KPPOD: Revisi UU Pilkada Bakal Ciptakan Kantong Kemiskinan di Daerah

Direktur Eksekutif KPPOD Herman N Suparman mendukung putusan MK yang memberi ruang agar Pilkada tak hanya dikuasai oleh satu koalisi.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 23 Agu 2024, 17:30 WIB
Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) merupakan cara paling sehat sebagai acuan dalam kontestasi Pilkada.(Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) merupakan cara paling sehat sebagai acuan dalam kontestasi Pilkada. Ketimbang mengikuti revisi undang-undang alias RUU Pilkada yang batal dilaksanakan DPR RI.

Direktur Eksekutif KPPOD Herman N Suparman mendukung putusan MK yang memberi ruang agar Pilkada tak hanya dikuasai oleh satu koalisi. Sehingga tidak terjadi adu banteng antara satu pasangan calon versus kotak kosong.

"Sebetulnya ketika ada rencana revisi UU Pilkada, kami pertama mendukung putusan MK yang kemarin. Karena itu menurut kami ruang yang lebar untuk berkompetisi secara sehat," ujar Arman, sapaan akrabnya di Kantor APINDO, Jakarta, Jumat (23/8/2024).

Arman bersyukur DPR bakal mengikuti putusan MK untuk ajang kontestasi 27 Agustus 2024. Karena jika tidak, oligarki dan dinasti politik akan punya keleluasaan untuk berkuasa. 

Sebab menurut pengamatan dia, daerah-daerah yang dipimpin oleh politik dinasti punya tingkat kemiskinan luar biasa besar.

"Kita harus lihat, daerah yang dipimpin oleh dinasti politik itu daerah-daerah yang memiliki kantung-kantung kemiskinan luar biasa. Karena itu sebetulnya kami di KPPOD concern benar mendukung putusan MK yang kemarin. Pilkada itu diharapkan bisa melahirkan kepala-kepala daerah yang punya kapasitas dan integritas," tegasnya. 

Tak hanya berhenti di urusan Pilkada saja, ia meminta penyusunan regulasi juga lebih banyak melibatkan tak hanya pemangku kepentingan dan pengusaha besar, tapi juga publik secara keseluruhan. 

Lantaran, sejauh ini ia mencatat adanya beberapa peraturan pusat dan daerah (Perda) turunan UU Cipta Kerja yang dibuat terburu-buru lantaran terpenjara dengan target-target politik tertentu. Arman mengambil contoh Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.  

"Kita harapkan partisipasi publik tidak hanya dunia usaha, tapi juga unsur-unsur yang lain. Masyarakat adat, para pelaku UMKM benar-benar dilibatkan dalam penyusunan kebijakan seperti itu," tutur dia. 


Revisi UU Pilkada Batal Disahkan DPR, Buruh Tak Jadi Geruduk Senayan Hari Ini

Aksi unjuk rasa untuk menolak pengesahan Revisi Undang-undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, kelompok buruh memutuskan untuk menunda lanjutan aksinya di Gedung DPR/MPR, usai DPR tidak jadi mengesahkan RUU Pilkada.

"Aksi 23 Agustus di DPR RI kita tunda dulu, sambil melihat perkembangan dinamika di DPR RI," ujar Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal melalui pesan tertulis, Jumat (23/8/2024).

Padahal sebelumnya, Said Iqbal sempat menyatakan kelompok buruh bakal tetap menggelar aksi demonstrasi mengawal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada Jumat (23/8/2024) hari ini.

"Besok aksi lagi di DPR," ujar Said Iqbal, dikonfirmasi Liputan6.com, Kamis (22/8/2024) malam.

Adapun rencana gelombang aksi demo tersebut muncul setelah Badan Legislatif DPR RI mengebut pembahasan revisi UU Pilkada. Pembahasan itu dilakukan usai Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan soal ambang batas dan syarat pencalonan kepala daerah.

Permohonan Partai Buruh dan Partai Gelora

MK sendiri mengabulkan permohonan Partai Buruh dan Partai Gelora. Sehingga, menurut putusan MK, pencalonan kepala daerah bisa dilakukan dengan kursi minimal 7,5 persen di daerah. Berbeda dari sebelumnya yakni 20 persen kursi atau 25 persen suara di pemilu sebelumnya.

Namun, putusan tersebut mendapat perlawanan dari DPR RI yang sempat menggelar rapat paripurna untuk mengesahkan revisi UU Pilkada, meskipun batal lantaran tak mencapai kuorum.

Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad lantas lantas berjanji, pihak parlemen tidak akan menggelar rapat paripurna kembali untuk mengesahkan revisi undang-undang pilkada.

Sehingga, aturan pilkada saat pendaftaran calon kepala daerah 27 Agustus mendatang akan menggunakan hasil keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) hasil judisial review Partai Gelora dan Partai Buruh.

"Oleh karena itu kami tegaskan sekali lagi karena kita patuh dan taat dan tunduk kepada aturan berlaku bahwa pada saat pendaftaran nanti karena RUU Pilkada belum disahkan menjadi undang-undang maka yang berlaku adalah hasil keputusan Mahkamah Konstitusi judicial review yang diajukan oleh Partai Buruh dan Gelora," kata Dasco saat konferensi pers di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (22/8/2024).

 


DPR Batalkan Pengesahan Revisi UU Pilkada, Rakyat Menang!

Lambang Garuda Biru Peringatan Darurat yang Sedang Viral Diyakini Berasal dari Video Lama di Youtube.  foto: Youtube EAS Indonesia Concept

Sebelumnya, Revisi Undang-Undang (RUU) Pilkada batal disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI).

Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengatakan hal itu disebabkan rapat paripurna dengan agenda pengesahan tersebut pada pagi hari tadi tidak bisa diteruskan karena kurangnya jumlah peserta rapat atau tidak kuorum.

"Hari ini pada tanggal 22 Agustus jam 10.00, setelah kemudian mengalami penundaan selama 30 menit (tetap tidak kuorum), maka tadi sudah diketok, revisi Undang-Undang Pilkada tidak dapat dilaksanakan," kata Dasco di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Kamis (22/8/2024).

"Artinya, pada hari ini revisi Undang-Undang Pilkada batal dilaksanakan," tegas Dasco.

Dasco juga menyatakan, karena revisi beleid tersebut batal disahkan, maka acuan yang harus digunakan untuk membentuk Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) adalah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang bersifat final dan mengikat.

Dia pun menegaskan DPR tidak akan melakukan paripurna lagi untuk mengesahkan revisi payung hukum Pilkada 2024. Alasannya, waktu pendaftaran calon kepala daerah sudah mepet dan bertepatan dengan jadwal rutin rapat paripurna yaitu Selasa dan Kamis.

 


Aksi Demo

Sebelumnya, pada Kamis (22/8/2024), mahasiswa bersama sejumlah elemen masyarakat berunjuk rasa di depan gedung DPR RI menolak revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada). (merdeka.com/Imam Buhori)

"Oleh karena itu, sesuai dengan mekanisme yang berlaku, apabila mau ada paripurna lagi harus mengikuti tahapan-tahapan yang diatur sesuai dengan tata tertib di DPR. Dan karena pada hari Selasa tanggal 27 Agustus 2024 kita sama-sama tahu sudah pada tahapan pendaftaran pilkada," jelas dia.

"Oleh karena itu, kami tegaskan sekali lagi, karena kita patuh dan taat dan tunduk kepada aturan berlaku bahwa pada saat pendaftaran nanti karena RUU Pilkada belum disahkan menjadi undang-undang, maka yang berlaku adalah hasil keputusan Mahkamah Konstitusi judicial review yang diajukan oleh Partai Buruh dan Gelora," tegas Dasco.

Diketahui, akibat adanya rencana rapat pengesahan revisi UU Pilkada, pada hari ini, Kamis (22/8/2024), rakyat turun ke jalan. Bukan hanya di Jakarta, aksi unjuk rasa juga digelar di berbagai wilayah Tanah Air.

Para demonstran menilai Badan Legislatif DPR telah melakukan tindakan inkonstitusional. Masyarakat dari berbagai elemen berdemonstrasi menentang upaya pengesahan sewenang-wenang dari DPR RI. Dengan batalnya paripurna pengesahan revisi Undang-Undang Pilkada, maka perjuangan rakyat pada hari ini berhasil. Selamat!

 

Infografis Gelombang Demonstrasi Marak, DPR Batalkan Pengesahan Revisi UU Pilkada. (Liputan6.com/Abdillah)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya