HUT ke-79 RI, Mahfud Md Contohkan Kemerdekaan Berjilbab yang Tak Dilarang

Mahfud Md menegaskan, Indonesia merdeka berdasarkan konstitusi. Maka tidak boleh ada kewajiban maupun larangan terhadap orang mau berjilbab ataupun tidak memakai jilbab.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 17 Agu 2024, 14:05 WIB
Menko Polhukam Mahfud Md mengenakan pakaian tradisional Madura, baju Sakera dalam upacara HUT ke-75 RI, Senin (17/8/2020). (foto: istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Menko Polhukam, Mahfud Md berbicara soal nasionalisme di Hari Ulang Tahun (HUT) ke-79 Kemerdekaan Republik Indonesia (RI). Melalui unggahannya di media sosial, Mahfud Md mencontohkan kemerdekaan dalam sejarah masyarakat Indonesia menggunakan jilbab.   

“Alhamdulillah sudah 79 tahun Indonesia merdeka, merdeka bernegara, merdeka dalam menikmati hak asasi manusia (HAM), contoh kecil kemerdekaan untuk berjilbab dan tidak berjilbab yang tak boleh dilarang dan tak perlu diwajibkan,” kata Mahfud seperti dikutip Sabtu (17/8/2024).

Mahfud menegaskan, merdeka berjilbab adalah hasil perjuangan yang tidak mudah. Sebab dahulu orang berjilbab itu diejek sebagai anak Madrenges atau anak madrasah lulusan agama di kampung yang bodoh dan terbelakang, padahal mereka cerdas-cerdas.

Di era Orde baru saat Daud Yusuf menjadi menteri pendidikan pada periode 78-83, bahkan ada larangan anak-anak masuk sekolah pakai jilbab. “Protes bermunculan dari lapisan masyarakat. Barulah di era reformasi jilbab menjadi bagian dari kemerdekaan berkeyakinan, para ibu, profesor di kampus-kampus, ibu pejabat atau istri pejabat banyak yang berjilbab saat berkantor,” tutur Mahfud.

“Bahkan di Polri, polwan pun boleh berjilbab dalam tugas di lapangan bahkan pada era Kapolri Sutarman model pakaian jilbab polwan disahkan secara resmi dan kita banyak melihat polwan berjilbab di berbagai tempat,” ungkap mantan Cawapres nomor urut 3 pada Pilpres 2024 ini.

 


Banyak yang Tak Bisa Bedakan Ekstremis dan Orang Saleh

Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Barat Bey Machmudin mengukuhkan 52 anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) tingkat  Provinsi Jabar di Gedung Sate, Kota Bandung, Rabu (14/8/2024). Mereka akan melaksanakan tugas pada upacara HUT Ke- 79 Republik Indonesia di Lapangan Gasibu, Kota Bandung, Sabtu (17/8). (sumber foto: Biro Adpim Jabar)

Sebagai profesor di bidang hukum, Mahfud menegaskan jilbab adalah hal biasa, akan tetapi masih saja ada yang menganggap memakainya sebagai ekstrem radikal. Sama halnya ketika ada bapak pejabat, rektor, profesor yang membawa sajadah, dan memakai baju koko, serta bersongkok dituduh radikal ekstrem dan anti-Pancasila, anti-NKRI.

“Padahal mereka adalah pencinta dan pembela Pancasila dan NKRI yang sedang menerapkan kesolehan atau kebaikan menurut keyakinannya tanpa melanggar konstitusi dan hukum. Banyak yang tidak bisa membedakan antara ekstremis radikal dan orang saleh yang taat beragama,” ungkap Mahfud.

 


Berjilbab Tak Boleh Dipaksa dan Dilarang

Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) akhirnya diperbolehkan menggunakan hijab saat upacara HUT ke-79 RI di Ibu Kota Nusantara (IKN) usai menjadi polemik. (Lizsa Egeham).

Mahfud menegaskan, Indonesia merdeka berdasarkan konstitusi. Maka tidak boleh ada kewajiban maupun larangan terhadap orang mau berjilbab atau tidak jilbab.

“Berjilbab tidak (perlu) diwajibkan, tetapi juga tidak boleh dilarang seperti halnya kita, tidak boleh melarang orang memakai rok jas atau baju batik, merdeka!,” Mahfud menandasi.

Sebagai informasi, sengkarut soal aturan berjilbab sedang ramai dibahas pasca-Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dalam aturan petugas pengibar bendera pusaka diminta untuk tak mengenakan jilbab. 

Kebijakan BPIP itu pun menuai protes dan kecaman dari masyarakat. Hingga akhirnya Kepala BPIP Yudian Wahyudi meminta maaf.

Infografis Poin Penting Pidato Kenegaraan Terakhir Jokowi di Sidang Tahunan MPR 2024. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya