Liputan6.com, Gaza - Kementerian kesehatan di Gaza yang dikuasai Hamas mengatakan Sabtu (24/8) bahwa sedikitnya 40.334 orang tewas dalam konflik antara Israel dan pejuang Palestina, yang kini telah berlangsung selama 11 bulan.
Laporan yang dikutip dari AFP menurut data kementerian, Minggu (25/8/2024), menyebut jumlah korban termasuk 69 orang tewas dalam 48 jam sebelumnya dan mencantumkan 93.356 orang terluka di Jalur Gaza sejak konflik dimulai ketika Hamas menyerang Israel pada 7 Oktober 2023.
Advertisement
Sementara itu sedikitnya 12 warga Palestina, termasuk dua anak dan seorang wanita dila tewas pada Sabtu pagi dini hari akibat serangan Israel di sebelah timur Khan Younis, Gaza, dan di area kamp Al-Nuseirat, demikian menurut kantor berita resmi Palestina Wafa.
Sedikitnya 15 orang lainnya terluka dalam serangan itu, Wafa menambahkan.
Adapun para negosiator dari AS, Mesir, dan Qatar telah berusaha selama berbulan-bulan untuk memediasi gencatan senjata dan membebaskan para sandera, lebih dari 100 di antaranya diyakini masih ditawan di Gaza.
Utusan Khusus Presiden Palestina: Benjamin Netanyahu Jadikan Perang Gaza sebagai Bukti Eksistensi Israel
Keputusan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk melancarkan serangan ke wilayah Palestina, khususnya Gaza, salah satunya adalah untuk menunjukkan eksistensi Israel. Demikian diungkapkan oleh Utusan Khusus Presiden Palestina Riyad al-Maliki.
"Netanyahu percaya bahwa perang yang dilancarkannya terhadap rakyat Palestina adalah perang eksistensial bagi negara Israel. Karena, ia menganggap bahwa apa yang terjadi pada 7 Oktober telah mengungkap sistem keamanan nasional Israel," tutur Riyad dalam sesi diskusi yang diselenggarakan oleh Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) di Jakarta, Selasa (20/8/2024).
Sementara menurut Riyad, konflik Israel-Hamas saat ini justru mengungkap Israel ke titik yang lemah, sekaligus menunjukkan kegagalan sistem keamanan nasionalnya.
"Ia melihat masalah itu untuk memahami mengapa sistem keamanan nasional Israel telah gagal. Dan ia melihat, masalahnya adalah karena ada orang Palestina yang tinggal di tanah yang disebut Palestina. Dan satu-satunya cara bagi Israel untuk mengamankan sistem keamanan nasionalnya adalah dengan menghilangkan keberadaan Palestina dari tanah Palestina," lanjut dia.
Sementara mengingat banyaknya populasi warga Palestina, hampir 6,97 juta orang di Tepi Barat, Riyad menilai bahwa Netanyahu memilih untuk menyingkirkan mereka dengan cara menyerukan perang regional.
"Bukan hanya perang yang terbatas di Gaza, tetapi perang yang melampaui Gaza. Itulah satu-satunya cara untuk dapat menggambar ulang peta wilayah tersebut," katanya.
"Dengan menggambar ulang peta wilayah tersebut, maka ada kemungkinan untuk menyingkirkan orang-orang Palestina yang tinggal di Tepi Barat dan di Jalur Gaza."
Alasan tersebut pula yang memicu Israel melibatkan Amerika Serikat (AS) dalam konflik tersebut, bahkan memperluasnya melampaui Gaza, hingga ke Tepi Barat, Lebanon, Suriah, Irak, Iran hingga Yaman.
"Dia berpikir bahwa saat dia memperluas perang, terutama ke Iran, maka dia akan yakin bahwa Amerika akan mendukung dan membelanya. Jadi dia percaya ini adalah satu-satunya cara jika dia ingin menyingkirkan kehadiran Palestina, kehadiran fisik, dari blok demografis populasi tersebut, terutama di Tepi Barat," paparnya.
Advertisement
Upaya Netanyahu Raih Kemenangan Mutlak
Di sisi lain, Netanyahu juga melakukan segala cara untuk meraih kemenangan utlak atas perang Gaza.
"Tujuan utama Netanyahu melawan Gaza adalah untuk memusnahkan Hamas sepenuhnya dari Gaza, dan untuk menghancurkan kemampuan militernya. Dia berkata, saya mencari kemenangan mutlak. Kemenangan mutlak seperti itu tidak dapat terjadi sementara perangnya sangat terbatas pada Gaza," ujar Riyad.
Meski Israel terus melancarkan serangan selama kurang lebih 10 bulan, mengerahkan seluruh kemampuan militer bahkan melakukan genosida terhadap penduduk Gaza, Riyad menilai bahwa Netanyahu masih belum mampu mencapai kemenangan utlak yangb menjadi tujuan utamanya itu.
Hingga akhirnya, AS turut terlibat dalam perang itu.
"Dan itulah satu-satunya cara untuk mencapai kemenangan mutlak," tegasnya.
Misi Netanyahu Sebenarnya
Menurut Utusan Khusus Presiden Palestina Riyad al-Maliki, misi menyingkirkan Hamas dari Gaza bukanlah tujuan utama Netanyahu melancarkan serangan ke wilayah itu.
"Ia sengaja tidak menyebutkan tujuan dari perangnya melawan Gaza. Tujuan dia, pertama membunuh sebanyak mungkin orang Palestina, untuk menghilangkan keberadaan demografi fisik orang Palestina yang tinggal di Gaza. Caranya dengan membunuh orang secara massal," ungkap Riyad.
"Dan begitulah ia mulai melakukan ini dan ia terus melakukannya hingga hari ini. Dan ia tidak akan berhenti. Siapa pun yang mengira Netanyahu akan berhenti, maka orang itu tidak mengerti mentalitas dan cara berpikir Netanyahu."
Tujuan lainnya, membuat Gaza menjadi daerah yang tidak layak huni.
"Daerah yang tidak dapat memberikan rasa hidup yang minimal. Itulah sebabnya dia tidak hanya bermaksud membunuh orang, tetapi juga menghancurkan segalanya. Sekolah, rumah sakit, jalan, infrastruktur, gereja, masjid, semuanya," tambah Riyad.
Dengan demikian, warga Gaza yang berhasil selamat pun tidak dapat bertahan hidup di sana karena tak ada lagi yang tersisa di tanah tersebut.
Advertisement