Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak mentah berjangka Amerika Serikat (AS) naik 3% pada perdagangan hari Senin. Ini kenaikan harga minyak terbaik dalam dua pekan.
Kenaikan harga minyak mentah ini didorong oleh laporan penghentian produksi di Libya dan setelah Israel dan Hizbullah saling serang di perbatasan.
Advertisement
Pemerintah Libya timur di Benghazi mengatakan pada hari Senin bahwa produksi dan ekspor minyak di negara Afrika Utara itu akan ditutup, di tengah perselisihan dengan pemerintah barat yang diakui secara internasional di Tripoli mengenai siapa yang harus memimpin bank sentral.
Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) yang menjadi acuan AS mencapai tertinggi selama sesi perdagangan di USD 77,60 per barel, level tertinggi sejak 16 Agustus.
Mengutip CNBC, Selasa (27/8/2024), berikut ini harga energi pada penutupan perdagangan hari Senin:
- Harga minyak mentah West Texas Intermediate untuk kontak Oktober ditutup USD 77,42 per barel, naik USD 2,59 atau 3,46%. Dari awal tahun hingga saat ini harga minyak mentah AS telah naik 8,05%.
- Harga minyak Brent untuk kontrak Oktober ditutup USD 81,43 per barel, naik USD 2,41 atau 3,05%. Dari awal tahun hingga saat ini harga minyak patokan global ini telah naik 5,7%.
- Harga Bensin RBOB untuk kontrak September dipatok USD 2,28 per galon, tidak banyak berubah. Dari awal tahun hingga saat ini harga bensin naik 8,4%.
- Harga gas alam untuk kontrak September ditutup USD 1,95 per seribu kaki kubik, turun lebih dari 6 sen atau 3,26%. Tahun ini harga gas sudah turun 22,2%
Libya
Kepala analis minyak untuk Amerika di Kpler Matt Smith menjelaskan, Libya memproduksi sekitar 1,2 juta barel per hari, dengan lebih dari 1 juta barel per hari diekspor ke pasar global.
“Keadaan kahar pada produksi dan ekspor Libya berpotensi berdampak signifikan pada pasar global,” kata Smith kepada CNBC.
Smith memperkirakan, minyak mentah AS kemungkinan akan menjadi penerima manfaat terbesar dari penghentian produksi, dengan Eropa membeli minyak AS untuk menggantikan pasokan Libya yang hilang.
Israel melancarkan gelombang besar serangan udara di Lebanon pada hari Minggu, menggambarkan operasi itu sebagai serangan pendahuluan untuk mencegah Hizbullah menembakkan rentetan rudal.
Hizbullah mengatakan telah meluncurkan ratusan rudal ke Israel sebagai balasan atas pembunuhan salah satu komandan senior milisi pada bulan Juli.
Timur Tengah telah gelisah selama berminggu-minggu setelah pembunuhan komandan Hizbullah di Beirut dan seorang pemimpin Hamas di Teheran, Iran.
Iran juga berjanji akan membalas Israel, namun sejauh ini ancaman serangan tersebut belum terwujud.
Advertisement