Bursa Saham Asia-Pasifik Melemah, Wall Street dan S&P 500 Mengakhiri Kenaikan 8 Hari Beruntun

Bursa saham Asia-Pasifik melemah pada perdagangan Rabu. Bursa saham Asia-Pasifik mengekor Wall Street di mana S&P500 dan Nasdaq Composite mengakhiri kenaikan 8 hari berturut-turut.

oleh Septian Deny diperbarui 21 Agu 2024, 08:13 WIB
Beralih ke bursa asing, bursa saham Asia kompak berada di zona hijau. Bursa saham Asia-Pasifik melemah pada perdagangan Rabu. Bursa saham Asia-Pasifik mengekor Wall Street di mana S&P500 dan Nasdaq Composite mengakhiri kenaikan 8 hari berturut-turut. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Bursa saham Asia-Pasifik melemah pada perdagangan Rabu. Bursa saham Asia-Pasifik mengekor Wall Street di mana S&P500 dan Nasdaq Composite mengakhiri kenaikan 8 hari berturut-turut.

Dikutip dari CNBC, Rabu (21/8/2024), di Asia, data perdagangan Jepang untuk bulan Juli menunjukkan ekspor naik 10,3% tahun ke tahun dan impor naik 16,6% dalam periode yang sama. Ekonom yang disurvei oleh Reuters memperkirakan bahwa ekspor akan naik 11,4%, sementara impor diperkirakan naik 14,9%.

Dengan ekspor yang lebih rendah dari yang diharapkan dan impor meningkat lebih dari yang diharapkan, defisit perdagangan Jepang melebar menjadi 621,84 miliar yen (USD 4,28 miliar), angka yang lebih besar dari yang diharapkan sebesar 330,7 miliar yen.

Juli akan menjadi bulan terakhir data perdagangan yang dicatat sebelum Bank Jepang menaikkan suku bunga pada akhir Juli, yang menyebabkan yen menguat drastis.

Biasanya, yen yang lebih lemah menguntungkan eksportir dan rumah dagang Jepang, yang merupakan pemain besar di Nikkei 225 dan kenaikannya telah berperan penting dalam mengangkat indeks tersebut ke rekor tertingginya. 

Di Jepang, Nikkei 225 tergelincir 0,75%, sementara Topix yang berbasis luas turun 0,54%. Kospi Korea Selatan turun tipis 0,18% dan Kosdaq berkapitalisasi kecil turun 0,66%.

Sementara itu, S&P/ASX 200 Australia  juga turun 0,28%. Indeks Hang Seng Hong Kong untuk kontrak berjangka berada pada level 17.360, lebih rendah dibandingkan penutupan terakhir HSI di level 17.511,08

Di AS, S&P 500 turun 0,2%, sementara  Nasdaq Composite  turun 0,33%. Indeks saham Dow Jones Industrial Average  turun 0,15%. Jika S&P mempertahankan kenaikannya pada hari Selasa, itu akan menjadi rekor kenaikan terpanjang indeks secara keseluruhan sejak tahun 2004.

 


IHSG Sentuh Rekor Tertinggi di 7.533, Apa Pendorongnya?

Karyawan memfoto layar pergerakan IHSG, Jakarta, Rabu (3/8/2022). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan di Bursa Efek Indonesia, Rabu (3/08/2022), ditutup di level 7046,63. IHSG menguat 58,47 poin atau 0,0084 persen dari penutupan perdagangan sehari sebelumnya. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, gerak Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih perkasa pada perdagangan Selasa (20/8/2024). Penguatan IHSG didukung seluruh sektor saham yang menghijau dan rupiah menguat.

Mengutip data RTI, pada penutupan perdagangan Selasa pekan ini, IHSG melambung 0,90 persen ke posisi 7.533,98. Indeks LQ45 bertambah 1,18 persen ke posisi 939,14. Seluruh indeks saham acuan menghijau.

Pada perdagangan Selasa pekan ini, IHSG berada di level tertinggi 7.538,15 dan level terendah 7.482,50. Sebanyak 362 saham menguat sehingga angkat IHSG. 195 saham melemah dan 227 saham diam di tempat.

Total frekuensi perdagangan 1.178.157 kali dengan volume perdagangan 21,9 miliar saham. Nilai transaksi harian Rp 19,4 triliun. Posisi dolar Amerika Serikat terhadap rupiah di kisaran 15.413.

Di pasar negosiasi, transaksi saham PT Fajar Surya Wisesa Tbk (FASW) mencapai Rp 7,5 triliun dengan total frekuensi perdagangan satu kali. Harga saham FASW naik 10 persen ke posisi Rp 5.500 per saham. Total volume perdagangan 13.686.639 saham.

Seluruh sektor saham menghijau. Sektor saham energi melonjak 0,10 persen, sektor saham basic naik 0,21 persen, sektor saham industri bertambah 0,99 persen, sektor saham nonsiklikal menguat 0,81 persen.

Selanjutnya sektor saham siklikal bertambah 1,65 persen, sektor saham kesehatan mendaki 1,25 persen, sektor saham keuangan melambung 1,6 persen, sektor saham properti melesat 0,98 persen. Selain itu,sektor saham teknologi menguat 0,25 persen, sektor saham infrastruktur mendaki 0,90 persen dan sektor saham transportasi naik 0,52 persen.

Mengutip Antara, dalam kajian tim riset Pilarmas Investindo Sekuritas menyebutkan, IHSG dan bursa Asia menguat ikuti kenaikan bursa saham Amerika Serikat (AS).

“Penguatan pasar ekuitas ini seiring sikap pelaku pasar yang sedang menantikan konfirmasi dari Gubernur The Fed Jerome Powell pada symposium Jackson Hole bahwa The Fed akan menurunkan suku bunga pada September 2024,” demikian seperti dikutip.

 


Sentimen IHSG Lainnya

Pekerja tengah melintas di layar pergerakan IHSG di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (18/11/2019). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup pada zona merah pada perdagangan saham awal pekan ini IHSG ditutup melemah 5,72 poin atau 0,09 persen ke posisi 6.122,62. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Selain itu, pasar juga berspekulasi The Fed akan memberikan sinyal terkait pemangkasan suku bunga, yang dilatarbelakangi pernyataan Presiden Fed Minneapolis Neel Kashkari yang mengatakan sudah tepat untuk mempertimbangkan pemotongan suku bunga pada September karena meningkatnya risiko pasar tenaga kerja.

Selanjutnya, bank sentral China tidak mengubah suku bunga pinjaman, yang sejalan dengan ekspektasi pasar. Dalam rilisnya, suku bunga acuan pinjaman satu tahun (LPR) dipertahankan pada 3,45 persen, sementara suku bunga lima tahun dipertahankan pada 3,95 persen.

Gubernur bank sentral China Pan Gongsheng menuturkan, berwenang akan menghindari tindakan drastis apa pun untuk ekonomi. Ia menyebutkan, bank sentral akan mempercepat penerapan kebijakan keuangan yang ada, mempelajari langkah-langkah baru, dan mendukung langkah-langkah fiskal yang proaktif.

Dari dalam negeri, pasar menantikan arah kebijakan moneter Bank Indonesia yang menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada 20 - 21 Agustus 2024 terkait dengan suku bunga acuannya.

BI meski mempunyai ruang pemangkasan suku bunga acuannya, tetapi pasar tampaknya memiliki pandangan bahwa BI tetap memperhatikan variabel kondisi ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi serta ketegangan geopolitik yang belum mereda.

"Sehingga diprediksi BI masih mempertahankan suku bunganya, secara konsensus pasar tetap di 6,25 persen, sebagai upaya untuk menstabilkan nilai rupiah dan menarik aliran masuk modal asing,”

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya