Liputan6.com, Jakarta - Anggota DPR RI Fraksi PDIP, Adian Napitupulu menemui demonstran yang tertangkap dalam aksi tolak RUU Pilkada yang berlangsung di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (22/8).
Adian menyapa para demonstran yang diamankan di pos polisi Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. Kepada para demonstran, Adian berjanji akan mengadvokasi para demonstran.
Advertisement
“Ada mahasiswa, ada yang dari LBH. Tadi gue juga ketemu dalam mobil. Mereka mau dibawa ke Polda. Ada sebagian mau dibawa ke Polres,” kata Adian.
“Itu total yang gue temui disini ada sebelas, di sana (gerbang DPR kiri) juga ada empat belas. Ada 26 orang. Tapi yang dalam sini sudah gue catat nama-namanya,” sambungnya.
Setelah menengok kondisi puluhan massa yang diamankan tersebut, Adian meminta polisi untuk membebaskannya. Sebab, demonstrasi merupakan hak berekspresi yang juga dilindungi Undang-undang.
“Ya gue ketemu dengan polisi yang ada di lokasi, dan gue minta untuk tidak ada kekerasan, tidak ada penangkapan, penahanan yang tidak sesuai prosedur. Kalau kemudian misalnya mereka unsurnya tidak terpenuhi, lepaskan saja lah,” harapnya.
Adian memahami betul betapa mahasiswa maupun aktivis LSM yang berdemonstrasi tersebut merupakan ekspresi cinta kepada konstitusi dan negaranya.
“Kita tahu mereka bergerak karena hati nurani kok, tidak karena yang lain. Artinya bahwa kita sama-sama mencintai bangsa ini, tapi ekspresi mencintainya dengan cara yang berbeda,” kata Adian.
Gelombang Demo 'Peringatan Darurat' di Jakarta
Diketahui, Gambar Garuda Pancasila berlatar warna biru bertuliskan Peringatan Darurat kini menjadi simbol perlawanan. Gerakan mengawal konstitusi pun digaungkan bersamaan dengan viralnya Garuda Biru.
Gerakan tersebut muncul setelah Badan Legislasi DPR bersama pemerintah menyepakati Revisi Undang-Undang (RUU) Pilkada untuk dibawa ke rapat paripurna pada Selasa 21 Agustus. Revisi UU Pilkada ini dianggap bertentangan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membolehkan partai politik tanpa kursi di DPRD mengusung calon di pilkada.
Padahal, MK melalui putusannya nomor 60/PUU-XXII/2024 dan 70/PUU-XXII/2024 memberikan angin segar untuk alam demokrasi di Indonesia. Obesitas koalisi yang merangkul hampir semua partai di parlemen dipatahkan dengan putusan MK nomor 60 yang memutuskan setiap partai politik bisa mengusulkan calonnya sendiri meski tak punya kursi di DPRD.
Pun dengan putusan MK nomor 70 yang memutuskan bahwa usia pencalonan seorang kepala daerah terhitung pada saat ditetapkan, bukan saat dilantik. Namun sayangnya, putusan progresif tersebut dipatahkan dengan rapat kilat revisi Undang-Undang Pilkada oleh Baleg DPR bersama pemerintah.
Mereka bersepakat, aturan partai tak punya kursi untuk mengusung calon kepala daerah hanya berlaku bagi partai non-parlemen. Sementara aturan batas usia kepala daerah mengacu pada putusan Mahkamah Agung (MA) yakni sejak saat dilantik, bukan merujuk putusan MK.
Seruan turun ke jalan menolak Revisi UU Pilkada yang dilakukan DPR pun riuh. Sejumlah tokoh, aktivis hingga artis bersepakat untuk demonstrasi pada Kamis (22/8/2024) di sejumlah titik Jakarta.
Advertisement