Liputan6.com, Jakarta - Rapat Paripurna DPR RI dengan agenda mengesahkan Revisi Undang-undang atau RUU Pilkada menjadi UU ditunda.
Rapat sedianya dijadwalkan pukul 09.30 WIB, namun dibatalkan usai diskors. Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco selaku pimpinan rapat beralasan karena tidak kuorum.
Advertisement
“Sehubungan dengan belum terpenuhinya syarat paripurna, maka sesuai dengan pasal 281 ayat 3 penundaan dilakukan paling lama dalam waktu 30 menit. Apakah dapat disetujui?,” tanya Dasco di ruang rapat paripurna di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (22/8/2024).
Rapat pun diskors dan ditunda selama 30 menit. Namun usai 30 menit, peserta rapat tak kunjung memenuhi syarat tata tertib pengambilan keputusan. Maka dari itu Sufmi Dasco memutuskan untuk melakukan penundaan.
“Sesuai tata tertib yang ada di DPR dalam rapat pengambilan keputusan diskors 30 menit dan sesuai aturan rapat tidak bisa dilanjutkan maka secara otomatis tidak bisa dilaksanakan,” Dasco menanandasi.
ICW Nilai Revisi UU Pilkada oleh DPR Sebagai Bentuk Korupsi Kebijakan
Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menghentikan pembahasan revisi Undang-undang (UU) Pilkada yang diduga bermaksud menganulir putusan Mahkamah Konstitusi (MK). ICW menilai revisi UU Pilkada sebagai bentuk korupsi kebijakan.
"(Revisi UU Pilkada) Menguntungkan individu atau kelompok tertentu adalah bentuk korupsi kebijakan. Pembahasan di DPR harus segera dihentikan," kata Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW, Egi Primayogha dalam keterangan tertulis, Kamis (22/8/2024).
Menurut Egi, masyarakat secara luas juga memandang revisi UU Pilkada yang dilakukan DPR itu memiliki satu tujuan tertentu. Revisi UU Pilkada disebut guna kepentingan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Publik tidak bisa dibodoh-bodohi, sudah jelas bahwa revisi bertujuan untuk menguntungkan dinasti Jokowi dan kroninya," ucap Egi.
Oleh karenanya, kata Egi publik layak marah terhadap Jokowi yang diyakini menjadi aktor utama revisi UU Pilkada di DPR RI. Pasalnya, Egi menambahkan catatan penyalahgunaan kekuasaan oleh Jokowi sebagai kepala negara sudah sering terjadi.
"Publik jangan lupa daftar panjang keculasan Jokowi, mulai dari penghancuran KPK hingga kecurangan pemilu 2024," kata dia.
Advertisement
Baleg DPR Setujui Batas Usia Cagub 30 Tahun Saat Pelantikan, Hanya PDIP yang Menolak
Terjadi perdebatan dalam Rapat Panitia Kerja (panja) terkait Revisi Undang-Undang (RUU) Pilkada. Perdebatan dimulai saat membahas soal batas usia calon gubernur dan wakil gubernur akan ditetapkan saat penetapan atau pelantikan.
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Achmad Baidowi (Awiek) menyebutkan pada DIM nomor 72 yakni "Berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur serta 25 (dua puluh lima) tahun untuk Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota".
Awiek menyebutkan bahwa keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) menolak, sedangkan keputusan Mahkamah Agung (MA) sejalan dengan usulan pemerintah dengan catatan berusia 30 saat pelantikan. Fraksi Gerindra hingga PAN menyatakan sepakat untuk menggunakan keputusan MA.
"Tidak ada kewenangan-kewenangan MK menegasikan keputusan MA. Jadi keputusan MA tetap mengikat," kata Anggota Baleg dari Fraksi Gerindra, Habiburokhman dalam Rapat Panja Baleg DPR, Rabu (21/8/2024).
Sementara itu, anggota Baleg dari PDIP menyatakan harus menggunakan keputusan dari MK.
"Dalam DIM nomor 68, calon gubernur dan calon wakil gubernur, jadi calon, calon, calon jadi kita belum bicara lagi soal bupati dan gubernur terpilih," kata Anggota Baleg dari PDIP TB Hasanuddin.
"Jadi teorinya karena calon jadi penerapan saat pendaftaran penetapan, menurut hemat kami, saya baru baca dan logikanya masuk," kata Hasanuddin.
Hasanuddin mengibaratkan syarat usia untuk masuk militer diterapkan saat mendaftar bukan saat sudah menjabat.
"Waktu ditetapkan sebagai calon taruna Akmil itu adalah batasnya, tidak sesudah letnan 2. Ini bapak-bapak loh yang buat konsepnya," kata Hasanuddin.
Awiek lantas mengetuk palu sidang dan menyatakan mengacu pada putusan MA. "Setuju ya merujuk MA ya?," Awiek mengetuk palu.
"Setuju atas apa ini pimpinan? Sudah dihitung per fraksi," tanya Anggota Baleg PDIP Putra Nababan.
"Ya keputusan MA. Fraksi PDIP sudah diberi kesempatan ngomong fraksi lain kan punya hak sama. Mayoritas. Silakan lanjut, tidak perlu mengatur fraksi lain. Fraksi lain menyatakan persetujuannya ya kita fair aja ya," sambung Awiek.
Baleg Bantah Rapat Dadakan Bahas Putusan MK soal Pilkada
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Achmad Baidowi (Awiek) membantah bahwa rapat panitia kerja (panja) terkait Revisi Undang-Undang Pilkada, digelar secara mendadak dan untuk menganulir putusan MK terkait pilkada.
Diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan membolehkan partai politik tanpa kursi di DPRD mengusung calon di pilkada.
"Tidak ada yang dadakan, RUU ini usul inisiatif DPR yang diusulkan sejak november 2023," kata Awiek di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (21/8/2024).
Awiek mengklaim, putusan MK justru akan diakomodir di RUU tersebut. Dan ia mengingatkan pembuat UU tetaplah DPR.
"Putusan MK nanti diakomodir, yang paling urgent adalah parpol non parlemen bisa ikut mengusung paslon itu yang paling urgent, yang digugat itu toh. Soal rumusan kalimat tentu DPR punya kewenangan," kata dia.
Politikus PPP itu mengaku bahwa putusan MK itu final dan binding, namun ia menyebut DPR lah yang berkuasa membentuk undang-undang.
"Yang penting kami mengingatkan bahwa sesuai dengan UUD 1945 Pasal 20 bahwa DPR memegang kekuasaan dalam pembentukan UU, itu clear. Ya terserah DPR gitu kan," kata dia.
Advertisement