Liputan6.com, Jakarta - Insiden turbulensi pada penerbangan Singapore Airlines SQ321 hingga harus mendarat darurat di Bandara Internasional Suvarnabhumi Thailand memberi banyak perubahan aturan keselamatan pada dunia penerbangan. Inisiasi baru juga dilakukan oleh Kementerian Pertanahan, Infrastruktur, dan Transportasi Korea Selatan.
Mengutip laman The Korean Times, Kamis (15/8/2024), Kementerian tersebut mengeluarkan pedoman baru untuk maskapai penerbangan. Aturan itu mencakup prosedur standar untuk menangguhkan layanan kabin seperti makanan dalam penerbangan dan penjualan bebas bea jika terjadi turbulensi.
Advertisement
Pedoman ini juga menyarankan agar layanan dalam penerbangan berakhir 40 menit sebelum mendarat pada rute jarak menengah dan jauh, serta 15 menit sebelum mendarat pada rute jarak pendek. Ini merupakan penyesuaian sekitar 20 menit lebih awal dari praktik sebelumnya.
Maskapai penerbangan besar, seperti Korean Air dan Asiana Airlines, telah mulai menerapkan kebijakan ini. Maskapai penerbangan berbiaya rendah lainnya juga menyatakan kesediaan mereka untuk mempertimbangkan rekomendasi pemerintah.
Pedoman baru ini juga menyarankan maskapai penerbangan untuk meninjau risiko yang terkait dengan penyajian sup dan teh panas di dalam pesawat. Korean Air, misalnya, telah menangguhkan layanan mi instan di kelas ekonomi untuk mencegah luka bakar yang disebabkan oleh turbulensi.
Selain itu, maskapai penerbangan akan meningkatkan pengumuman dalam penerbangan untuk mengingatkan penumpang agar selalu mengenakan sabuk pengaman selama penerbangan. Dalam tiga tahun terakhir, turbulensi udara menyebabkan 111 kecelakaan penerbangan di seluruh dunia, mencakup 61,7 persen dari total 180 kecelakaan.
Langkah Antisipasi Keselamatan Penumpang Pesawat
Maskapai penerbangan Korea melaporkan 14.820 kasus turbulensi udara dalam enam bulan pertama tahun ini, yang sudah mencapai 72 persen dari total tahun lalu. Angka ini 78 persen lebih tinggi dari periode yang sama pada 2019.
Kementerian Pertanahan, Infrastruktur, dan Transportasi juga memperkenalkan empat langkah baru yang dikembangkan dengan masukan dari para ahli di seluruh industri penerbangan, akademisi, dan bidang penelitian. Otoritas tersebut akan memperluas pembagian data antara badan meteorologi milik negara dan swasta serta maskapai penerbangan.
Ini akan memberikan informasi waktu nyata kepada pilot tentang turbulensi yang ada, sehingga memungkinkan pengambilan keputusan penerbangan yang lebih tepat. Layanan data meteorologi privat, seperti International Air Transport Association (IATA) Turbulence Aware dan Weather Service International Total Turbulence Automated Alerting (WSI-TTA), akan dapat diakses oleh semua penerbangan.
Ini juga termasuk maskapai berbiaya rendah (LCC). Agar pilot mendapatkan informasi yang lebih baik, kementerian juga akan memperluas ketersediaan Aircraft Communications Addressing and Reporting System (ACARS) untuk lebih banyak pilot.
Advertisement
Pelatihan Pilot dan Pramugari
Selain itu, platform berbagi informasi meteorologi penerbangan baru akan diperkenalkan bekerja sama dengan Kantor Meteorologi Penerbangan negara tersebut. Langkah lain difokuskan pada pelatihan pilot dan pramugari untuk merespons turbulensi dengan lebih baik selama penerbangan dengan menyelenggarakan seminar dan lokakarya bagi awak pesawat secara berkala.
Untuk meningkatkan kesadaran penumpang akan turbulensi, kementerian akan mewajibkan maskapai untuk lebih sering mengumumkan turbulensi di kabin. Selain itu, otoritas akan memperketat pedoman untuk memastikan keselamatan penumpang dengan membatasi layanan makanan dalam pesawat selama pendaratan dan mewajibkan sabuk pengaman tetap terpasang setiap saat.
Kementerian juga akan meminta negara-negara anggota Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) untuk membagikan data turbulensi yang telah dikumpulkan. Kolaborasi ini bertujuan untuk meningkatkan pemantauan global terhadap ancaman turbulensi.
Perwakilan dari 193 negara anggota ICAO akan bertemu pada bulan Agustus dan Oktober tahun ini untuk membahas peningkatan sistem navigasi udara global. Maskapai penerbangan Korea melaporkan 14.820 kejadian turbulensi pada paruh pertama tahun ini, yang menandai peningkatan 78 persen dibandingkan dengan tahun 2019.
Insiden Terkini Terkait Keamanan di Atas Pesawat
Selama periode ini, turbulensi menjadi penyebab tujuh dari setiap 10 kecelakaan penerbangan. Turbulensi semakin berkontribusi terhadap kecelakaan penerbangan secara global. Dalam tiga tahun terakhir, turbulensi bertanggung jawab atas 111 kecelakaan, yang merupakan 61 persen dari total kecelakaan penerbangan selama periode tersebut.
Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan dekade terakhir, di mana turbulensi menyumbang 421 dari 792 kecelakaan penerbangan, atau 53 persen. Tahun ini telah terjadi 15 kecelakaan terkait turbulensi yang mengakibatkan setidaknya satu korban.
Insiden fatal pertama terjadi pada 21 Mei di dalam pesawat Singapore Airlines yang terbang dari London ke Singapura, di mana satu orang meninggal dan 71 lainnya cedera. Kecelakaan terakhir terjadi pada 2 Juli, ketika 30 penumpang dalam pesawat Air Europa cedera.
Sebelumnya, pada 19 Mei, pesawat T’way Airlines mengalami turbulensi yang mengakibatkan dua orang cedera serius dan 10 orang cedera ringan. Selain itu, pada 26 Mei 2024 pesawat Qatar Airways melaporkan cedera pada enam penumpang dan enam awak kabin.
Advertisement