukan pembelaan apapun. Yang jelas saya mengaku bersalah. Saya siap menjalani proses hukum dengan sebenar-benarnya," ujar Armor "Pernah terjadi (di depan anak), tapi kebanyakan berdua."
Orangtua sampai tetangga sekitar disebut tahu bahwa Armor dan Intan sering ribut, dan ada dugaan tindak penganiayaan di dalamnya. Rio menekankan bahwa Armor harus siap menanggung konsekuensi perbuatannya. Berbagai pihak juga telah dilibatkan untuk menyelamatkan Intan dan anak-anaknya.
"Saya akan berjuang untuk membuat terang kasus ini dan saya akan menggandeng KPAI untuk menyelamatkan psikologi istri dan anak-anakmu. Kalau kamu tidak mau bertanggung jawab terhadap anak-anakmu, beliau bersama saya yang akan membesarkan anakmu," tutupnya.
Mendapati kasus ini, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mengecam keras segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak, terutama kekerasan dalam rumah tangga, rangkum kanal Health Liputan6.com, Rabu. Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan KemenPPPA Ratna Susianawati meminta para korban berani melaporkan kasus kekerasan yang dialaminya tanpa takut terstigma masyarakat.
Dorong Korban KDRT Melapor
Maka itu, Ratna mengapresiasi keberanian Cut Intan Nabila yang berani angkat bicara terkait kasus kekerasan yang diduga dilakukan suaminya. "Kekerasan terhadap perempuan dan anak sebagai kelompok rentan tidak bisa kita toleransi lagi. Terlebih kekerasan tersebut terjadi di tempat yang seharusnya jadi ruang paling aman dan dilakukan orang terdekat korban," kata Ratna dalam keterangan pers, Rabu (14/8/2024).
Ia menyambung, "Korban harus berani bersuara agar hak-haknya terpenuhi dan pelaku mendapat hukuman tegas sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Di sisi lain, kita sebagai masyarakat dan pemerintah harus memberi dukungan dan pelayanan yang mengedepankan kepentingan korban."
Menurut Ratna, pihaknya melalui Layanan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) telah melakukan komunikasi dan sinergi lintas pihak dalam menangani kasus ini. Setelah pemberitaan kasus KDRT ini mencuat, tim SAPA langsung berkoordinasi dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kota Bogor.
Kerja sama juga dilakukan dengan Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Bogor. "Saat ini, Dinas PPPA Kabupaten Bogor juga melakukan pendampingan di Polres Bogor," ucapnya.
Advertisement