Liputan6.com, Bandung - Pada tanggal 14 Agustus di Indonesia terdapat peringatan yang dikenal dengan nama “Hari Pramuka”. Peringatan ini mempunyai peran penting untuk mengingat kembali bagaimana kehadiran Pramuka di Indonesia.
Hari Pramuka menjadi momen sempurna untuk masyarakat mengingat kembali bagaimana kehadiran pramuka dan perjuangan para tokoh di baliknya. Mengutip dari situs Kab Kulon Progo, Hari Pramuka mempunyai sejarah yang penting dalam perjalanan bangsa.
Advertisement
Sebagai informasi, Pramuka atau Praja Muda Karana awalnya berkembang lebih dahulu di Inggris. Kala itu, dikembangkan melalui pembinaan remaja oleh Lord Robert Baden Powell of Gilwell.
Sementara di Indonesia, Pramuka pertama kali menyebar ketika berdirinya Nederlandsche Padvinders Organisatie (NPO). Kemudian namanya berubah menjadi Nederlands Indische Padvinders.
Kemudian pada tahun 1916, SP Mangkunegara VII membuat organisasi pramuka sendiri di Indonesia tanpa adanya campur tangan Belanda. Organisasi tersebut dikenal dengan nama Javaansche Padvinders Organisatie (JPO).
Berdirinya organisasi tersebut menjadi awal adanya organisasi kepanduan pertama di tanah nusantara. Kehadirannya juga menjadi penyemangat untuk berdirinya organisasi kepanduan lain pada saat itu.
Perkembangan kepanduan di Hindia-Belanda saat itu ternyata berhasil menarik perhatian Bapak Pandu Sedunia, Lord Baden-Powell bersama istri dan anak-anaknya mengunjungi kepanduan di Batavia, Semarang, dan Surabaya pada awal Desember 1934.
Kala itu, para pandu di Hindia-Belanda pernah mengikuti Jambore Kepanduan Sedunia tahun 1933 di Hungaria. Sebagai kunjungan delegasi kecil untuk menyaksikan kegiatan akbar tersebut.
Kepanduan Menjelang Kemerdekaan
Melansir dari situs Pramuka, setelah Indonesia merdeka, pada perkembangannya kepanduan Indonesia mulai terpecah menjadi 100 organisasi yang tergabung dalam Persatuan Kepanduan Indonesia (Perkindo).
Namun, jumlah perkumpulan kepramukaan di Indonesia tidak sebanding dengan jumlah anggota perkumpulan. Pada masa itu juga masih ada rasa golongan yang tinggi dan membuat Perkindo lemah.
Kemudian dalam mencegah hal tersebut, Presiden Soekarno bersama Sri Sultan Hamengkubuwono IX yang saat itu merupakan Pandu Agung, mulai menggagas peleburan sebagai organisasi kepanduan dalam satu wadah.
Gagasan tersebut pertama kali diungkapkan oleh Presiden Soekarno ketika mengunjungi Perkemahan Besar Kepanduan Putri Indonesia di Desa Semanggi, Ciputat, Tangerang pada awal Oktober tahun 1959.
Presiden juga mengumpulkan tokoh serta pemimpin gerakan kepanduan di Indonesia sampai akhirnya seluruh organisasi kepanduan yang ada dilebur menjadi satu dengan nama Pramuka. Presiden juga menunjuk panitia pendiri atas Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Prijono, Azis Saleh, Achmadi, dan Muljadi Djojo Martono.
Advertisement
Menjadi Bapak Pramuka Indonesia
Sri Sultan Hamengkubuwono IX dikenal sebagai Bapak Pramuka Indonesia karena sosoknya menjadi salah satu orang yang berperan penting dalam sejarah perkembangan Pramuka. Ia diketahui sebagai pencetus kata “Pramuka” atau Praja Muda Karana.
Sosoknya diketahui aktif di kegiatan kepramukaan prakemerdekaan Indonesia dan menjelang tahun 1960-an ia menjadi pemimpin kepanduan yang disebut Pandu Agung. Sri Sultan Hamengkubuwono IX juga menjadi orang yang aktif berdiskusi dengan Presiden Soekarno.
Keduanya sering berdiskusi terkait penyatuan organisasi-organisasi kepanduan, pendirian gerakannya, serta perkembangannya. Kemudian ketika meleburnya organisasi pramuka, Presiden Soekarno melantiknya sebagai Ka Kwarnas pertama pada tanggal 14 Agustus 1961.
Selain Sri Sultan Hamengkubuwono IX, terdapat sejumlah tokoh-tokoh Pramuka Indonesia lainnya yang membuat Pramuka ada sampai saat ini. Di antaranya adalah Presiden Soekarno, Prijono, Aziz Saleh, hingga Mochamad Achadi.
Profil Singkat Sri Sultan Hamengkubuwono IX
Berdasarkan informasi dari beberapa sumber Sri Sultan Hamengkubuwono IX lahir pada tanggal 12 April 1912 di Yogyakarta dengan nama Gusti Raden Mas Dorodjatun. Ia merupakan putra dari Sri Sultan Hamengkubuwono VIII dan Raden Ajeng Kustilah.
Sri Sultan Hamengkubuwono IX menempuh pendidikannya dengan pendidikan setara sekolah dasar di Hollands Inlandse School (HIS) di Yogyakarta. Kemudian bersekolah juga di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) atau setara SMP di Semarang.
Hamengkubuwono IX juga menempuh pendidikan setara SMA di Algemeene Middelbare School (AMS) di Bandung. Dia juga menempuh pendidikan di Universiteit Leiden di Belanda.
Sebagai Bapak Pramuka, ia menjadi sosok yang memelopori sejumlah kegiatan kepramukaan. Misalnya, perkemahan Satya Dharma tahun 1964, kegiatan Wirakarya perkemahan pertama Pramuka Nasional pada 1968.
Kemudian Pembentukan Tri Satya Pramuka serta Dasa Dharma Pramuka yang masih digunakan sampai saat ini. Pada 1972, ia meraih penghargaan Silver World Award dari Boy Scouts di Amerika.
Sri Sultan Hamengkubuwono IX meninggal dunia pada tanggal 2 Oktober 1988 di Washington DC, Amerika Serikat. Ia kemudian dimakamkan di pemakaman para sultan Mataram di Imogiri, Bantul, DI Yogyakarta.
Advertisement