Liputan6.com, Jakarta - Komisi Sekuritas dan Investasi Australia (ASIC) mengungkapkan pihaknya berhasil menutup 615 aktivitas penipuan investasi mata uang kripto di negara tersebut.
Langkah ini merupakan tahun pertama program ASIC dalam upaya membasmi situs investasi palsu di Australia.
Advertisement
Mengutip Cointelegraph, Rabu (21/8/2024) penutupan tersebut mencakup sekitar 9% dari total 7.300 situs phishing dan penipuan investasi lainnya yang menurut regulator telah diidentifikasi.
ASIC mencatat, Warga Australia mengalami kerugian sebesar 1,3 miliar dolar Australia atau sekitar Rp 13,5 triliun akibat penipuan investasi tahun lalu.
Diketahui, penipuan kripto dapat terjadi dalam berbagai bentuk, termasuk dalam bentuk mengambil uang pelanggan dengan dalih berinvestasi dalam mata uang kripto tanpa melakukannya secara langsung.
Yang juga termasuk dalam penelusuran ASIC adalah situs-situs phishing, yang mengumpulkan data pribadi, dan situs-situs yang mengklaim menggunakan kecerdasan buatan (AI) untuk menghasilkan keuntungan yang sangat besar.
"Perkembangan teknologi yang inovatif dapat meningkatkan cara kita hidup dan bekerja, namun juga memberikan peluang baru bagi para penipu untuk mengeksploitasinya," kata Sarah Court, wakil ketua organisasi tersebut.
"Setiap hari rata-rata 20 situs web penipuan investasi dihapus. Penghapusan cepat situs-situs jahat merupakan langkah penting untuk menghentikan penjahat kriminal yang menyebabkan kerugian lebih lanjut bagi warga Australia," jelas dia.
Di antara perusahaan-perusahaan yang ditutup regulator Australia ASIC, ada Dexa Trade Markets, yang dinilainya "secara keliru mengklaim bahwa perusahaan tersebut diatur secara internasional, memiliki volume perdagangan miliaran dan jutaan investor."
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.
Marak Pencurian Kripto, Regulator Jerman Minta Investor Waspada
Kantor Federal Jerman untuk Keamanan Informasi (BSI) telah menyarankan pengguna kripto untuk melindungi aset digital mereka menggunakan dompet perangkat keras.
Dilansir dari Coinmarketcap, Selasa (20/8/2024), dalam sebuah posting LinkedIn, BSI mengatakan dompet perangkat keras adalah metode penyimpanan mata uang kripto yang paling aman karena menyimpan kunci kriptografi pribadi dalam penyimpanan offline meminimalkan risiko serangan peretasan.
Badan tersebut menyoroti kerentanan penyimpanan aset pada platform pihak ketiga seperti bursa, yang, meskipun nyaman, rentan terhadap serangan peretasan. Demikian pula, dompet penyimpanan mandiri di ponsel atau PC juga menimbulkan risiko keamanan yang signifikan.
Konsultasi ini dilakukan sebagai respons terhadap meningkatnya ancaman pencurian mata uang kripto. Perusahaan analis Chainalysis melaporkan pada paruh pertama tahun 2024, hampir USD 1,6 miliar atau setara Rp 25,1 triliun (asumsi kurs Rp 15.690 per dolar AS) hilang akibat serangan peretasan mata uang kripto, dengan jumlah rata-rata yang dicuri per insiden naik 80% dari tahun sebelumnya.
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.
Advertisement
Kerugian Sentuh Rp 5,3 Triliun
Selain itu, serangan phishing yang menargetkan pengguna kripto perorangan telah meningkat tajam, dengan kerugian mencapai USD 341 juta atau setara Rp 5,3 triliun, melampaui jumlah total yang dicuri pada 2023.
Rekomendasi BSI menyoroti semakin pentingnya langkah-langkah keamanan yang kuat dalam menghadapi meningkatnya ancaman siber di dunia kripto.
Google Digugat Investor Kripto, Ada Apa?
Sebelumnya, Google menghadapi gugatan hukum senilai USD 5 juta atau setara Rp 78,4 miliar (asumsi kurs Rp 15.690 per dolar AS) dari Maria Vaca, yang mengklaim ia kehilangan aset kripto miliknya karena aplikasi dompet kripto berbahaya yang diunduh dari Google Play Store.
Dilansir dari Coinmarketcap, Selasa (20/8/2024), Vaca menuduh kelalaian Google dalam mengizinkan praktik berbahaya tersebut pada platformnya secara langsung mengakibatkan kerugian finansialnya.
Gugatan hukum yang diajukan di pengadilan negara bagian California mempertanyakan tanggung jawab Google untuk melindungi penggunanya dari aplikasi penipuan. Insiden tersebut menambah daftar kasus serupa yang terus bertambah sekaligus menyoroti tren penipuan kripto yang mengkhawatirkan di Play Store.
Perjuangan Google melawan penipuan kripto bukanlah hal baru. Awal tahun ini, perusahaan tersebut mengajukan gugatan hukum terhadap beberapa aplikasi semacam itu yang dilaporkan telah menipu lebih dari 100.000 orang di seluruh dunia.
Aplikasi-aplikasi ini sering menggunakan taktik penipuan untuk melewati pemeriksaan keamanan Google. Pakar hukum percaya hasil dari kasus Vaca akan bergantung pada apakah Google mengetahui niat jahat aplikasi tersebut dan berapa lama aplikasi tersebut tetap ada di Play Store.
Pengacara kripto Andrew Dressel menekankan pengetahuan dan respons Google terhadap ancaman tersebut akan sangat penting dalam menentukan tanggung jawabnya.
Advertisement