Liputan6.com, Jakarta - Gambar Garuda Pancasila berlatar warna biru bertuliskan Peringatan Darurat tengah jadi sorotan. Kini gambar tersebut disebut menjadi simbol perlawanan.
Gerakan mengawal konstitusi pun digaungkan bersamaan dengan Garuda Biru viral.
Advertisement
Gerakan tersebut muncul setelah Badan Legislasi DPR bersama pemerintah menyepakati Revisi Undang-Undang (RUU) Pilkada untuk dibawa ke rapat paripurna pada Selasa 21 Agustus. Revisi UU Pilkada ini dianggap bertentangan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membolehkan partai politik tanpa kursi di DPRD mengusung calon di pilkada.
Peringatan darurat berwarna biru seperti di Indonesia ternyata juga ada di Amerika Serikat (AS), yang disebarkan dalam skala nasional dan saat keadaan genting tertentu.
Mengutip situs Community Oriented Policing Services (COPS) milik US Department of Justice (Departemen Kehakiman AS), Kamis (22/8/2024), peringatan darurat berwarna biru tersebut dikenal dengan sebutan Blue Alert (Peringatan Biru).
National Blue Alert Network (Jaringan Peringatan Biru Nasional) mendukung penggunaan dan integrasi rencana Blue Alert (Peringatan Biru) di seluruh Amerika Serikat untuk menyebarluaskan informasi dengan cepat kepada lembaga penegak hukum, media, dan masyarakat untuk membantu penangkapan penjahat kekerasan yang telah membunuh atau melukai petugas saat bertugas.
Blue Alert juga dapat dikeluarkan saat tersangka menimbulkan ancaman nyata dan nyata terhadap penegak hukum, atau saat petugas hilang saat bertugas.
Peringatan Biru di AS dapat dikirimkan ke stasiun televisi dan radio; ke ponsel dan perangkat nirkabel, ke rambu jalan raya, dan mekanisme peringatan sekunder lainnya – dengan cara yang sama seperti Peringatan AMBER yang umum dikeluarkan di AS. Juga melalui Emergency Alert System (EAS) atau Sistem Peringatan Darurat.
Saat ini, ada 37 negara bagian AS dengan Blue Alert plans (rencana Peringatan Biru). Kantor COPS menyediakan sumber daya dan bantuan teknis kepada negara bagian, teritori, lembaga penegak hukum, dan suku yang ingin membuat atau meningkatkan rencana Peringatan Biru; termasuk, pedoman aktivasi sukarela, contoh undang-undang, kebijakan, dan formulir yang dikumpulkan dari seluruh negara dalam central Blue Alert data repository.
Asal-Usul Peringatan Biru AS
Kongres AS meloloskan Rafael Ramos and Wenjian Liu National Blue Alert Act of 2015 (Undang-Undang Peringatan Biru Nasional Rafael Ramos dan Wenjian Liu tahun 2015) untuk mendorong, meningkatkan, dan mengintegrasikan Blue Alert plans (rencana Peringatan Biru).
Undang-undang Blue Alert ini diberi nama untuk menghormati Petugas Polisi Kota New York Rafael Ramos dan Wenjian Liu yang tewas dalam serangan penyergapan pada tanggal 20 Desember 2014.
Undang-Undang tersebut menetapkan sistem nasional sukarela untuk memberikan peringatan dini kepada polisi tentang ancaman terhadap petugas polisi dan untuk membantu penangkapan tersangka yang telah membunuh atau melukai petugas polisi.
Pada tahun 2016, Kantor Community Oriented Policing Services (COPS) diminta untuk menerapkan Undang-Undang Peringatan Biru dan membentuk Jaringan Peringatan Biru Nasional.
Kantor COPS menyediakan sumber daya dan bantuan teknis kepada negara bagian, lembaga penegak hukum, dan pemangku kepentingan lain yang ingin membuat atau meningkatkan rencana Blue Alert yang ada.
Jaringan Blue Alert Nasional juga mengelola repositori data aman, khusus untuk penegakan hukum, yang berisi banyak sumber daya Blue Alert yang dikumpulkan dari seluruh negara, termasuk contoh undang-undang, kebijakan, formulir, dan direktori pejabat Blue Alert negara bagian.
Advertisement
Awal Garuda Pancasila Berlatar Biru Bertuliskan Peringatan Darurat Viral di Indonesia
Adapun di Indonesia, gambar Garuda Pancasila berlatar warna biru bertuliskan Peringatan Darurat yang kini viral muncul setelah Badan Legislasi DPR bersama pemerintah menyepakati Revisi Undang-Undang (RUU) Pilkada untuk dibawa ke rapat paripurna pada Selasa 21 Agustus.
Adapun Revisi UU Pilkada ini dianggap bertentangan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membolehkan partai politik tanpa kursi di DPRD mengusung calon di pilkada.
Padahal, MK melalui putusannya nomor 60/PUU-XXII/2024 dan 70/PUU-XXII/2024 memberikan angin segar untuk alam demokrasi di Indonesia. Obesitas koalisi yang merangkul hampir semua partai di parlemen dipatahkan dengan putusan MK nomor 60 yang memutuskan setiap partai politik bisa mengusulkan calonnya sendiri meski tak punya kursi di DPRD.
Pun dengan putusan MK nomor 70 yang memutuskan bahwa usia pencalonan seorang kepala daerah terhitung pada saat ditetapkan, bukan saat dilantik. Namun sayangnya, putusan progresif tersebut dipatahkan dengan rapat kilat revisi Undang-Undang Pilkada oleh Baleg DPR bersama pemerintah.
Mereka bersepakat, aturan partai tak punya kursi untuk mengusung calon kepala daerah hanya berlaku bagi partai non-parlemen. Sementara aturan batas usia kepala daerah mengacu pada putusan Mahkamah Agung (MA) yakni sejak saat dilantik, bukan merujuk putusan MK.
Seruan turun ke jalan menolak Revisi UU Pilkada yang dilakukan DPR pun riuh. Sejumlah tokoh, aktivis hingga artis bersepakat untuk demonstrasi pada Kamis (22/8/2024) di sejumlah titik Jakarta.
Amnesty International Minta Negara Tidak Represif ke Massa Demo
Amnesty international Indonesia kemudian diketahui meminta negara tidak mengganggu massa yang ikut dalam gelombang demo 'Peringatan Darurat' menanggapi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI yang menganulir Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dengan melakukan revisi Undang-undang Pilkada.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengatakan setiap orang berhak untuk mengutarakan pandangannya secara damai terhadap situasi negara, termasuk aksi protes yang dilakukan mahasiswa dan berbagai elemen masyarakat lainnya.
"Protes terhadap kebijakan negara ataupun perilaku elite politik adalah hal yang wajar, sah, dan dijamin dalam hukum internasional hak asasi manusia. Jangan direpresi," kata Usman dalam keterangan tertulis, diterima Kamis (22/8/2024).
Menurut Usman, kekerasan negara terhadap massa demo hanya akan memperburuk kondisi hak asasi manusia (HAM). Usman meminta negara belajar dari kasus 2019 silam, saat mahasiswa dan pelajar dalam aksi reformasi di korupsi dan aksi tolak UU Cipta Kerja direpresi.
"Akibatnya, sejumlah mahasiswa tewas dan ratusan ditangkap," ujar Usman.
Usman menyampaikan, protes adalah representasi ruang sipil yang harus dijamin negara. Hukum internasional mewajibkan setiap negara untuk menghormati prinsip dasar hak asasi manusia seperti kebebasan berekspresi dan berserikat, termasuk beroposisi.
Usman menegaskan ruang sipil yang bebas tanpa ancaman dan penghukuman negara sangat diperlukan. Sehingga akses bagi keadilan bisa terbuka.
Oleh sebab itu, Amnesty International meminta negara tidak bertindak represif dan berlebihan dalam menyikapi massa aksi. Penggunaan gas air mata hingga meriam air yang serampangan diharapkan tidak dilakukan aparat.
"Kami mendesak negara agar tidak memakai kekerasan dan kekuatan berlebihan lainnya dalam menanggapi protes damai. Gas air mata, meriam air, maupun tongkat secara serampangan sering dilakukan oleh aparat dalam menanggapi protes-protes damai sebelumnya. Hal ini tidak boleh terulang," kata Usman Hamid.
Advertisement