Mendukung Asa Anak-Anak Keluarga Miskin di Bali Lewat Sekolah Kesetaraan Gratis

Pendidikan adalah hak semua anak bangsa di Indonesia, tapi tidak semua mendapat akses tersebut. Sekolah Kesetaraan Gratis jadi salah satu alternatif untuk anak-anak dari keluarga miskin di Indonesia agar mau terus belajar.

oleh Dinny Mutiah diperbarui 17 Agu 2024, 15:15 WIB
Suasana Sekolah Kesetaraan Gratis. (dok. BenihBaik.com)

Liputan6.com, Jakarta - Meski negara semestinya menjamin semua warga negaranya mendapat akses kepada pendidikan yang setara, fakta di lapangan tak selalu sejalan. Masih ada anak-anak yang terpaksa putus sekolah atau tak mendapat akses pendidikan yang layak.

Itulah yang melatari pendirian Sekolah Kesetaraan Gratis yang saat ini ditujukan bagi anak-anak dari keluarga miskin di Bali, tepatnya di daerah Kuta, Kabupaten Badung. Inisiatif yang merupakan hasil kolaborasi antara Mastercard, Central Department Store, dan BenihBaik.com itu menyiapkan pembiayaan dan pendampingan bagi 117 anak terpilih di tahap I.

"Melalui program kolaborasi ini, terkumpul dana Rp754 juta untuk membantu 117 anak menjalani program paket kesetaraan," kata Andy F. Noya, penggagas BenihBaik.com, sebuah platform crowdfunding, ditemui di Jakarta, Selasa, 13 Agustus 2024.

Program Sekolah Kesetaraan Gratis itu berlangsung dari Agustus 2024 hingga November 2025. Tujuannya adalah dalam masa belajar selama setahun, peserta sudah bisa mendapatkan ijazah kesetaraan.

Program kesetaraan yang dimaksud meliputi Paket A, Paket B, dan Paket C, yang merupakan program pendidikan informal untuk mendapatkan ijazah yang diakui setara dengan sekolah formal. Sebelum berjalan, donatur bekerja sama dengan tokoh setempat dan LSM yang bergerak di bidang pendidikan menyeleksi calon peserta.

"Mereka ikut bergerak bersama kami untuk mencari anak-anak yang paling membutuhkan. 117 ini harus tepat sasaran, harus betul-betul anak tidak mampu dan kedua, harus ada keinginan (belajar) yang datang dari orangtua dan anaknya sendiri," ujar Andy.

 

 


Rangkaian Materi Program Sekolah Kesetaraan Gratis

Suasana Sekolah Kesetaraan Gratis. (dok. BenihBaik.com)

Dalam rilis tertulis yang diterima Lifestyle Liputan6.com, program pendidikan yang disiapkan meliputi pendidikan formal. Anak-anak akan mengikuti kegiatan belajar seminggu sekali serta diberi muatan lokal yang relevan dengan lingkungan sekitar, seperti manajemen sampah.

Program itu juga mencakup pendampingan keluarga dengan mengunjungi rumah anak didik untuk memastikan dukungan keluarga, serta pendidikan siap kerja yang membentuk soft skill dan hard skill guna mempersiapkan anak menjadi talenta profesional siap kerja. Anak-anak juga akan mendapatkan berbagai program pendukung seperti eduwisata berupa kunjungan ke tempat wisata edukatif.

Mereka akan mendapatkan pelatihan intensif bahasa Inggris melalui fun English club, kelas persiapan untuk asesmen, ujian kesetaraan, dan persiapan masuk perguruan tinggi. Selain itu, mereka akan menghadiri sesi dengan pembicara inspiratif untuk memotivasi melalui kelas inspirasi, serta aktivitas ekstrakurikuler untuk mengembangkan keterampilan dalam bidang olahraga dan kesenian.

"Anak-anak miskin biasanya enggak tahu harus dari kemiskinan seperti apa. Aku sekarang tinggal di desa, dan menemukan banyak yang enggak tahu bagaimana keluar dari kemiskinan," ucapnya. "Tapi, anak-anak miskin kalau dapat kesempatan, mereka juga bisa jadi anak-anak yang pandai," sambungnya.


Sumber Pendanaan Sekolah Kesetaraan Gratis

Suasana Sekolah Kesetaraan Gratis. (dok. BenihBaik.com)

Pada tahap pertama, Andy menyebut biaya Rp754 juta terkumpul. Itu diperoleh dari Mastercard yang mendonasikan Rp25.000 untuk setiap transaksi yang menggunakan kartu kredit atau debit Mastercard pada periode 25 September hingga 31 Desember 2023. Selain itu, Mastercard juga mencocokkan setiap donasi yang dilakukan oleh pemegang kartu Mastercard di situs BenihBaik.com, hingga Rp250.000 per donasi.

"Mastercard merasa terhormat dapat bermitra dengan Central Department Store dan BenihBaik.com dalam inisiatif ini untuk mendukung akses pendidikan yang setara bagi setiap anak," kata Aileen Goh, Country Manager and President Director Mastercard Indonesia.

Ia menyebut inisiatif tersebut tidak hanya memberi kesempatan kepada pemegang kartu Mastercard untuk memberikan dampak yang berarti, tetapi juga membuka lebih banyak peluang bagi anak-anak kurang beruntung untuk belajar dan berkembang secara menyeluruh. Hal senada juga disampaikan Direktur Central Department Store Kong Surapongpracha.

Ia menyatakan kolaborasi membangun Sekolah Kesetaraan Gratis terwujud karena bertemu dengan mitra yang satu visi, yaitu ingin memajukan pendidikan anak-anak di Indonesia. "Kami harap melalui Sekolah ini, anak-anak yang putus sekolah karena masalah ekonomi, bisa melanjutkan dan mengejar mimpi mereka kembali," katanya.

 


Putus Sekolah Tak Bisa Dianggap Remeh

Ilustrasi Gedung Sekolah Rusak (Istimewa)

Dalam kesempatan terpisah, Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat menyatakan, fenomena putus sekolah tidak bisa dianggap remeh sehingga dibutuhkan penanganan dan solusi yang serius jika bangsa ini ingin mencerdaskan seluruh anak bangsa, meningkatkan kualitas SDM, dan menuju pencapaian kesejahteraan nasional.

"Peningkatan angka putus sekolah selama pandemi maupun disrupsi saat ini menunjukkan kita belum mampu melalui situasi krisis dan ketidakpastian global secara smooth di sektor pendidikan," katanya saat diskusi daring "Mengurangi Angka Putus Sekolah dalam Mempersiapkan Generasi Penerus Menuju Indonesia 2045" yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu, 7 Juni 2023, dikutip dari kanal Surabaya Liputan6.com.

Berdasarkan data Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia pada 2022, sebanyak 491.311 anak Indonesia terpaksa putus sekolah pada awal tahun ajaran baru. Menurut Rerie, sapaan akrabnya, putus sekolah dapat disebabkan berbagai faktor yakni ketidakinginan individu untuk melanjutkan sekolah, beban belajar yang terlampau berat, kemalasan, masalah finansial rumah tangga, atau masalah lain yang menyebabkan siswa/i memutuskan tidak melanjutkan sekolah.

Keluarga dan lingkungan, ucap Rerie, menjadi pemerhati pertama untuk menyikapi persoalan putus sekolah itu. Pemerintah, tambah dia, melalui setiap inisiatifnya mesti memahami bahwa tidak semua anak berkesempatan sama dan dukungan sumber daya yang sama dalam mengenyam pendidikan.

Infografis Perbandingan Jumlah Sekolah, Siswa dan Guru di Jakarta. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya