Pencipta Shalawat Badar Asal Banyuwangi Dapat Penghargaan dari Jokowi

Banyuwangi juga mulai bermunculan landmark-landmark yang berkaitan dengan Shalawat Badar, seperti di destinasi wisata Banyuwangi Theme Park yang di dalamnya juga memuat konten tentang historis Shalawat Badar.

oleh Erik Erfinanto diperbarui 15 Agu 2024, 18:00 WIB
Santri-santri El Bayan dalam acara “Shalawat Untuk Negeri”. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo).

Liputan6.com, Banyuwangi - Pencipta "Shalawat Badar" almarhum KH Ali Manshur mendapat anugerah kehormatan Bintang Budaya Parama Dharma dari Presiden Republik Indonesia Joko Widodo di Istana Negara, Rabu (15/8/2024).

Dalam keterangannya, penghargaan ini diberikan atas dedikasi Ali Manshur menciptakan "Shalawat Badar" semasa tinggal di Banyuwangi, Jawa Timur, pada 1959-1967.

Penghargaan ini diterima langsung oleh putra sulungnya, KH Ahmad Syakir Ali dan putra bungsunya, Gus Saiful Islam.

Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani yang turut menyaksikan penganugerahan tersebut mengaku bangga.

"Shalawat Badar ini punya ikatan kuat dengan Banyuwangi. Sebagai warga Banyuwangi kami turut bangga atas penganugerahan ini," katanya.

Di Banyuwangi, kata Ipuk, juga mulai bermunculan landmark-landmark yang berkaitan dengan Shalawat Badar, seperti di destinasi wisata Banyuwangi Theme Park yang di dalamnya juga memuat konten tentang historis Shalawat Badar.

"Ke depan tentu perlu didorong lebih banyak lagi untuk memperkenalkan kepada masyarakat luas bahwa shalawat tersebut diciptakan di Banyuwangi," tutur Bupati Ipuk.

Sementara itu, KH Ahmad Syakir Ali, putera almarhum KH Ali Manshur menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berinisiatif dan bekerja keras untuk memberikan perhatian pada Shalawat Badar dan proses penciptaannya.

 


Mencerminkan Kondisi Sosial-Politik Banyuwangi

Menurut Kiai Syakir, Banyuwangi merupakan salah satu pihak yang turut mendorong Shalawat Badar karangan ayahandanya tersebut bisa lahir. "Sedikit banyak tentu terinspirasi oleh Banyuwangi," katanya.

Sementara penulis buku "Shalawat Badar dari Banyuwangi untuk Dunia", Ayung Notonegoro, mengungkapkan teks shalawat itu mencerminkan kondisi sosio-politik di Banyuwangi pada masa Orde Lama. Saat itu kontestasi politik merambah berbagai bidang tak terkecuali seni-budaya.

"NU Banyuwangi menyebarluaskan Shalawat Badar yang aransemennya rancak dan penuh semangat sebagai dinamika situasi saat itu," katanya.

Infografis BMKG Sebut Gempa Megathrust di Indonesia Tinggal Tunggu Waktu. (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya