Liputan6.com, Surabaya - Ketua Purna Paskibraka Jatim Sarjono menanggapi aturan larangan Paskibraka berjilbab oleh Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang sempat jadi polemik, sebelum akhirnya dibatalkan.
"Menyikapi kondisi yang di pusat, kami turut prihatin dan kami mewakili teman-teman Purna Paskibaraka Indonesia seluruh Jawa Timur menuntut untuk dilaksanakan evaluasi secara menyeluruh terhadap pelaksanaan paskibraka di tingkat pusat terkait larangan Paskibraka yang berjilbab," ujar Sarjono di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Jumat (16/8/2024).
Advertisement
Lebih lanjut, untuk Provinsi Jawa Timur, Sarjono menerangkan, akan tetap menghargai kebebasan dalam menjalankan keyakinannya masing-masing.
"Jadi, dari awal ada di seleksi masuk karantina pakai jilbab, pelaksanaan semuanya yang pakai jilbab, tetap pakai jilbab. Sedangkan yang tidak pakai jilbab itu artinya pada saat masuk karantina dan seleksi memang tidak pakai jilbab," terangnya.
Para Paskibraka pada upacara yang memakai jilbab ini, menurut Sarjono, telah ada sejak upacara Proklamasi Kemerdekaan 1945 di Jakarta oleh Soekarno.
"Pertama kali dilaksanakan pengibaran bendera di Jalan Pegangsaan itu juga sudah ada yang berjilbab di sana. Itu artinya dari awal sudah diizinkan bahwa kita menghargai keberagaman dalam menjalankan ibadah," tukas Sarjono.
"Jadi kita menuntut untuk dievaluasi terkait peraturan dan larangan tersebut. Selama seluruh dan harapannya ke depan kejadian seperti ini tidak terulang kembali. Harapannya seperti itu," sambung Sarjono.
Sarjono yang diketahui pernah menjadi Paskibraka pada 1998 tersebut mengungkapkan, sebetulnya di dalam aturan yang ada SK Kepala BPIP ini tidak menyebutkan secara jelas pelarangan tentang pemakan jilbab. Cuma dikatakan Sarjono di juklak itu juga tidak dijelaskan secara rinci aturan paskibraka berjilbab, yang ada di situ adalah paskibraka putri yang tidak berjilbab.
"Kalau kita mengutip apa yang disampaikan oleh Prof Mahfud, kalau tidak ada pelarangan dan tidak ada perintah itu artinya berarti boleh. Dan secara konstitusi di undang-undang dasar kita bahwa memakai jilbab untuk agama Islam itu adalah suatu kewajiban dan ibadah dan itu harus dihargai," pungkasnya.
Permohonan Maaf BPIP
Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) menyatakan permohonan maaf atas pemberitaan yang berkembang terkait pelepasan jilbab atau hijab bagi Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibaraka) Putri Tingkat Pusat Tahun 2024. Kini, mereka dipastikan dapat mengenakan jilbab atau hijab saat prosesi upacara HUT RI ke-79 di Ibukota Nusantara (IKN).
Kepala BPIP Yudian Wahyudi turut mengucapkan terima kasih dan apresiasi yang setinggi- tingginya atas peran media dalam pemberitaan kiprah Paskibraka.
“BPIP juga menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya kepada seluruh masyarakat Indonesia atas pemberitaan yang berkembang terkait dengan berita pelepasan jilbab bagi Paskibraka Putri Tingkat Pusat Tahun 2024 yang menghiasi pemberitaan, baik yang ada di media online maupun media massa lainnya, yang berlangsung selama dua hari ini sejak tanggal 14 hingga 15 Agustus 2024,” tutur Yudian dalam keterangannya, Kamis (15/8/2024).
Menurutnya, BPIP telah mengambil sikap usai konferensi pers yang dilakukan oleh BPIP pada tanggal 14 Agustus 2024, termasuk dengan mencermati perkembangan pemberitaan perihal pelepasan jilbab bagi anggota Paskibraka Putri tersebut.
“Dengan ini BPIP menegaskan mengikuti arahan Kepala Sekretariat Presiden (Kasetpres) selaku Penanggungjawab Pelaksanaan Upacara HUT RI ke-79 yang disampaikan pada tanggal 14 Agustus 2024 di Jakarta, yang menyatakan bahwa Paskibraka Putri yang mengenakan jilbab dapat bertugas tanpa melepaskan jilbabnya dalam pengibaran Sang Saka Merah Putih pada Peringatan HUT RI ke-79 di Ibukota Nusantara,” jelasnya.
Dia berharap, pernyataan tersebut dapat menjadi perhatian semua pihak, termasuk untuk seluruh penyelenggara dan petugas upacara HUT RI ke-79 di seluruh Indonesia.
“Demikian pernyataan resmi BPIP, semoga dapat menjadi acuan dalam pelaksanaan tugas Paskibraka baik pada tingkat Pusat maupun Daerah,” Yudian menandaskan.
Advertisement