Liputan6.com, Jakarta - Ketakutan adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan seorang Muslim yang bertakwa. Bukan ketakutan yang berasal dari ancaman duniawi, tetapi rasa takut akan tidak diterimanya ibadah oleh Allah SWT.
KH Ahmad Bahauddin Nursalim, yang akrab dikenal sebagai Gus Baha, dalam ceramahnya memberikan pandangan mendalam tentang jenis-jenis ketakutan yang seharusnya dihadapi oleh seorang muslim yang sholeh.
Ketika kita melaksanakan ibadah, ada kalanya perasaan was-was muncul, apakah ibadah kita sudah sesuai dengan sunnah Rasulullah SAW.
Ketakutan ini adalah tanda bahwa seseorang masih dalam jalur yang benar, karena ia selalu berusaha untuk memastikan bahwa ibadahnya sesuai dengan tuntunan yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW.
Namun, menurut Gus Baha, setelah berhasil menyesuaikan ibadah dengan sunnah, ketakutan lain mungkin muncul.
Dalam ceramah yang dikutip dari kanal YouTube @AlGhifari27 pada Rabu (21/08), Gus Baha menjelaskan bahwa setelah kita berhasil menunaikan ibadah sesuai dengan sunnah Rasul, sering kali kita masih merasa takut.
Bukan karena takut ibadahnya salah, tetapi lebih kepada ketakutan bahwa kita memaksa diri untuk beribadah demi memastikan kebenarannya, bukan karena benar-benar ikhlas beribadah kepada Allah SWT.
Baca Juga
Advertisement
Simak Video Pilihan Ini:
Ketakutan Demi Ketakutan
Ketakutan berikutnya yang mungkin muncul adalah ketika seorang muslim merasa bangga bahwa ia telah melaksanakan ibadah dengan benar.
Menurut Gus Baha, ini adalah ketakutan yang sangat halus namun penting untuk diwaspadai. Rasa bangga atau ujub ini bisa membuat seseorang merasa bahwa ibadahnya diterima karena kehebatannya sendiri, bukan karena anugerah atau rahmat dari Allah SWT.
Ini adalah bentuk kesombongan spiritual yang dapat merusak pahala ibadah.
Gus Baha menekankan bahwa ketakutan-ketakutan ini adalah ciri khas dari orang-orang soleh. Mereka yang benar-benar ikhlas dalam beribadah selalu merasa cemas, apakah sholat mereka diterima atau tidak.
Mereka selalu merasa was-was apakah ibadah mereka sudah memenuhi syarat dan rukun yang ditetapkan, dan lebih dari itu, apakah hati mereka benar-benar ikhlas dalam menjalankannya.
Orang soleh, lanjut Gus Baha, tidak pernah merasa puas hanya dengan melaksanakan sholat. Setelah melaksanakan sholat, mereka selalu memikirkan apakah sholat tersebut sudah benar-benar sesuai dengan syariat.
Setelah memastikan syarat dan rukunnya terpenuhi, mereka kembali merasa takut apakah hati mereka telah benar-benar ikhlas dan tidak membanggakan diri atas kebenaran tersebut.
Ketakutan yang ketiga, menurut Gus Baha, adalah ketakutan akan ujub, yaitu perasaan bangga bahwa ibadah kita diterima karena kebenaran amal yang kita lakukan.
Padahal, seharusnya kita menyadari bahwa diterimanya ibadah bukan semata-mata karena usaha kita, tetapi karena rahmat dan anugerah dari Allah SWT.
Advertisement
Orang Sholeh akan Seperti Ini
Gus Baha menekankan bahwa orang sholeh akan selalu waspada terhadap perasaan ini. Mereka selalu berusaha untuk menjaga niat dan hati mereka agar tidak terjerumus dalam perasaan bangga yang bisa merusak keikhlasan ibadah.
Mereka menyadari bahwa betapapun benar dan sempurna ibadah yang dilakukan, tanpa rahmat Allah SWT, semua itu tidak akan ada artinya.
Lebih jauh lagi, Gus Baha menjelaskan bahwa ketakutan-ketakutan ini adalah bentuk cinta seorang hamba kepada Allah SWT.
Cinta yang mendorong mereka untuk selalu memperbaiki diri dan memastikan bahwa setiap ibadah yang dilakukan semata-mata karena mengharapkan ridha Allah SWT, bukan karena ingin dipuji atau merasa hebat.
Orang soleh, dengan segala ketakutannya, justru menunjukkan betapa dalamnya keimanan mereka. Mereka tidak hanya takut kepada Allah SWT dalam arti takut akan siksa-Nya, tetapi mereka juga takut tidak bisa mencapai ridha-Nya.
Ketakutan ini mendorong mereka untuk terus meningkatkan kualitas ibadah dan menjaga keikhlasan hati.
Gus Baha mengajak setiap Muslim untuk merenungkan ketakutan-ketakutan ini sebagai bentuk introspeksi diri.
Bahwa dalam setiap ibadah, kita harus selalu bertanya pada diri sendiri, apakah kita melakukannya dengan ikhlas atau karena dorongan lain yang bisa merusak niat kita.
Dengan mengingat pesan-pesan ini, kita diharapkan bisa menjalankan ibadah dengan lebih baik, menjaga niat dan hati kita agar tetap murni, dan selalu mengandalkan rahmat Allah SWT dalam setiap amal yang kita lakukan.
Sehingga, kita bisa menjadi hamba yang sholeh, yang selalu waspada terhadap godaan kesombongan dan ujub, dan terus berusaha untuk meraih ridha-Nya.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul