Liputan6.com, Sukabumi - Puluhan warga Kampung Kampung Lebak Muncang Desa Cikujang, Kecamatan Gunungguruh, Kabupaten Sukabumi, mendatangi kantor Desa Cikujang. Warga menyampaikan kekecewaan terhadap Kepala Desa yang dinilai tidak komitmen terkait penggantian lahan untuk pembangunan Posyandu Anggrek 09.
Tokoh masyarakat, Wendi Solihin mengatakan, kedatangan warga ke kantor Desa Cikujang ini, merupakan tindak lanjut dari pertemuan warga bersama Kepala Desa Cikujang pada beberapa waktu lalu. Dia mengatakan, bangunan Posyandu sebelumnya dilaporkan telah dijual oleh Kepala Desa Cikujang pada Agustus 2022 lalu.
Advertisement
“Jadi, pada 7 Agustus 2024 kemarin itu, saya bersama Ketua BPD, Ketua RT dan Ketua RW serta tokoh masyarakat melakukan musyawarah di majelis taklim dan dihadiri Kepala Desa untuk membahas tindak lanjut dari Posyandu,” kata Wendi, dikonfirmasi pada Kamis (15/8/2024).
Aksi demonstrasi itu berujung mediasi antara warga dan pihak desa. Mereka meminta penjelasan mengenai pembayaran tanah di atas bangunan posyandu yang telah dijual.
Dia mengatakan, lahan dan bangunan Posyandu tersebut merupakan aset pemerintah Desa Cikujang yang dibangun pada 2008 lalu dengan menggunakan program PNPM ini memiliki luas sekitar 100 meter.
“Memang dari kuitansi itu, tertulis nominal uang Rp15 juta untuk pembelian bidang tanah. Tapi, kenyataannya belum dibayar. Makanya, warga datang ke kantor desa,” ungkapnya.
Posyandu dijual oleh Kepala Desa kepada warga dengan harga Rp46 juta dan jika ditotal dengan surat akta jual beli (AJB) totalnya mencapai Rp48 juta.
“Jadi Posyandu yang dijual oleh Bu Kades itu, sekarang jadi rumah tinggal Pak Denis, untuk layanan posyandu terpaksa dialihkan ke daerah perumahan dan rumah Pak Kadus di wilayah tersebut,” ungkapnya.
Tanggapan Kepala Desa Cikujang
Menanggapi hal tersebut, Kepala Desa Cikujang, Heni Mulyani mengatakan, bahwa lahan di lokasi Posyandu Anggrek 09 ini, dahulunya merupakan tanah yang ia beli atas nama pribadi Heni Mulyani ke H Kamal.
“Saya dulu telah menjabat sebagai Kepala Desa itu dari tahun 2007, pembelian tanah itu tahun 2008, ada bukti kwitansi semuanya, pada saat itu anggaran PNPM, itu tanah tidak dihibahkan, tidak diwakafkan, hanya saya menyerahkan silahkan untuk dipergunakan pembangunan posyandu,” kata Heni.
Dia mengatakan, selama dua tahun dirinya menjabat sebagai kepala desa, Posyandu tersebut tidak terpakai dan menjadi bangunan terlantar dan lapuk. Setelah dijual, lanjut Heni, akhirnya Posyandu dialihkan ke Perumahan Cluster atau bukan perumahan kreditan.
“Karena terlantar dan karena tanah itu milik saya, akhirnya saya jual karena saya merasa tanah itu milik saya, akhirnya ramai mencuat. Nah, itu dijual tahun 2022 saat saya kembali menjabat sebagai kepala desa lagi,” tuturnya.
“Akhirnya dihibahkan lah si tanah dan bangunan itu (posyandu), masyarakat teriak lagi karena merasa tidak mau di situ, padahal posyandu itu sudah dipergunakan,” sambung dia.
Lebih lanjut, dia menjelaskan, karena menuai protes akhirnya ia selaku Kepala Desa Cikujang membuat perjanjian kembali dengan masyarakat, untuk penggantian tanah baru, dengan nilai harga tanah Rp15 juta.
“Selain penggantian tanah, pada perjanjian itu dijelaskan bahwa, bangunan akan dikembalikan seperti semula dengan ukuran 4x6 meter, tapi dengan satu catatan rumah yang berada di cluster tersebut kembali menjadi milik saya,” tutupnya.
Advertisement