Liputan6.com, Jakarta - Gedung DPR RI di Senayan, Jakarta dipenuhi massa aksi menolak pengesahan Rancangan Undang-undang (RUU) Pilkada pada Kamis (22/8/20204). Mereka menyampaikan aspirasi dan mendesak DPR untuk mematuhi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Undang-undang Pilkada.
Demonstrasi tak hanya terjadi di depan Gedung DPR RI saja, massa aksi juga menyambangi Gedung Mahkamah Konstitusi (MK). Selain di Jakarta, unjuk rasa juga terjadi beberapa kota lainnya, di antaranya Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, hingga Makassar.
Baca Juga
Advertisement
Demonstrasi atau unjuk rasa merupakan salah satu bentuk hak yang dijamin oleh undang-undang di Indonesia. Secara hukum, demonstrasi diatur oleh Undang-undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
Masih berdasarkan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1988, demonstrasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh seorang atau lebih untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara demonstratif di muka umum.
Demonstrasi dapat dilakukan di tempat-tempat terbuka untuk umum. Namun, ada beberapa lokasi yang tidak boleh dijadikan tempat menyampaikan pendapat di muka umum, yaitu:
- lingkungan istana kepresidenan,
- tempat ibadah,
- instalasi militer,
- rumah sakit,
- pelabuhan udara atau laut,
- stasiun kereta api,
- terminal angkutan darat, dan
- obyek-obyek vital nasional.
Demonstrasi dilakukan dengan tujuan untuk menyuarakan aspirasi, tuntutan, atau protes terhadap kebijakan pemerintah atau pihak lain. Dalam praktiknya, terdapat aturan demonstrasi yang harus dipatuhi oleh para demonstran. Salah satunya adalah perolehan izin dari pihak kepolisian sebelum melakukan demonstrasi.
Izin ini diperlukan untuk memastikan bahwa demonstrasi berjalan dengan tertib dan aman, serta tidak mengganggu ketertiban umum. Selain itu, tempat dan waktu dilakukannya demonstrasi juga diatur untuk menghindari potensi konflik dengan pihak lain atau kerusakan terhadap fasilitas umum.
Proses demonstrasi juga harus mengikuti aturan yang ditetapkan. Penyampaian pendapat di muka umum wajib diberitahukan secara tertulis kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) setidaknya 3×24 jam sebelum kegiatan dimulai, berdasarkan Pasal 11 UU Nomor 9 Tahun 1998. Pemberitahuan tersebut harus memuat informasi mengenai maksud dan tujuan demonstrasi, tempat, waktu, bentuk, penanggung jawab, dan lainnya.
Meskipun demonstrasi merupakan salah satu bentuk hak yang dijamin oleh undang-undang di Indonesia, terdapat beberapa larangan yang harus dipatuhi oleh para peserta demonstrasi. Larangan-larangan ini diatur dalam Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun 2012 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pelayanan, Pengamanan, dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum.
Pertama, demonstrasi yang menyatakan permusuhan, kebencian, atau penghinaan dilarang. Hal ini bertujuan untuk mencegah konflik sosial dan menjaga keamanan serta ketertiban umum.
Kedua, dilarang melakukan demonstrasi di lingkungan istana kepresidenan. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga keamanan dan ketertiban di area yang dianggap sebagai pusat kekuasaan negara.
Ketiga, demonstrasi di luar waktu yang ditentukan juga tidak diizinkan. Penetapan waktu tertentu untuk melakukan demonstrasi bertujuan untuk menghindari gangguan terhadap aktivitas publik dan mencegah potensi kerusuhan.
Keempat, demonstrasi harus memberikan pemberitahuan tertulis kepada pihak kepolisian. Hal ini penting agar pihak kepolisian dapat melakukan persiapan yang diperlukan untuk memastikan keamanan dan kelancaran jalannya demonstrasi.
Kelima, dilarang melakukan demonstrasi yang melibatkan benda-benda yang membahayakan. Larangan ini diberlakukan untuk mencegah terjadinya kecelakaan atau kerusakan yang dapat membahayakan keselamatan orang dan fasilitas umum.
Bagi pihak yang melanggar larangan-larangan tersebut, dapat dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 18 UU Nomor 9 Tahun 1998, yaitu pidana penjara paling lama 1 tahun. Hal ini bertujuan untuk memberikan efek jera kepada pelanggar serta menjaga keamanan dan ketertiban dalam penyelenggaraan demonstrasi.
Dengan adanya larangan-larangan tersebut, diharapkan demonstrasi dapat dilakukan secara tertib, aman, dan damai, serta tetap menghormati hak-hak dan kepentingan semua pihak yang terlibat.
Ada Demo Kawal Putusan MK UU Pilkada, Jalan Medan Merdeka Barat Ditutup
Pihak kepolisian memutuskan untuk menutup Jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, imbas demonstrasi (demo) kawal putusan Mahkamah Konstitusi (putusan MK) terkait Revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah atau Revisi UU Pilkada di depan Gedung MK.
Pantauan Liputan6.com, Kamis (22/8/2024), petugas kepolisian bergerak menutup Jalan Medan Merdeka Barat yang mengarah ke Harmoni. Hingga pukul 11.00 WIB, tidak ada lagi kendaraan yang dapat melintas melalui lajur tersebut.
Sebelumnya, sejumlah elemen massa juga akan menggelar aksi di depan Gedung Mahkamah Konstitusi (Gedung MK), Jakarta Pusat pada hari ini, Kamis (22/8/2024).
Aksi digelar sebagai bentuk penolakan terhadap Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah atau UU Pilkada (tolak UU Pilkada).
Terkait hal ini, polisi menyiapkan skenario rekayasa lalu lintas di sekitar lokasi. Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Kombes Pol Latif Usman meminta masyarakat yang melintas di seputaran Istana Negara untuk mencari jalur alternatif.
"Alih arus dalam rangka penyampaian pendapat (aksi) dilaksanakan hari Kamis 22 Agustus dari pukul 09.00 WIB sampai dengan selesai," kata Latif dalam keterangan tertulis, Kamis (22/8/2024).
Berikut rekayasa lalu lintas selengkapnya:
- Dari arah Bundaran Hotel Indonesia (HI) menuju Jalan Medan Merdeka Barat dialihkan ke Jalan Budi Kemuliaan atau ke Jalan Medan Merdeka Selatan.
- Dari Tugu Tani menuju ke Jalan Medan Merdeka Utara dialihkan ke Jalan Perwira (situasional)
- Dari arah Jalan Raya Hayam Wuruk menuju Jalan Majapahit atau Jalan Medan Merdeka Utara dialihkan ke Jalan Juanda atau ke Jalan Suryopranoto
- Dari arah Jalan Abdul Muis menuju Jalan Gajah Mada dialihkan ke Jalan Tanah Abang Satu
Advertisement