Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengumumkan 28 platform pinjaman online mengalami permasalahan memenuhi ekuitas minimum sebesar Rp 7,5 miliar.
Data tersebut disampaikan dalam konferensi pers bulanan OJK di Jakarta (05/08/2024). Namun sayangnya, OJK tidak mengumumkan nama-nama platform yang tidak bisa memenuhi batasan tersebut.
Advertisement
Pengamat ekonomi digital Nailul Huda dari Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) mensinyalir 28 platform yang tidak bisa memenuhi batas modal karena mereka mengalami kesulitan dalam bisnisnya.
Apalagi, sejak awal tahun ini OJK menetapkan aturan baru bunga untuk P2P lending. Dalam aturan baru tersebut, tingkat bunga pendanaan untuk sektor produktif ditentukan 0,1% per hari dan sektor konsumtif menjadi 0,3% per hari.
“Niatan OJK baik dalam pengaturan bunga supaya tidak memberatkan nasabah. Tetapi, hal ini juga pasti bisa berdampak kepada keberlangsungan bisnis P2P sendiri. Saya menduga 28 platform tersebut mungkin mengalami kesulitan dalam mengumpulkan modal untuk memenuhi batas minimum tersebut. Angka Rp7,5 miliar harusnya tidak terlalu besar untuk platform di industri keuangan,” ujar Nailul Huda kepada media di Jakarta, Jumat (16/8/2024).
Model bisnis P2P lending, menurut Nailul Huda berbeda dengan model bisnis pinjaman yang berasal dari institusi keuangan lain. Pada bisnis P2P, terdapat lender individu dan lender institusi dengan imbal hasil yang lebih menarik menjadi daya tarik utama bagi mereka untuk berinvestasi.
“Bila bunga terlalu rendah, bisnis ini bisa tidak berkembang dan bisa berdampak buruk pada konsumen. Ini karena masyarakat yang sedang membutuhkan pinjaman dana bisa terjebak dengan platform pinjaman ilegal yang rentan dengan penipuan dan praktik penagihan yang menyengsarakan konsumen,” katanya.
Pengaturan Bunga Konsumtif dan Produktif 0,3 Persen
Nailul Huda menilai, bahwa pengaturan bunga konsumtif dan produktif di angka 0,3% dengan transparansi biaya bisa menjadi win-win solution bagi platform dan nasabah.
"Pinjaman online kan biasanya bersifat tenor pendek, tidak seperti pinjaman konvensional yang tenor panjang. Penerapan bunga 0,3% bisa menjadi solusi supaya platform legal tetap tumbuh, OJK tetap bisa mengatur dan masyarakat terhindar dari pinjol ilegal,” tambah ungkapnya.
Sebelumnya, OJK lewat POJK Nomor 10/2022 pasal 50 mengatur penyelenggara P2P lending wajib memiliki ekuitas paling sedikit Rp12,5 miliar yang pelaksanaannya dilakukan secara bertahap.
Hingga satu tahun sejak aturan itu diundangkan, P2P lending diwajibkan memiliki paling sedikit modal Rp2,5 miliar. Lalu, pada tahun kedua, naik menjadi Rp7,5 miliar. Sementara, ekuitas P2P lending paling sedikit Rp12,5 miliar berlaku tiga tahun sejak aturan itu diundangkan.
Advertisement