Liputan6.com, Jakarta - Pembangunan literasi, numerasi, dan kegemaran membaca masyarakat Indonesia masih belum menggembirakan. Rendahnya ketiga hal tersebut membuat masyarakat rentan terjerumus ke dalam perangkap judi daring. Penguatan budaya baca dan literasi sejak dini merupakan salah satu solusi menangkal pengaruh judi daring yang bisa dilakukan oleh orang tua, guru, maupun pustakawan.
"Ini adalah bukti dari rendahnya literasi. Maraknya kasus judi daring yang menimpa anak-anak muncul akibat lemahnya pengawasan serta kurangnya kegiatan yang kreatif, rekreatif, dan produktif yang bisa dilakukan bersama," ungkap Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Perpustakaan Nasional Aminudin Aziz pada Sosialisasi dan Pelatihan Membaca Nyaring di Bandar Lampung, Senin (26/8/2024).
Advertisement
Aziz menambahkan nilai transaksi judi daring di Indonesia pada 2023 berdasarkan data PPATK pada 2024 mencapai Rp327 triliun. Mengalami kenaikan signifikan dalam lima tahun terakhir. Mirisnya, Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Judi Online menyebutkan bahwa 2% dari total pemain judi daring adalah anak-anak berusia di bawah 10 tahun.
Tentu saja Perpusnas tidak tinggal diam. Pihaknya bahkan telah menyiapkan sejumlah strategi peningkatan budaya literasi, mulai dari memaknai kembali hakekat perpustakaan dan literasi, mengidentifikasi masalah rendahnya budaya baca maupun program yang telah diampu Perpusnas, hingga menata ulang program agar lebih fokus dan tidak tumpang tindih.
Gerakan Indonesia Membaca lewat pelbagai macam kegiatan di dalamnya diyakini mampu meningkatkan budaya literasi, salah satunya adalah dengan aktivitas Membaca Nyaring. Pelatihan Membaca Nyaring melibatkan peran aktif orang tua, guru (pendidik), pustakawan/pegiat literasi.
Membaca Nyaring merupakan metode membangun kegemaran membaca sejak dini. Otak dengan stimulus yang tepat mengubah fungsi sistem neuron tertentu agar mampu membaca. Menjadi pembaca yang baik sangat penting bagi setiap anak. Ini adalah kunci untuk mengembangkan sebagian besar potensi mereka.
"Membaca bukanlah sebuah proses alami seperti berbicara. Membenamkan anak atau pun siswa dalam media buku saja tidak akan mengajari mereka cara membaca. Tanpa kemampuan membaca yang baik, anak-anak tidak akan dapat memperoleh manfaat dari semua peluang yang ditawarkan oleh pendidikan yang baik," ujar pegiat literasi dari komunitas Read A Loud Lampung Irma Puspitasari.
Orang tua adalah model pertama bagi anak-anak karena banyak hal yang menyenangkan dalam membangun minat literasi sejak dini. Misalnya, membacakan cerita sebelum tidur atau melibatkan mereka dalam kegiatan membaca di rumah.
Tanggung jawab yang sama juga berlaku bagi pustakawan/pegiat literasi untuk menyediakan akses ke koleksi buku yang bervariasi dan menarik, serta mengatur sesi membaca nyaring di perpustakaan sekolah.
"Mereka dapat berperan sebagai mentor yang membimbing siswa dalam memilih buku yang sesuai dengan minat dan tingkat membaca mereka," imbuh Pustakawan Perpusnas Regina Lisa Firstia.
Peran Guru di Sekolah
Guru di kelas memiliki peran krusial dalam membangun keterampilan membaca nyaring siswa. Mereka tidak hanya memimpin kegiatan membaca di kelas tetapi juga mengajar teknik membaca dengan ekspresi dan intonasi yang tepat. Pemilihan buku yang relevan dengan kurikulum dan kepentingan siswa untuk dibacakan secara nyaring dapat membantu meningkatkan pemahaman dan keterampilan berbicara mereka.
“Membaca nyaring fokusnya adalah buku. Anak yang lagi dibacakan buku diijinkan untuk dapat memegang buku tersebut, jangan takut buku rusak,” ucap penggerak Reading Bugs, Ihdinal H. Tajdidah.
Dengan efektivitas membaca nyaring, Asisten III Provinsi Lampung, Senen Mustakim, mengharapkan dapat tercipta lingkungan pendidikan yang mendukung dan mendorong minat membaca serta perkembangan literasi anak-anak di masa depan.
“Ajari anak-anak sejak dini untuk rajin membaca buku. Bukan hanya sekedar bermain games, bermain TikTok, atau sosial media lainnya yang tidak terkontrol,” pungkas Senen.
Advertisement