Liputan6.com, Jakarta Pertamina sepakat menjalin kerja sama sinergis dengan Hyundai Motor Asia Pacific HQ untuk pengembangan ekosistem hidrogen di Indonesia.
Direktur Strategi, Portofolio, dan Pengembangan Usaha Pertamina, Salyadi Dariah Saputra mengatakan, kerja sama pengembangan ekosistem hidrogen merupakan komitmen perseroan melakukan percepatan transisi energi sekaligus mendukung target pemerintah mencapai Net Zero Emission pada 2060.
Advertisement
Salyadi menyampaikan, Pertamina telah memetakan 17 lokasi sumber pasokan hidrogen yang tersebar dari Sumatera hingga Papua. Saat ini Pertamina juga tengah mengembangkan pilot project hidrogen hijau di area geothermal Ulubelu dengan target produksi 100 kg per hari.
Di hilir, Pertamina juga tengah membangun pilot project Stasiun Pengisian Bahan Bakar Hidrogen (SPBH) di Daan Mogot, Jakarta Barat yang akan menjadi integrated energy refueling station pertama di Indonesia. Nantinya, SPBH ini akan menyediakan tiga jenis bahan bakar dalam satu stasiun pengisian, yaitu BBM, gas, dan hidrogen.
"Pengembangan hidrogen akan menjadi salah satu portofolio bisnis energi bersih di masa depan dan berpotensi menjadikan Indonesia menjadi pemain utama di kawasan," ujar Salyadi, Kamis (22/8/2024).
Ia menambahkan, pengembangan hidrogen hijau akan jadi tren dunia dan bisa menjadi salah satu bisnis masa depan Pertamina. Pengembangan hidrogen memerlukan investasi besar serta dukungan regulasi dari Pemerintah sehingga ekosistem hidrogen di sektor transportasi bisa terbangun dengan baik.
"Pertamina menyambut baik kerja sama dengan Hyundai Motor Company dan kolaborasi ini diharapkan akan mendorong upaya dekarbonisasi dan penggunaan energi bersih di sektor transportasi," imbuhnya.
President Hyundai Motor Asia Pacific Headquarters sebagai perwakilan dari Hyundai Motor Company, Sunny Kim, memperkuat visi bersama antara kedua perusahaan.
"Selama lebih dari dua dekade, Hyundai Motor Company telah berdedikasi pada pengembangan teknologi hidrogen. Kemitraan dengan Pertamina bertujuan untuk memajukan implementasi hidrogen pada sektor transportasi di Indonesia. Kami berharap dapat mencapai masa depan yang berkelanjutan dan dapat berkontribusi pada transisi energi di kawasan bersama-sama," tuturnya.
Indonesia-Jepang Jalin Kesepakatan Kerja Sama Energi, Ini Rinciannya
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kementerian ESDM) melakukan penandatanganan Memorandum of Coordination (MoC) dengan Kementerian Ekonomi, Perdagangan dan Industri (METI) Jepang di Jakarta, Rabu (21/8/2024).
"Tujuan dari Memorandum Kerja Sama (MKS) ini adalah untuk membentuk kerangka kerja sama kelembagaan guna memfasilitasi dan meningkatkan kerja sama bilateral di sektor energi, berdasarkan prinsip kesetaraan dan saling menguntungkan," jelas Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana usai penandatanganan.
Adapun bidang-bidang yang akan dikerjasamakan, antara lain terkait perumusan peta jalan transisi energi menuju emisi nol bersih dengan jalur transisi nasional masing-masing, pengembangan dan penyebaran energi terbarukan, efisiensi energi, dan teknologi energi bersih lainnya, termasuk tetapi tidak terbatas pada hidrogen, amonia, daur ulang karbon, dan CCS/CCUS.
Selanjutnya, ada pengembangan energi lain, termasuk minyak, gas, dan listrik sebagaimana mestinya untuk meningkatkan ketahanan energi. Lalu pengembangan kebijakan, sumber daya manusia, dan berbagi pengetahuan tentang transisi energi dan teknologi yang berkontribusi.
Hingga mendukung upaya dalam forum multilateral untuk mempercepat kerja sama teknologi yang berkontribusi pada transisi energi yang realistis.
"Dengan MKS ini, diharapkan akan mendorong kerja sama antara entitas bisnis kedua negara, misalnya seperti promosi investasi energi, kegiatan bisnis, proyek bersama (termasuk studi kelayakan, proyek demonstrasi, pertukaran pakar, teknologi, sampel, dan peralatan), yang berkontribusi pada percepatan upaya transisi energi," imbuh Dadan.
Selain itu, untuk diskusi dan implementasi lebih lanjut dari berbagai isu yang berkaitan dengan sektor ini, kedua bisa membentuk Forum Energi yang dapat dilakukan secara berkala dan bisa digelar baik di Jepang maupun Indonesia.
"Forum Energi akan melaporkan sesuai kebutuhan terkait pembahasan dan pelaksanaan kerja sama sehubungan dengan MKS ini kepada pertemuan tingkat menteri, termasuk dialog strategis tingkat menteri Indonesia-Jepang," pungkas Jepang.
Advertisement
RUU Energi Baru Terbarukan Belum Rampung pada 2024, Ada Apa?
Sebelumnya, Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto perkirakan, Rancangan Undang-Undang (RUU) Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET) atau RUU EBET tidak dapat disahkan dalam masa sidang DPR periode sekarang.
Mulyanto yang juga anggota Panja RUU EBET pesimistis RUU tersebut dapat diselesaikan tahun ini, karena relatif berjalan lambat dan alot, khususnya terkait dengan pasal power wheeling.
"Jangankan disahkan di tingkat Paripurna DPR RI, tahap pengambilan keputusan di tingkat I Pleno Komisi VII saja belum," kata Mulyanto dalam Seminar IRESS di Senayan, dikutip Minggu (4/8/2024).
Terkait substansi, menurut Mulyanto, Fraksi PKS sendiri menolak dimasukkannya aturan power wheeling dalam RUU EBET tersebut. Aturan tersebut membolehkan pihak pembangkit swasta untuk menjual listrik EBET yang diproduksinya secara langsung kepada masyarakat dengan menyewa jaringan transmisi/distribusi milik Negara.
"Norma ini secara langsung akan mereduksi peran PLN," ujar Mulyanto.