Liputan6.com, Jakarta - Dalam pidato utamanya pada hari Jumat 24 Agustus 2024 di acara tahunan The Fed di Jackson Hole, Wyoming, Ketua bank sentral AS Jerome Powell mengungkapkan bahwa waktu penyesuaian kebijakan suku bunga telah tiba.
Pernyataan itu muncul saat inflasi AS turun secara signifikan dari puncaknya di era pandemi pada pertengahan 2022. Pasar tenaga kerja, meskipun masih relatif sehat, telah mengisyaratkan tanda-tanda pelemahan.
Advertisement
Melansir CNBC International, Minggu (25/8/2024) wakil kepala ekonom Amerika Utara di Capital Economics, Stephen Brown memperkirakan bahwa The Fed akan memilih antara pemotongan 0,25 dan 0,50 poin persentase pada pertemuan kebijakan berikutnya pada bulan September mendatang.
"Suku bunga yang lebih rendah secara umum positif untuk saham," kata Marguerita Cheng, seorang CFP dan kepala eksekutif Blue Ocean Global Wealth, yang berbasis di Gaithersburg, Maryland.
Cheng menyebut, bisnis mungkin merasa lebih nyaman untuk melakukan ekspansi jika biaya pinjaman lebih rendah, misalnya.
Namun, ketidakpastian seputar jumlah pemotongan suku bunga di masa mendatang, serta ukuran dan kecepatannya, menjadi tanda bagi investor untuk tidak membuat perubahan besar-besaran pada portofolio mereka sebagai reaksi spontan terhadap pernyataan Powell.
"Hal-hal dapat berubah," ungkap Winnie Sun, salah satu pendiri dan direktur pelaksana Sun Group Wealth Partners.
Para penasihat pasar juga membeberkan, suku bunga yang turun secara umum berarti investor dapat mengharapkan pengembalian yang lebih rendah atas uang mereka yang "lebih aman".
Ini akan mencakup kepemilikan dengan risiko yang relatif rendah, seperti uang tunai yang disimpan dalam rekening tabungan, dana pasar uang atau sertifikat deposito, dan uang dalam obligasi jangka pendek.
Suku bunga yang tinggi berarti investor menikmati pengembalian yang cukup tinggi atas kepemilikan berisiko rendah ini. "Ini seperti potong rambut: Kami melakukan pemangkasan kecil di sana-sini," ucap Winnie Sun.
The Fed Buka Peluang Pangkas Suku Bunga pada September 2024
Risalah terbaru mengungkapkan para pejabat Federal Reserve (The Fed) mengindikasikan penurunan suku bunga pada pada September mendatang semakin mungkin terjadi.
"Sebagian besar peserta pertemuan 30-31 Juli mengamati bahwa, jika data terus keluar seperti yang diharapkan, maka akan lebih tepat jika kebijakan dilonggarkan pada pertemuan berikutnya," demikian isi risalah tersebut, dikutip dari CNBC International, Kamis (22/8/2024).
Pasar sepenuhnya memperkirakan pemotongan suku bunga the Fed akan terjadi pada September, yang akan menjadi yang pertama sejak pelonggaran darurat pada awal krisis Covid-19.
Meskipun seluruh pemilih di Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) yang menentukan suku bunga memilih untuk mempertahankan suku bunga acuan tetap stabil, ada kecenderungan di antara sejumlah pejabat untuk mulai melakukan pelonggaran pada pertemuan bulan Juli daripada menunggu sampai bulan September.
"Beberapa (peserta pertemuan) mengamati bahwa kemajuan terkini dalam inflasi dan peningkatan tingkat pengangguran telah memberikan alasan yang masuk akal untuk mengurangi kisaran target sebesar 25 basis poin pada pertemuan ini atau bahwa mereka dapat mendukung keputusan tersebut," ungkap risalah itu.
Dalam istilah yang digunakan The Fed dalam risalah rapatnya, yang tidak menyebutkan nama atau menentukan berapa banyak pembuat kebijakan yang mempunyai pendapat tertentu, beberapa adalah angka yang relatif kecil.
Namun, ringkasan tersebut memperjelas bahwa para pejabat The Fed yakin terhadap arah inflasi dan siap untuk memulai pelonggaran kebijakan jika data terus mendukung.
Advertisement
Pergerakan Inflasi hingga Pasar Tenaga Kerja
Terdapat dua sentimen dalam risalah baru The Fed, yaitu penanda inflasi telah menunjukkan bahwa tekanan harga telah berkurang secara signifikan, sementara beberapa anggota mencatat kekhawatiran terhadap pasar tenaga kerja serta kesulitan yang dialami rumah tangga, terutama mereka yang berada pada spektrum pendapatan kelas bawah, dalam kondisi saat ini.
"Sehubungan dengan prospek inflasi, para peserta menilai bahwa data terbaru telah meningkatkan keyakinan mereka bahwa inflasi bergerak secara berkelanjutan menuju 2 persen," demikian isi risalah tersebut.
"Hampir semua peserta mengamati bahwa faktor-faktor yang berkontribusi terhadap disinflasi baru-baru ini kemungkinan akan terus memberikan tekanan pada inflasi dalam beberapa bulan mendatang," kata risalah itu.
"Mayoritas peserta menyatakan bahwa risiko terhadap tujuan ketenagakerjaan telah meningkat, dan banyak peserta menyatakan bahwa risiko terhadap tujuan inflasi telah menurun," tulisnya, seraya menambahkan, beberapa peserta mengingatkan risiko pelonggaran bertahap dalam kondisi pasar tenaga kerja dapat berubah menjadi kemunduran yang lebih serius.