Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mendorong program restrukturisasi kredit yang dijalankan memberikan kemudahan bagi pelaku Industrii Kecil dan Menengah (IKM). Dengan demikian pemajuan industri domestik dapat lebih optimal.
"Kita ingin dilanjutkan, tapi disesuaikan dengan jenis usaha. Misal cukup Nomor Induk Berusaha (NIB) sebagai garansi atau bunganya dikecilin lagi supaya manfaatnya lebih terasa,” ujar Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka (IKMA) Kemenperin Reni Yanita, seperti dikutip dari Antara, Selasa (20/8/2024).
Advertisement
Ia menuturkan, dari kemudahan mendapat pinjaman tersebut, pelaku IKM juga bisa mendapatkan manfaat lain yakni pengajuan untuk pembaruan alat dan mesin produksi yang akan diganti oleh Kemenperin melalui program restrukturisasi mesin dan peralatan.
"Di IKMA juga ada restrukturisasi mesin dan peralatan, itu kita dorong supaya beli mesin pakai pinjaman bank, baru klaim ke kita biar dapat penggantian,” ujar Reni.
Selain itu, Kemenperin menyebutkan masih sedikit pelaku IKM dalam negeri yang memanfaatkan fasilitas restrukturisasi kredit yang diberikan oleh perbankan, mengingat syarat untuk mendapatkan pinjaman masih cukup sulit.
Reni menuturkan, restrukturisasi kredit yang salah satunya diajukan lewat Kredit Usaha Rakyat (KUR), masih kurang optimal pemanfaatannya bagi pelaku IKM. Hal itu karena salah satu syaratnya yakni belum atau tidak sedang menerima kredit perbankan yang bersifat usaha atau komersial.
"Memang ada KUR, tapi persyaratannya ditujukan untuk yang belum pernah memanfaatkan pinjaman. IKM kita pasti sudah mengenal bank,” kata dia.
Reni menuturkan, dari postur KUR yang tersalurkan selama ini, mayoritas dipakai oleh petani dan nelayan. Sementara itu, pelaku industri manufaktur baru 19 persen.
Adapun Bank Indonesia (BI) mengatakan, penyaluran kredit baru oleh perbankan pada Februari 2024 terindikasi meningkat, didukung oleh permintaan pembiayaan yang meningkat dan prospek kondisi moneter dan ekonomi ke depan.
Indikasi peningkatan itu tercermin dari Saldo Bersih Tertimbang (SBT) sebesar 54,1 persen, lebih tinggi dibandingkan SBT Januari 2024 sebesar 24,5 persen.
OJK: Program Restrukturisasi Kredit UMKM Ada di Tangan Menko Airlangga
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta program restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 diperpanjang sampai 2025.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar menyampaikan bahwa penerapan kebijakan perpanjangan restrukturisasi kredit berada di tangan Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.
"Oh, mesti tanya Pak Menko (Airlangga) tuh," kata Mahendra kepada awak media di JCC Senayan, Jakarta, Kamis (1/8/2024)
Dia menyebut, kebijakan perpanjangan restrukturisasi kredit nantinya tidak memerlukan lagi Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK). Saat ini, mekanisme perpanjangan restrukturisasi kredit tersebut masih dalam tahap pembahasan di tingkat Kemenko Perekonomian dan kementerian teknis terkait.
"Ini yang sedang dimatangkan oleh timnya Pak Menko Perekonomian dan tentu dengan Kementerian Keuangan, Kementerian Koperasi UMKM," ujarnya.
OJK Siap Dukung
OJK siap mendukung kebijakan perpanjangan restrukturisasi kredit bagi UMKM maupun pelaku usaha terdampak covid-19. Hal ini bentuk dukungan terhadap kebijakan pemerintah dalam rangka menjaga stabilitas perekonomian Indonesia.
"Kalau saya sih yang pasti OJK siap untuk mendukung kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah dalam melihat bagaimana langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk aspek kredit KUR,"ucapnya.
Diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengusulkan kebijakan restrukturisasi kredit terdampak Covid-19 yang seharusnya selesai pada Maret 2024 diperpanjang hingga 2025.
Sebagai pengingat kebijakan restrukturisasi kredit ini dilakukan saat pandemi Covid-19 tahun 2020 lalu. Relaksasi kredit diberikan kepada debitur yang tak sanggup membayar cicilan atau kredit karena terdampak pandemi.
Advertisement
Program Restrukturisasi Kredit Bank Imbas Pandemi Covid-19 Resmi Berakhir
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan bahwa industri perbankan telah siap menghadapi berakhirnya kebijakan stimulus restrukturisasi kredit perbankan untuk dampak Covid-19 pada 31 Maret 2024.
Berakhirnya kebijakan tersebut konsisten dengan pencabutan status pandemi Covid-19 oleh Pemerintah pada Juni 2023, serta mempertimbangkan perekonomian Indonesia yang telah pulih dari dampak pandemi, termasuk kondisi sektor riil.
Restrukturisasi kredit yang diterbitkan sejak awal 2020 telah banyak dimanfaatkan oleh debitur terutama pelaku UMKM. Stimulus restrukturisasi kredit merupakan bagian dari kebijakan countercyclical dan merupakan kebijakan yang sangat penting (landmark policy) dalam menopang kinerja debitur, perbankan, dan perekonomian secara umum untuk melewati periode pandemi.
OJK menilai kondisi perbankan Indonesia saat ini memiliki daya tahan yang kuat (resilient) dalam menghadapi dinamika perekonomian dengan didukung oleh tingkat permodalan yang kuat, likuiditas yang memadai, dan manajemen risiko yang baik.
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar menyampaikan bahwa hal tersebut juga didukung oleh pemulihan ekonomi yang terus berlanjut, dengan tingkat inflasi yang terkendali dan tumbuhnya investasi. Sejalan dengan hal itu, sejak diterbitkannya Keppres No. 17 Tahun 2023 pada Juni 2023 yang menyatakan status pandemi Covid-19 di Indonesia dinyatakan telah berakhir, aktivitas ekonomi masyarakat terus meningkat.
Kondisi Perbankan Indonesia
Berbagai indikator pada Januari 2024 menunjukkan perbankan Indonesia dalam kondisi yang baik; tercermin dari rasio kecukupan modal (CAR) di level 27,54 persen, kondisi likuiditas yang ditunjukkan oleh Liquidity Coverage Ratio (LCR) sebesar 231,14 persen dan Alat Likuid/Non Core Deposit (AL/NCD) sebesar 123,42 persen serta tingkat rentabilitas yang memadai.
Hal ini diharapkan dapat menjadi bantalan mitigasi risiko yang solid di tengah kondisi perekonomian global yang masih tidak menentu. Sementara itu, kualitas kredit tetap terjaga di bawah threshold 5 persen yaitu NPL Gross sebesar 2,35 persen dan NPL Nett sebesar 0,79 persen.
Kontribusi Nyata
Bauran kebijakan di sektor perbankan yang diterapkan telah memberikan kontribusi yang nyata, khususnya melalui Kebijakan Stimulus Covid-19, dalam menopang tekanan terhadap perekonomian sejak awal pandemi melanda hingga saat ini.
POJK Stimulus merupakan kebijakan perintis di sektor keuangan sebagai reaksi cepat (quick response) OJK yang bersifat countercyclical dalam bentuk stimulus terhadap debitur yang secara langsung maupun tidak langsung terdampak Covid-19 antara lain melalui restrukturisasi kredit.
Kebijakan stimulus yang diterbitkan oleh OJK diawali dengan POJK No. 11/POJK.03/2020 pada Maret 2020 bertujuan untuk memberikan ruang bernafas kepada debitur yang berkinerja baik namun mengalami pemburukan akibat terdampak pandemi Covid-19.
Untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi serta mempersiapkan industri perbankan untuk kembali pada kondisi normal secara terkendali (soft landing), OJK memperpanjang kebijakan stimulus tersebut sampai dengan 31 Maret 2022 melalui penerbitan POJK No.48/POJK.03/2020, namun dengan penerapan aspek manajemen risiko yang lebih ketat (stringent). Hal ini bertujuan memastikan implementasi kebijakan dapat lebih tepat sasaran dan terhindar dari moral hazard.
Advertisement
Ekonomi Domestik Mulai Pulih
Pada 10 September 2021, melalui POJK No. 17/POJK.03/2021, OJK kembali memperpanjang kebijakan stimulus untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi melalui peningkatan penyaluran kredit dan menjaga stabilitas sistem keuangan sampai dengan 31 Maret 2023.
Dalam perjalanannya, pada November 2022, OJK menilai bahwa perekonomian domestik mulai pulih, namun masih terdapat segmen dan sektor ekonomi yang dinilai masih memerlukan waktu untuk pemulihan. Oleh karena itu, OJK mengambil kebijakan memperpanjang stimulus lanjutan hingga 31 Maret 2024 yang mendukung segmen, sektor, industri dan daerah tertentu (targeted) melalui KDK No.34/KDK.03/2022. Kebijakan tersebut tetap disertai dorongan kepada perbankan untuk membentuk cadangan (buffer) yang memadai dalam memitigasi risiko-risiko yang mungkin timbul.
Mempertimbangkan kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja, maka segmen UMKM, sektor penyediaan akomodasi dan makan-minum, industri tekstil dan produk tekstil (TPT) serta alas kaki, dan Provinsi Bali menjadi target perpanjangan kebijakan stimulus lanjutan.
Tentunya penerapan kebijakan yang mendukung segmen, sektor, industri dan daerah tertentu (targeted) ini diimbangi dengan penerapan aspek manajemen risiko yang lebih ketat (stringent) dan memperhatikan arah normalisasi kebijakan sejalan dengan yang dilakukan oleh negara-negara lain (common practices) sehingga dapat mempersiapkan industri perbankan untuk kembali pada kondisi normal secara terkendali (soft landing) ketika stimulus berakhir.
UMKM Penerima Terbesar
Selama empat tahun implementasi, pemanfaatan stimulus restrukturisasi kredit ini telah mencapai Rp830,2 triliun, yang diberikan kepada 6,68 juta debitur pada Oktober 2020, yang merupakan angka tertinggi sepanjang sejarah Indonesia. Sebanyak 75 persen dari total debitur penerima stimulus adalah segmen UMKM, atau sebanyak 4,96 juta debitur dengan total outstanding Rp348,8 triliun.
Sejalan dengan pemulihan ekonomi yang terjadi, tren kredit restrukturisasi terus mengalami penurunan baik dari sisi outstanding maupun jumlah debitur. Pada Januari 2024, outstanding kredit restrukturisasi Covid-19 telah menurun signifikan menjadi sebesar Rp251,2 triliun yang diberikan kepada 977 ribu debitur.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menyampaikan bahwa dalam menghadapi berakhirnya kebijakan stimulus Covid-19, OJK telah mempertimbangkan seluruh aspek secara mendalam yaitu dengan melihat kesiapan
industri perbankan, kondisi ekonomi secara makro dan sektoral, serta menjaga kepatuhan terhadap standar internasional.
Berdasarkan evaluasi dan laporan uji ketahanan perbankan menjelang berakhirnya stimulus, potensi kenaikan risiko kredit (NPL) dan ketahanan perbankan diproyeksikan masih terjaga dengan sangat baik.
Outstanding kredit restrukturisasi Covid-19 perbankan terus mengalami penurunan namun tingkat pencadangan (CKPN) yang dibentuk Bank terus meningkat, melebihi periode sebelum pandemi. Kondisi ini merupakan cerminan kesiapan perbankan yang dinilai telah kembali pada kondisi normal secara terkendali (soft landing) mengakhiri periode stimulus.
Advertisement
Pencabutan Status Pandemi
Di sisi lain, seiring dengan pandemi yang mereda dan pencabutan status pandemi oleh Pemerintah, perekonomian Indonesia di hampir seluruh sektor juga kembali pulih dengan pertumbuhan 5,04 persen pada 2023.
Dian menambahkan bahwa dengan mempertimbangkan hal-hal di atas, kebijakan stimulus OJK yang merupakan kebijakan sangat penting (landmark policy) dalam menjaga ketahanan sektor perbankan selama masa pandemi, berakhir sesuai dengan masa berlakunya. Kontribusi ini merupakan kisah keberhasilan (success story) kontribusi signifikan sektor perbankan menopang perekonomian nasional melewati periode pandemi.
Untuk memastikan kelancaran normalisasi kebijakan tersebut, Bank tetap dapat melanjutkan restrukturisasi kredit Covid-19 yang sudah berjalan. Sedangkan permintaan restrukturisasi kredit baru dapat dilakukan dengan mengacu pada kebijakan normal yang berlaku yaitu POJK No. 40/2019 tentang Kualitas Aset.
Dengan demikian, integritas laporan keuangan perbankan diharapkan akan semakin baik dan dapat sepenuhnya mengacu pada praktik terbaik yang berlaku (best practice) standar keuangan. Seiring dengan hal tersebut, OJK senantiasa melakukan langkah pengawasan (supervisory action) untuk memastikan kesiapan setiap bank secara individu.