Cerita Tumenggung Tarib, Berhasil Sekolahkan Sang Cucu Buktikan Orang Rimba Suku Anak Dalam Bisa Berprestasi

Salah satu pimpinan rombong (Tumenggung) Orang Rimba atau Suku Anak Dalam (SAD) Tarib bangga sang cucu MT Pauzan berhasil menamatkan pendidikan di salah satu Perguruan Tinggi di Bogor, Jawa Barat.

oleh Tim News diperbarui 16 Agu 2024, 13:03 WIB
Salah satu pimpinan rombong (Tumenggung) Orang Rimba atau Suku Anak Dalam (SAD) Tarib bangga sang cucu MT Pauzan berhasil menamatkan pendidikan di salah satu Perguruan Tinggi di Bogor, Jawa Barat. (Liputan6.com/ Dok. Dessy Rizky)

Liputan6.com, Jakarta Salah satu pimpinan rombong (Tumenggung) Orang Rimba atau Suku Anak Dalam (SAD) Tarib membayangkan masa depan yang lebih cerah. Sebab, MT Pauzan, cucunya berhasil menamatkan pendidikan di salah satu Perguruan Tinggi di Bogor, Jawa Barat.

MT Pauzan, pemuda yang lahir di kawasan Taman Nasional Bukit Dua Belas, Jambi dan melewati masa kecil bersama kawanan anak-anak SAD bercawat kini bergelar sarjana.

Ia kuliah di Politeknik Pembangunan dan Pertanian (Polbangtan), Bogor. Cucunya bahkan lulus dengan nilai memuaskan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) mencapai 3,26.

Setelah keluar hutan dan menetap di perumahan yang berlokasi di Dusun Pal Makmur, Air Panas, Desa Bukit Suban, Sarolangun, Jambi, Pauzan memang makin menapaki hidup baru. Berkat arahan Tumenggung Tarib, ia bersekolah.

Perjalanan Pauzan untuk menuntaskan pendidikannya tidaklah mudah. Ia sempat merasa apa yang dilakukannya dengan bersekolah akan sia-sia. Itu sebabnya, Sewaktu SMP, Pauzan sempat kabur dan memutuskan untuk berhenti bersekolah.

"Waktu itu saya merasa tidak sanggup untuk mengikuti teman-teman yang lain, dan melihat teman-teman sepantaran saya asik bermain setiap hari. Akhirnya terpengaruh dan berfikiran buat apa saya sekolah, nanti juga tidak jadi apa apa," kata Pauzan menceritakan alasannya kabur dari sekolah, yang disampaikan melalui keterangan tertulis, Kamis (15/8/2024).

Untung saja, waktu itu sang kakek menasehati. Bahkan memarahi Pauzan yang seakan belum paham manfaat pendidikan.

Tumenggung Tarib masih ingat betapa ia harus mengiba pada guru sekolah supaya menerima kembali cucunya belajar di kelas. Ia bahkan menemui pimpinan PT Sari Aditya Loka, perusahaan perkebunan kelapa sawit Grup Astra Agro yang beroperasi di Sarolangun, Jambi.

"Saya minta bantuan perusahaan supaya mau menyampaikan ke guru-guru untuk menerima cucu saya lagi bersekolah," kata Tumenggung Tarib dalam bahasa Indonesia yang sesekali masih bercampur bahasa dan dialek Orang Rimba.

 


Ingatkan Pendidikan Penting untuk Masa Depan

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim bermalam bersama komunitas Suku Anak Dalam (SAD) dalam kunjungannya ke Jambi. (Dok: Kemendikbud)

Jerih payah Tumenggung Tarib membuahkan hasil karena sang cucu bisa melanjutkan sekolah. Setelah lulus SMP Pauzan masuk ke sebuah sekolah kejuruan di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Dari Yogyakarta, ia mendaftar ke Polbangtang, Bogor. Pauzan dinyatakan lulus serta diwisuda pada Kamis, 8 Agustus 2024 lalu.

"Perusahaan sawit ini baik sekali," kata Tarib udai mendampingi wisuda Pauzan. Semuanya dibantu perusahaan.

Pendidikan yang diikuti Pauzan memang bagian dari program kepedulian PT Sari Aditya Loka. Dengan motto 'Sejahtera Bersama Bangsa', perusahaan ini ingin berkontribusi bagi kemajuan masyarakat.

Selain pendidikan, program corporate social responsibility juga menyasar bidang lingkungan, kesehatan dan ekonomi.

"Saya ndak tahu akan jadi apa kalau dia tetap gak mau sekolah," kata Tumenggung Tarib.

"Yang jelas, pendidikan penting untuk masa depan. Dengan bersekolah, anak-anak diajarkan untuk dapat mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang boleh dan tidak boleh untuk dilakukan seperti mengambil barang yang bukan miliknya atau mencuri," sambung dia.

 


Banyak Masyarakat Berubah

Saat masih menjabat sebagai Menteri Sosial, Khofifah Indar Parawansa beberapa kali berkunjung ke Jambi untuk bertemu dengan warga Suku Anak Dalam atau Orang Rimba Jambi. (Liputan6.com/B Santoso)

Tumenggung Tarib menjelaskan, masyarakatnya sekarang banyak berubah, budaya adat dan norma seakan sudah mulai ditinggalkan.

"Zaman dulu kami tidak sekolah, tapi kami tau aturan. Tapi sekarang, karena besarnya pengaruh lingkungan, mereka seakan lupa dengan aturan adat," kata Tarib.

Sebenarnya, kata Tumenggung Tarib yang juga biasa dipanggil dengan sebutan H Jaelani, dulu masyarakat SAD tidak mengenal kebiasaan mencuri.

Ada hukum adat yang akan dikenakan bila ada orang SAD yang ketahuan mengambil hak orang lain, termasuk memanen buah sawit perusahaan.

Sebagai Tumenggung, ia selalu mengingatkan warganya agar berperilaku sesuai aturan. Sebagai pimpinan masyarakat, Tumenggung Tarib juga ingin memberi teladan.

"Salah satunya dengan membuktikan bahwa Orang Rimba, masyarakat SAD, juga bisa sekolah dan lulus dari perguruan tinggi," kata Tarib.

"Kalau dulu dia tidak mau sekolah, mungkin bisa terpengaruh kearah yang tidak baik," tutup dia.

Infografis Cara Generasi 90-an Jalani Liburan Sekolah. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya