Liputan6.com, Jakarta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meluncurkan Panduan Resiliensi Digital (Digital Resilience) bagi industri bank umum untuk semakin memperkuat ketahanan industri perbankan di era digital serta mengawal transformasi digital perbankan sesuai Cetak Biru Transformasi Digital Perbankan yang telah diterbitkan 2022 lalu.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menyampaikan digitalisasi memberikan manfaat untuk meningkatkan efisiensi di berbagai aspek dan juga menghadirkan sejumlah tantangan dan risiko bagi perbankan yang perlu diantisipasi dan dimitigasi.
Advertisement
Digitalisasi juga memungkinkan industri perbankan untuk berkolaborasi dengan sektor lainnya melalui interkoneksi dalam suatu ekosistem digital.
“Hal tersebut menuntut sistem perbankan yang resilien karena dapat mempengaruhi kelangsungan operasional dan usaha bank. Pada kondisi demikian, kerangka resiliensi digital menjadi krusial untuk diterapkan," kata Dian dalam acara Peluncuran Buku Panduan Resiliensi Digital OJK, Selasa (20/8/2024).
Kerangka resiliensi digital sebagaimana disusun pada Panduan Resiliensi Digital, secara umum menitikberatkan pada tiga aspek utama yaitu aspek ketahanan terhadap dinamika bisnis yang tercermin dalam dimensi Digital Competitiveness.
Kemudian, Aspek ketahanan terhadap disrupsi/gangguan yang tercermin dalam kerangka manajemen kelangsungan bisnis atau Business Continuity Management (BCM).
Pelindungan Konsumen
Adapun, sebagai bagian dari pelindungan konsumen di era digital, kerangka resiliensi digital juga memperhatikan aspek nasabah yang meliputi customer incident management, customer incident recovery, dan customer post-recovery services.
Kerangka resiliensi digital beserta aspek yang terkait telah dimuat dalam Panduan Resiliensi Digital dengan tujuan agar dapat menjadi acuan bagi bank dalam mempersiapkan, menghadapi, dan kembali pulih setelah terjadinya gangguan operasional teknologi atau disrupsi/insiden siber dengan meminimalkan antara lain kerugian nasabah, kerusakan 2 reputasi, dan kerugian finansial.
“Hal tersebut juga merupakan salah satu wujud dukungan OJK terhadap perbankan Indonesia dalam peningkatan akselerasi transformasi digital serta memperkuat ketahanan bisnis dan operasional bank di era digital dalam mendukung perekonomian nasional,” pungkas Dian.
AI Diterapkan di Sektor Perbankan, Apa Saja Manfaatnya?
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dian Ediana Rae menjelaskan teknologi Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan menjadi teknologi yang relevan dan umum digunakan, begitupun untuk sektor perbankan.
Dian menuturkan, menurut survei McKinsey & Company pada 2023, di berbagai industri, AI paling banyak diterapkan pada fungsi pengembangan produk dan layanan. Sementara itu, setelah khusus pada industri jasa keuangan, pemanfaatan AI tersebar pada fungsi layanan, pemanfaatan risiko, dan fungsi pengembangan produk.
“Pemanfaatan generatif AI pada industri perbankan diproyeksi memberikan kenaikan pendapatan sekitar 2,8% hingga 4,7%, lebih tinggi dibandingkan dengan industri lainnya seperti informasi, pendidikan, telekomunikasi, dan lain sebagainya,” kata Dian dalam acara Peluncuran Buku Panduan Resiliensi Digital OJK, Selasa (20/8/2024).
Dian menjelaskan Teknologi Informasi (IT) sangat bisa meningkatkan efisiensi di sektor perbankan. Hal ini juga menjadi permintaan para nasabah yang memang ingin mudah dan hanya bisa menggunakan handphone.
Meskipun memiliki berbagai manfaat, teknologi digital juga mengandung risiko yang menurut Dian turut perlu dipersiapkan. Risiko yang muncul bisa berupa serangan siber, scam, hingga third party risk.
“Ini memang menuntut kesiapan dan selalu vigilant lah bisa dikatakan. Jadi perbankan kita harus tetap vigilant di dalam menghadapi berbagai kemungkinan serangannya karena itulah naturenya. Jadi dalam suatu kegiatan yang emerging opportunity selalu juga ada emerging threat ya. Emerging threat ini datang bisa dari macam-macam termasuk juga scam, atur kemudian yang terkait dengan masalah cyber attack dan lain sebagainya,” jelas Dian.
Dian menanbahkan, implementasi AI termasuk berbagai advanced AI system di sektor perbankan telah sejalan dengan arah pengembangan perbankan Indonesia. Hal ini sebagaimana telah dicanakan oleh OJK dalam roadmap pengembangan perbankan Indonesia tahun 2020-2025, khususnya pada dua pilar yang terkait dengan akselerasi transformasi digital.
Advertisement
Satgas PASTI OJK Blokir 1.001 Entitas Ilegal Juni-Juli 2024, Paling Banyak Pinjol
Sebelumnya, satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal atau Satgas PASTI (sebelumnya Satgas Waspada Investasi) pada periode Juni sampai dengan Juli 2024 menemukan 850 entitas pinjaman online (pinjol) ilegal di sejumlah situs dan aplikasi serta 59 konten penawaran pinjaman pribadi (pinpri) yang berpotensi merugikan masyarakat dan melanggar ketentuan penyebaran data pribadi.
Satgas PASTI juga memblokir 65 tawaran investasi ilegal terkait penipuan yang dilakukan oleh oknum dengan modus meniru atau menduplikasi nama produk, situs, maupun sosial media milik entitas berizin dengan tujuan untuk melakukan penipuan (impersonation).
Selain itu, Satgas PASTI juga menemukan 27 entitas yang menawarkan investasi atau kegiatan keuangan ilegal yang terdiri dari 11 entitas melakukan penipuan dengan modus penawaran kerja paruh waktu; 7 entitas melakukan penawaran investasi tanpa izin;Satu entitas melakukan kegiatan perdagangan aset kripto tanpa izin; dan 8 entitas melakukan kegiatan usaha perbankan tanpa izin.
Adapun terkait dengan temuan tersebut dan setelah melakukan koordinasi antaranggota, Satgas PASTI telah melakukan pemblokiran dan berkoordinasi dengan aparat penegak hukum agar dapat ditindaklanjuti sesuai ketentuan yang berlaku.
Sejak 2017 sampai dengan 31 Juli 2024, Satgas telah menghentikan 10.890 entitas keuangan ilegal yang terdiri dari 1.459 entitas investasi ilegal, 9.180 entitas pinjaman online ilegal/pinpri, dan 251 entitas gadai ilegal.
Satgas PASTI mengingatkan kembali agar masyarakat untuk selalu berhati-hati, waspada, dan tidak menggunakan pinjaman online ilegal maupun pinjaman pribadi karena berpotensi merugikan masyarakat, termasuk risiko penyalahgunaan data pribadi peminjam. Masyarakat juga diminta untuk mewaspadai penawaran aktivitas atau investasi dengan modus impersonation di kanal-kanal media sosial, khususnya Telegram.