CEO Telegram Pavel Durov Ditangkap, Kenapa?

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova mengunggah pesan di Telegram yang menanyakan apakah LSM hak asasi manusia Barat akan diam atas penangkapan Pavel Durov.

oleh Tim Bisnis diperbarui 26 Agu 2024, 19:51 WIB
Chief Executive Officer (CEO) Telegram Pavel Durov telah ditangkap oleh polisi Prancis di bandara utara Paris. (Foto: Instagram)

Liputan6.com, Jakarta - Chief Executive Officer (CEO) Telegram Pavel Durov telah ditangkap oleh polisi Prancis di bandara utara Paris. Durov ditahan setelah jet pribadinya mendarat di Bandara Le Bourget, media Perancis melaporkan.

Menurut para pejabat, miliarder berusia 39 tahun itu ditangkap berdasarkan surat perintah atas pelanggaran terkait aplikasi perpesanan populer tersebut.  Investigasi ini dilaporkan mengenai kurangnya moderasi, dan Durov dituduh gagal mengambil langkah-langkah untuk mengekang penggunaan Telegram secara kriminal.

Aplikasi tersebut dituduh gagal bekerja sama dengan penegak hukum terkait perdagangan narkoba, konten seksual anak, dan penipuan. Telegram sebelumnya membantah memiliki moderasi yang tidak memadai.

Pavel Durov lahir di Rusia dan sekarang tinggal di Dubai, tempat Telegram berbasis. Dia memiliki kewarganegaraan ganda yaitu Uni Emirat Arab dan Prancis.

Telegram sangat populer di Rusia, Ukraina, dan negara-negara bekas Uni Soviet. Aplikasi ini dilarang di Rusia pada 2018, setelah sebelumnya dia menolak menyerahkan data pengguna. Larangan itu dibatalkan pada 2021. Telegram diperingkat sebagai salah satu platform media sosial utama setelah Facebook, YouTube, WhatsApp, Instagram, TikTok, dan WeChat.

Durov mendirikan Telegram pada 2013. Ia meninggalkan Rusia pada 2014 setelah menolak memenuhi tuntutan pemerintah untuk menutup komunitas oposisi di platform media sosial VKontakte miliknya, yang ia jual.

Pada Minggu, Kedutaan Besar Rusia di Prancis menulis di Facebook mereka berusaha untuk "mengklarifikasi alasan penahanan dan memberikan perlindungan terhadap hak-hak Durov dan memfasilitasi akses konsuler".

Postingan tersebut menambahkan bahwa pihak berwenang Prancis tidak bekerja sama dengan pejabat Rusia.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova mengunggah pesan di Telegram yang menanyakan apakah LSM hak asasi manusia Barat akan diam atas penangkapan Durov, setelah mereka mengkritik keputusan Rusia yang “menciptakan hambatan” terhadap kerja Telegram di Rusia pada tahun 2018.

 


Dikecam Pejabat Rusia

Menkominfo Rudiantara menyambut kedatangan pendiri sekaligus CEO Telegram, Pavel Durov setibanya di kantor Kemenkominfo, Jakarta, Selasa (1/8). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Beberapa pejabat Rusia mengecam penangkapan pengusaha tersebut, dengan mengatakan bahwa penangkapan tersebut menunjukkan bahwa Barat memiliki standar ganda dalam hal kebebasan berpendapat dan demokrasi.

Pelapor asal Amerika Edward Snowden, yang telah tinggal di pengasingan di Rusia sejak 2013, mengatakan di X kalau penangkapan Durov "merupakan serangan terhadap hak asasi manusia untuk berbicara dan berserikat".

Pemilik X, Elon Musk, yang telah menghadapi banyak kritik atas moderasi dan materi yang dihosting oleh situs media sosialnya sendiri, berulang kali memposting tentang situasi tersebut. Dia memberi tagar pada satu postingan #freepavel, dan di postingan lainnya ia menulis: "POV [Sudut Pandang]: Ini tahun 2030 di Eropa dan Anda dieksekusi karena menyukai meme."

Telegram mengizinkan grup dengan anggota hingga 200.000 orang, yang menurut para kritikus mempermudah penyebaran informasi yang salah, dan bagi pengguna untuk berbagi konten yang bersifat konspirasi, neo-Nazi, pedofil, atau terkait teror.

Di Inggris, aplikasi tersebut diteliti karena menjadi tuan rumah bagi saluran-saluran sayap kanan yang berperan penting dalam mengatur kekacauan akibat kekerasan di kota-kota Inggris awal bulan ini.

Telegram memang menghapus beberapa kelompok, namun secara keseluruhan sistemnya dalam memoderasi konten ekstremis dan ilegal jauh lebih lemah dibandingkan perusahaan media sosial dan aplikasi pesan instan lainnya, kata pakar keamanan siber.

 

Reporter: Satrya Bima Pramudatama


CEO Telegram Pavel Durov Ditahan di Bandara Prancis, Ada Apa?

Menkominfo Rudiantara menerima kunjungan pendiri sekaligus CEO Telegram, Pavel Durov setibanya di Kemenkominfo, Jakarta, Selasa (1/8). Kunjungan ini berhubungan dengan pemblokiran 11 Domain Name System (DNS) situs web Telegram. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, pihak berwenang Prancis telah menahan Pavel Durov, miliarder Prancis-Rusia yang mendirikan aplikasi perpesanan Telegram, di sebuah bandara di luar Paris. Demikian menurut afiliasi CNN, BFMTV.

"Petugas dari kantor antipenipuan Prancis, yang berada di bawah bea cukai Prancis, menahannya Sabtu (24/8) malam setelah ia tiba di Bandara Bourget dengan penerbangan dari Azerbaijan," BFMTV melaporkan seperti dikutip dari CNN, Minggu (25/8/2024) .

Pavel Durov, bos Telegram yang berusia 39 tahun itu kabarnya dicari berdasarkan surat perintah penangkapan Prancis karena kurangnya moderasi di Telegram yang menyebabkannya digunakan untuk pencucian uang, perdagangan narkoba, dan berbagi konten pedofilia, menurut BFMTV.

Menurut BFMTV, pendiri Telegram tersebut tidak pernah bepergian secara rutin ke Prancis dan Eropa sejak surat perintah penangkapan dikeluarkan.

The Guardian mengutip situs TF1 menyebut Durov bepergian dengan jet pribadinya, seraya menambahkan bahwa ia telah menjadi sasaran surat perintah penangkapan di Prancis.

CEO Telegram itu diketahui telah bepergian dari Azerbaijan dan ditangkap sekitar pukul 8 malam waktu setempat.

Pengusaha kelahiran Rusia itu diketahui tinggal di Dubai, tempat Telegram berkantor pusat, dan memegang kewarganegaraan ganda Prancis dan Uni Emirat Arab.

Pavel Durov, yang menurut Forbes diperkirakan memiliki kekayaan sebesar USD 15,5 miliar, meninggalkan Rusia pada 2014 setelah ia menolak untuk memenuhi tuntutan untuk menutup komunitas oposisi di platform media sosial VK miliknya, yang ia jual.

 

 


Kedubes Rusia di Prancis Turun Tangan

Pendiri sekaligus CEO Telegram, Pavel Durov mendatangi kantor pusat Kemenkominfo di Jakarta, Selasa (1/8). Kunjungan Pavel Durov ini berhubungan dengan pemblokiran 11 Domain Name System (DNS) situs web Telegram. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Kedutaan Besar Rusia di Prancis kemudian mengambil "langkah-langkah segera" untuk mengklarifikasi situasi tersebut.

Mengutip seorang perwakilan dari kedutaan besar Rusia di Prancis, TASS melaporkan bahwa tidak ada banding dari tim Durov ke kedutaan, tetapi kedutaan tersebut secara proaktif mengambil langkah-langkah "segera".

Pavel Durov dan saudaranya Nikolai mendirikan aplikasi perpesanan tersebut pada tahun 2013 dan memiliki sekitar 900 juta pengguna aktif.

Adapun Telegram menawarkan perpesanan terenkripsi menyeluruh dan pengguna juga dapat menyiapkan "saluran" untuk menyebarkan informasi dengan cepat kepada para pengikut.

 

 

Pendatang baru miliarder dunia

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya