Liputan6.com, Sukabumi - Harapan para penyintas bencana pergerakan tanah di Desa Kertaangsana, Kabupaten Sukabumi untuk memiliki hunian tetap akhirnya terwujud. Sebanyak 129 hunian tetap kini mulai bisa ditinggali setelah serah terima oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) RI.
Penyerahan huntap itu dibarengi dengan peresmian Kampung Haji BPKH, program itu merupakan hasil kolaborasi BPKH dan DT Peduli. Pada momen tersebut warga juga menerima KTP dan KK dengan pembaruan domisili yakni Kampung Gunung Batu, Desa Kertaangsana Kabupaten Sukabumi.
Kepala Badan Pelaksana BPKH, Fadlul Imansyah mengatakan, pembangunan huntap itu bersumber dari himpunan Dana Abadi Umat, yang dialokasikan sebesar Rp7,99 miliar.
Baca Juga
Advertisement
“Kalau kita lihat dari perkampungan ini selain dari 129 unit rumah juga ada miniatur dari Ka'bah kemudian miniatur dari Shofa Marwah, jamratul, sampai dengan sumur zam-zam. Ini merupakan dari sosialisasi dan edukasi dari BPKH terkait dengan rekrutmen calon jemaah haji Indonesia,” ujar Fadlul usai peresmian hunian, Rabu (14/8/2024).
Pihaknya berharap, dibangunnya hunian tersebut bisa memberikan kenyamanan bagi warga penyintas bencana pergerakan tanah Sukabumi. Serta membantu mereka pulih dari bencana pergerakan tanah yang terjadi pada tahun 2019 silam.
“Jadi setiap pembangunan dari distribusi kemaslahatan ini adalah dana yang digunakan berasal dari hasil atau nilai manfaat atas dana abadi umat yang kami kelola sekitar Rp3,7 sampai Rp3,8 triliun,” ujarnya.
Ini adalah kali ketiga BPKH melakukan pembangunan kampung haji. Sebelumnya, program serupa juga telah dilaksanakan di Donggala dan Sigi Sulawesi Tengah bagi warga penyintas bencana pada tahun 2018.
“Nilai manfaatnya setiap tahun Rp200 miliar. Rp7,99 miliar atau Rp8 miliar untuk bangun huntap Kertaangsana, kalau Rp3,7 triliun itu pokok dana abadi umat,” jelasnya.
Pihaknya memastikan, hingga saat ini setiap distribusi program kemaslahatan tidak menggunakan dana setoran awal haji. Tapi hanya menggunakan dana abadi umat dan itu pun tidak menggunakan pokok dari dana abadi umat. Namun menggunakan hasil atau nilai manfaat dari pengelolaan keuangan haji di dana abadi umat.
Simak Video Pilihan Ini:
Tanggapan Pemerintah Daerah Kabupaten Sukabumi
Sekretaris Kabupaten Sukabumi Ade Suryaman mengaku bersyukur atas terwujudnya penyelesaian hunian tetap bagi penyintas bencana pergerakan tanah di Desa Kertaangsana. Hal ini bisa dipercepat berkat kolaborasi bersama BPKH.
Selain itu, adanya Kampung Haji BPKH dinilai berpotensi untuk tempat wisata dalam memajukan perekonomian warga.
“Oleh karena itu kolaborasi yang sangat baik, hal ini bisa terwujud kan kita menunggunya dari 2019 ini. Masyarakat sudah beberapa kali audiensi dengan Pemda,” ujar Ade Suryaman.
Disinggung soal status lahan, dia menjelaskan, saat ini masih tanah itu berstatus milik Pemda. Belum ada waktu pasti mengenai sertifikat atau hak kepemilikan tanah. Hal itu nantinya akan diproses oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Pihaknya juga bakal mengintervensi Dinas Perumahan dan Permukiman (Perkim) agar segera melengkapi pembangunan sarana dan prasarana berupa fasum dan fasos, atau fasilitas umum dan fasilitas sosial.
“Memang kemarin jadwalnya kita sebetulnya tander dari Perkim itu baru di akhir, jadi bukan dari awal. Kalau dari awal kita menginginkan peresmian di akhir setelah rapih semua. ternyata dari BPKH dan yayasan DT Peduli juga ingin lebih cepat,” ungkapnya.
Sebagai informasi, sebagian penyintas bencana pergerakan tanah Sukabumi masih menanti hunian tetap. Diantaranya di Kampung Ciherang dan Cijangkar, Kecamatan Nyalindung dan Desa Pasirsuren Kecamatan Pelabuhanratu.
Advertisement
Warga Bisa Tidur Nyenyak
Salah satu warga penyintas bencana pergerakan tanah, Dahlan (51) mengatakan, selama 5 tahun terakhir dirinya terpaksa mengontrak rumah jika musim hujan datang. Karena khawatir pergerakan tanah akan lebih parah saat musim penghujan.
“Enggak kayak di bawah jadi disini kan adem kalau dibawah mah kan miring, semua satu RW yang dampak yang kena juga pindah,” ujar Dahlan.
Dahlan yang sehari-hari bekerja sebagai petani ini mengaku bersyukur atas hunian tetap tersebut. Meskipun, kini jarak ke perkebunan menjadi lebih jauh. Dia juga berharap akses jalan di sekitar huntap, cepat selesai. Sebab kerap menimbulkan debu jika dilintasi kendaraan.
“Sebelum 5 tahun nggak boleh (diubah) bagian depan, kalau area belakang mah buat bikin dapur dari dulu juga udah (boleh) cuman depan mah gaboleh dirubah,” ungkapnya.
Hunian yang ditempati warga penyintas bencana ini merupakan bangunan semi permanen, dengan luas tanah sekitar 7x13 meter dan luas bangunan sekitar 5x7 meter. Berisi dua kamar tidur, dan satu kamar mandi.