Liputan6.com, Jakarta - Becak wisata di Kota New York, dikenal pula sebagai pedicab, meneror wisatawan dan penduduk lokal, terutama di Manhattan. Laporan The Post, dikutip Minggu, 18 Agustus 2024, menyebutkan mereka makin agresif melanggar hukum, mulai dari memutar musik keras-keras, berkelahi dengan pelanggan, hingga melecehkan penumpang perempuan.
Advertisement
Menurut data Kepolisian New York (NYPD), polisi mencatat 1.493 pelanggaran terkait pengemudi becak hingga 30 Juni 2024, naik 51,5 persen dibandingkan periode yang sama pada 2023. Laporan keluhan konsumen juga meningkat 56,7 persen dengan total 94 laporan hingga 12 Agustus 2024, dibandingkan angka laporan pada periode yang sama 2023 yang hanya 60 laporan.
"Mereka seperti piranha yang hanya berusaha mendapatkan bayaran – dan mereka memangsa turis, tamu, dan anak-anak," kata Ralph Mendez, penjaga pintu di Hotel Sheraton di Seventh Avenue dekat Times Square, kepada The Post.
"Mereka baik karena mereka menginginkan sesuatu," tambahnya. "Saat Anda memberi tahu mereka bahwa Anda tidak menginginkannya, mereka akan langsung menyerang Anda."
Dua perempuan asal Upper East Side mengaku menjadi salah satu korban pengemudi becak kriminal tersebut. Mereka awalnya bersedia menerima 'tumpangan gratis' untuk diantarkan pulang. Tapi begitu memasuki becak, pengemudi itu melompat ke kursi belakang, meraba-raba keduanya, dan mengusir mereka saat melawan.
"Rasanya dia menempatkan dirinya di tempat dan waktu yang tepat," kata salah seorang korban berusia 22 tahun yang melaporkan kejadian 4 Agustus 2024 itu kepada polisi. "Sangat nyaman baginya untuk berada di depan sebuah klub pada pukul 03.30 pagi, menawarkan tumpangan pulang kepada gadis-gadis yang sedang minum-minum. Saya merasa dia biasa melakukan hal itu."
Salah Satu Jebakan Wisata Termahal di New York
Sikap agresif para pengendara becak itu makin tidak terkendali. Seorang pengemudi kereta kuda bernama Yalcin sempat bentrok dengan sekelompok pengemudi becak yang sembarangan mencuci becaknya di air mancur tempat para kuda biasa minum di Central Park. Ia bahkan sampai berdarah.
"Mereka pikir ini seperti negara dunia ketiga, hukum tidak berlaku di sini, 'Kami bisa melakukan apa saja kami inginkan'," kata Yalcin. "Mereka merasa seperti orang besar – mafia besar di sini."
Pengalaman menaiki becak itu dinilai menjadi salah satu jebakan wisata termahal di New York. Para pengemudi becak memanfaatkan kenaifan para wisatawan, terutama yang baru tiba di kota itu, yang tidak menaruh curiga dengan harga tinggi yang bakal dikenakan.
Mereka biasanya menginformasikan tarif pada kartu kecil sehingga tidak terbaca dengan baik. Padahal, dalam beberapa kasus, tarifnya mencapai USD25 (hampir Rp400 ribu) per menit.
"Jika ada tamu yang menginap di sini, saya bilang, 'Tanyakan harganya' sebelum mereka naik. Lalu, saya ditatap tajam para pengemudi,” kata Mendez, penjaga pintu Hotel Sheraton. Hal itu dilakukannya karena salah satu tamunya pernah ditagih USD140 saat naik becak dari 34th Street ke hotel yang berjarak sekitar 1,6 kilometer saja.
Advertisement
Gunakan Segala Cara Raih Perhatian Calon Penumpang
Di Hotel Hilton dekat West 54th Street dan 6th Avenue, seorang penjaga pintu memperkirakan ada 15 becak yang nongkrong di depan gedungnya setiap hari. Mereka saling 'adu musik'yang mengganggu dengan pengeras suara yang menggelegar dan membujuk pejalan kaki untuk mau naik ke becak.
"Dengan adanya turis dan tamu, mereka terus-menerus berusaha menarik perhatian mereka," kata penjaga pintu. "Mereka berteriak dan melakukan seluruh omongan mereka dan segalanya."
Pada Rabu pekan lalu, The Post mengamati selusin tukang becak yang agresif meneriaki keluarga dengan anak-anak dan mengikuti orang yang lewat di dekat Central Park South agar mereka mau naik becak. "Ayo nona-nona, kalian kelihatannya bisa menumpang," salah satu dari mereka bersiul sambil melambaikan halaman laminasi yang berisi rincian harga yang sangat mahal.
"Ini akan menyenangkan," seru yang lain. "Murah, ayo jalan-jalan."
Pada sore yang sama, sejumlah tukang becak terlihat di sekitar Midtown berulang kali mengabaikan lampu lalu lintas, sementara yang lain membelok ke jalur sepeda dan bahkan mengalihkan pandangan dari jalan untuk berfoto selfie dengan para pengendara.
"Mereka tidak menghormati pengemudi atau peraturan lalu lintas," kata sopir livery Mario Chauch, yang kaca spionnya dihancurkan oleh tukang becak.
Mayoritas Pengemudi Becak Beroperasi dengan SIM Palsu
Kekerasan itu juga terjadi di antara para pengemudi. Mereka yang sebagian besar berasal dari negara-negara Asia Tengah seperti Tajikistan dan Uzebekistan – menggunakan taktik seperti massa untuk menakut-nakuti persaingan, atau bahkan siapa pun yang dicurigai melanggar batas wilayah mereka.
"Jika mereka merasa Anda tidak boleh bekerja di tikungan mereka, mereka akan memotong ban Anda, menyerang orang, dan memukuli mereka," kata seorang tukang becak berusia 53 tahun yang enggan disebutkan namanya. takut akan pembalasan.
"Mereka mengoperasikan tikungan seolah-olah merekalah pemilik tikungan itu," katanya.
Pelanggaran hukum ini semakin parah akibat banyaknya pengemudi becak yang tak memiliki lisensi resmi. Kata salah satu operator armada yang tidak disebutkan namanya, 60 persen pengemudi becak, atau sekitar 1.500 tukang becak, diperkirakan bepergian dengan membawa SIM palsu.
"Jika tidak ada tanggung jawab, Anda akan bertindak berbeda," kata operator armada berusia 46 tahun itu, menjelaskan lemahnya penegakan hukum oleh pihak berwenang terhadap dokumen palsu telah memicu perilaku nakal tersebut.
Advertisement