Liputan6.com, Jakarta - Umat Islam selalu berharap agar bisa bertemu dengan Allah SWT. Ini adalah doa dan harapan hamba-hamba yang sholeh.
Kelak, di surga, Allah akan menemui hamba-hamba yang dikehendaki-Nya.
Namun, tak semua orang berhak dan pantas ditemui Allah SWT. Bertemu Allah adalah capaian tertinggi yang begitu didamba umat Islam.
Baca Juga
Advertisement
Ulama kondang asal Rembang, KH Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha) mengungkapkan ikhtiar yang bisa dilakukan agar seorang muslim pantas bertemu dengan Allah SWT.
Hal ini diungkapkannya dalam ceramah dalam Haul KH Munawwar Ke- 52 & Harlah Pesantren Mansyaul Huda ke-97 di Sendang, Senori, Tuban, Jawa Timur, Rabu (31/5/2023) malam, dikutip dari laman NU Online, Rabu (21/8/2024).
Gus Baha meminta umat Islam untuk senang dalam menjalankan aktivitas kesehariannya. Apa maksudnya?
Simak Video Pilihan Ini:
Orang Harus Senang
“Saya minta, jadi orang Islam itu yang senang. Karena senang itu yang menjadikan Anda pantas bertemu Allah swt,” kata Gus Baha.
Dia mengutip Al-Qur’an. "Katakanlah (Nabi Muhammad), “Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya itu, hendaklah mereka bergembira. Itu lebih baik daripada apa yang mereka kumpulkan.” (QS. Yunus: 58)," demikian dinukil Gus Baha.
Menurut kiai yang kini diamanahi sebagai Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ini, orang itu harus senang. Karena, menurutnya, inti dari Islam itu radhiitu billaahi rabba.
“Orang bisa senang dengan maksiat, dengan hal-hal yang tidak halal. Terus dengan perkara halal tidak bisa senang, itu masalah. Menurut orang-orang yang (ada dalam/mau) daftar wali itu masalah,” jelasnya.
Advertisement
Soal Nasab Ulama
Dalam kesempatan tersebut, Gus Baha juga menjelaskan, orang yang memiliki nasab ulama, dan ternyata dia juga saleh.
“Saleh banget rugi, karena leluhurnya saleh kok ikut saleh,” ungkapnya, disambut derai tawa jamaah.
Sejurus kemudian, kiai yang identik menjulurkan rambutnya keluar dari peci itu memberikan argumen ilmiah. Menurutnya, sambil mengutip Al Quran, orang saleh itu punya fasilitas untuk berkumpul bersama keluarganya di surga.
“Orang-orang yang beriman dan anak cucunya mengikuti mereka dalam keimanan, Kami akan mengumpulkan anak cucunya itu dengan mereka (di dalam surga). Kami tidak mengurangi sedikit pun pahala amal (kebajikan) mereka. Setiap orang terikat dengan apa yang dikerjakannya.” (QS. At-Thur ayat 21).
Jadi, lanjut Gus Baha, kalau mbahnya saleh, masuk surga kelas A, lalu cucunya mestinya masuk kelas C, itu diikutkan kelas A. “Karena Tuhan menghargai mbahnya,” terang Gus Baha.
Mbahnya menghadap kepada Allah swt. “Tuhan, cucu saya di mana kok tidak di sini?". “Di (surga kelas) ekonomi,” kata Gus Baha, diikuti gelak tawa hadirin.
Karena mbahnya tanya terus-terusan, si cucu tadi oleh Allah swt akhirnya diikutkan kepada mbahnya di surga kelas A. “Jadi kalau cucu-cucu orang saleh kok ikutan saleh banget ya rugi, tidak memanfaatkan fasilitas tadi, penyertaan tadi,” katanya sabil tertawa.
Tak Memiliki Nasab Ulama
Sedangkan kalau cucunya alim itu memang sudah sewajarnya. Adapun orang yang tak punya mbah alim, menurut Gus Baha, juga enak.
Ia lalu mengisahkan sebuah cerita yang ada di dalam kitab-kitab. Ada orang-orang saleh bercerita tentang mbah-mbahnya yang alim-alim.
Di situ ada orang yang yang tak punya mbah alim tapi tertawa-tawa dan senangnya tak karuan. Lalu ia ditanya. “Kamu kok senang, padahal itu bukan mbah kamu?”
“Lho, kalau mbahku malah aku beban, harus alim. Alhamdulillah, itu bukan mbah saya”katanya.
Di akhir ceramah, Gus Baha menarik kesimpulan bahwa baik orang yang memiliki nasab atau tidak memiliki nasab, sama-sama enaknya.
Advertisement