Liputan6.com, Jakarta “Bapak saya mengajarkan value tentang hidup yang membentuk saya menjadi seperti saat ini.” Itulah kalimat yang dilontarkan Novita Hardini, ibu dari tiga orang anak, istri dari Bupati Trenggalek, Mochamad Nur Arifin, saat ditanyakan tentang pesan yang diamanatkan sang ayah kepadanya.
Ya, Novita adalah bungsu dari 11 bersaudara. Novita kecil, tinggal bersama orangtua asuh, dimana sang ayah berprofesi sebagai seorang TNI. Pola asuh sang ayah dan ibu Novita-lah yang berhasil membentuk karakter dan pribadinya hingga berada di titik ini.
Advertisement
Meski sang ayah seorang TNI, namun bukan berarti Novita menjalani hidupnya bak jalan tol. Wanita berusia 33 tahun itu tentu pernah melakoni kehidupan yang morat-marit, namun tetap harus bertahan.
“lil a bit challenging dengan banyak situasi yang tidak mudah dan harus menghadapi berbagai benturan. Saya diajak untuk tinggal selama tiga bulan dirumah sahabat ibu saya, di sebuah rumah yang tak ada dindingnya, satu kamar dengan 15 orang. Tiap malam saya harus bantu sahabat mama jualan di kaki lima dari jam 5 sore sampai 1 malam,” cerita Novita yang menjalani ‘live in’ saat kelas 2 SD.
Untuk kali pertama dalam hidupnya, Novita merasa lebih dekat dengan kondisi masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan.
"Aku bertanya, kenapa aku di sini. Tapi di situ saya kenal kehidupan masyarakat yang hidup dalam kemiskinan dengan jarak yang dekat. Dan saya rasa hal itu melahirkan dorongan keras. Suatu saat aku harus bisa membantu orang merubah kehidupannya. Dan membuat ayah tersenyum bahwa puterinya memilih jalan pengabdian ini.” Cerita Novita.
Novita Hardini, Seorang Introvert yang Punya Value
Bicara soal introvert, banyak yang berpikir mereka adalah orang yang sulit berhasil karena ‘kesulitan dengan segala bentuk sosialisasi. Namun Novita tahu betul bahwa tantangan menjadi seorang introvert tak lantas membuatnya menyamankan diri.
Lagi-lagi, berkat pola asuh keluarga, Novita bisa menjadi pribadi yang lebih cakap mengelola keterampilannya. Baginya, tumbuh dalam keluarga dengan pola asuh militer, bukan berarti otoriter. Kedua orangnya justru mengarahkannya untuk hidup lebih disiplin, memahami aturan, mengajarkannya menjaga fisik dengan apik, dan tentunya harus membentuk diri lewat ilmu pengetahuan.
“Dulu saya ngobrol sama orang rasanya takut karena saya cukup Introvert. Untuk belajar berbicara butuh effort yang tidak mudah. Saya melatih keterampilan public speaking terus menerus.” kata wanita yang baru-baru ini menjadi pembicara dalam forum Women Empowerment di Taiwan.
Ya, apa yang dilakukan Novita merupakan tantangan baginya. Suka tidak suka, mau tidak mau, harus dilakoni karena Novita memegang prinsip kuat yang diajarkan oleh sang ayah. Dia mengaku kalau ayahnya selalu mengingatkannya untuk menjadi wanita yang punya value agar berdaya, bukan hanya untuk diri sendiri, tapi juga untuk masyarakat luas.
“Saya ingat bapak saya itu ngomong satu hal: ‘Perempuan itu dihargai karena dia bisa menghargai dirinya sendiri, melindungi kehormatannya sebagai perempuan, bisa melindungi harga diri keluarga sebagai masyarakat muslim, masyarakat Indonesia. Kita tidak boleh membahagiakan banyak orang, kalau tidak tahu bagaimana membahagiakan diri sendiri.’ Itu yang saya pegang sampai sekarang,” katanya.
Advertisement
Cita-citanya Pernah Membayangkan Jadi Kasir Minimarket
Novita berpendapat kalau mimpi seyogyanya dimiliki setiap orang. Mimpi atau cita-cita dapat diwujudnyatakan dengan usaha dan kerja cerdas. Saat berbincang dengan Tim Fimela, Annisa Wulan, Novita dengan gamblang mengatakan kalau dia bercita-cita pernah ingin menjadi kasir minimarket.
“Saya sempat ingin jadi kasir minimarket. Bagi saya seru ya, main komputer cepat, ada mesin otomatis, keluar kertas, ada mesin scan. Bagi saya itu cukup keren,” katanya.
Bukannya menjadi Kasir Minimarket, kini Novita berhasil melompat lebih jauh lagi. Berbekal ilmu ekonomi dari sarjana hingga magister yang dimilikinya dan pengalaman melihat langsung kondisi orang lain yang notabene ada di garis kemiskinan.
Meski cita-cita itu tak berhasil terwujud, namun Novita berhasil melompat lebih jauh lagi. Berbekal ilmu ekonomi dari sarjana hingga magister yang dimilikinya dan pengalaman melihat langsung kondisi orang lain yang notabene ada di garis kemiskinan, wanita kelahiran Surabaya itu justru berjuang untuk menjadi lebih.
Baginya, pendidikan menjadi modal utama untuk memberdayakan diri dan lingkungan di sekitarnya. Lantas bagaimana dengan profesi seumur hidupnya menjadi seorang ibu? Terabaikankah? Jelas tidak.
Dia mengakui, menjadi ibu rumah tangga masuk dalam ‘top list of my dream’ karena itu adalah pekerjaan yang mulia. Terlihat dalam setiap kesempatan, dia sering membagikan momen bersama ketiga buah hatinya.
“Saya merasa hidup kayak sia-sia. Ngapain hidup kalau hanya untuk mendapatkan hak yang saya punya. Saya ingin dapat selalu membawa impact baik bagi kehidupan masyarakat, terutama bagi perempuan. Karena perjuangan perempuan masih panjang terutama dalam mendapatkan kesetaraan," ujarnya.
(*)