Liputan6.com, Jakarta - Pakar Kebijakan Publik Achmad Nur Hidayat mengatakan dugaan kasus biaya denda impor atau demurrage akibat peti kemas berisi beras impor yang tertahan di Pelabuhan memiliki konsekuensi hukum karena adanya kerugian.
Menurut dia, kasus yang terjadi karena ada ketidakefisienan dalam tata kelola pengadaan beras impor itu harus menjadi pelajaran agar tidak terulang kembali, meski pihak asuransi bisa menanggung kerugian tersebut.
Advertisement
"Asuransi itu bisa karena ada premi yang dibayar. Dibayarnya oleh negara. Jadi walaupun sudah dibayar oleh asuransi tidak menggugurkan pasal kelalaiannya, ketidakefiesienan lembaga negara," ujarnya seperti dilansir Antara.
Direktur Narasi Institute ini menilai pengusutan kasus tersebut oleh penegak hukum juga dapat menjadi pintu masuk atas dugaan pelanggaran hukum terkait pengadaan impor pangan lainnya.
"Ini bisa saja menjadi pintu masuk untuk membuka skandal impor yang lebih besar," katanya.
Tertahan di Pelabuhan
Sebelumnya, Kementerian Perindustrian mencatat adanya sekitar 26.425 peti kemas yang masih tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Perak. Dari peti kemas tersebut, sebanyak 1.600 diantaranya diduga merupakan beras impor.
Peti kemas yang tertahan tersebut berpotensi menimbulkan biaya denda impor atau demurrage yang dikenakan kepada pemilik barang karena adanya keterlambatan pengembalian kontainer kepada pihak perusahaan pelayaran.
Sementara itu, Studi Demokrasi Rakyat (SDR) melaporkan Perum Bulog dan Bapanas kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (3/7), atas dugaan penggelembungan harga beras impor dari Vietnam serta kerugian negara akibat demurrage di Pelabuhan.
Meski demikian, belum ada perkembangan lanjutan terkait penanganan kasus tersebut, karena penyelidikan yang dilakukan oleh KPK masih bersifat rahasia.
Advertisement