Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Kesehatan Singapura (Ministry of Health/MOH) telah menerapkan pelabelan nutrisi di kemasan produk pangan atau disebut Nutri-Grade.
Pelabelan ini mulai berlaku pada 30 Desember 2022 dengan membubuhkan label Nutri-Grade dengan tingkat “A ”, “B”, “C” atau “D”, sesuai dengan kandungan gula dan lemak jenuhnya.
Advertisement
Produk Nutri-Grade mencakup minuman yang dikemas dalam botol, kaleng, karton atau kemasan. Baik bubuk atau konsentrat seperti minuman kopi instan 3-in-1 dan minuman beralkohol. Serta minuman yang dikeluarkan dari dispenser minuman otomatis dan mesin kopi otomatis.
Minuman grade A adalah yang lebih sehat, sementara D adalah yang paling banyak mengandung gula. Disebutkan bahwa minuman grade A mengandung 0 persen gula, B 4 persen, C 8 persen, dan D 12 persen gula.
Sementara Indonesia hingga kini menggunakan label produk “Pilihan Lebih Sehat” untuk memudahkan pelanggan memilih produk yang lebih sehat ketimbang produk serupa lainnya.
Lantas, apakah Nutri-Grade perlu pula diterapkan di Indonesia termasuk untuk pangan siap saji?
Menjawab hal ini, dokter ahli gizi komunitas Tan Shot Yen mengatakan bahwa edukasi adalah yang lebih penting.
“Pertanyaan saya cuman satu, emang orang Indonesia enggak bandel? Orang Indonesia bandel loh, mau pasang label Nutri-Grade merah enggak masalah, tetap beli,” kata Tan dalam Media Talk bersama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) Selasa (27/8/2024).
Ambil Contoh Soal Produk Rokok
Tan pun mengambil contoh produk rokok yang kemasannya menampilkan peringatan sedemikian rupa tapi pembelinya tetap banyak.
“Enggak usah jauh soal Nutri-Grade, Anda lihat udah berapa banyak logo tentang rokok di kemasannya. Dari mulai gambar yang seram, sampai tulisan ‘Perhatian rokok menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi, gangguan kehamilan dan janin’ tapi orang tetap ngerokok.”
“Jadi ya itu (Nutri-Grade) adalah bagian dari usaha, yang namanya usaha ya boleh-boleh aja, tapi sekali lagi, edukasi, edukasi, edukasi, penting. Sebab aku yakin generasi kita melek dengan literasi. Saya harap Gen Z melek literasi, kalau melek literasi tinggal kita tambahkan kemampuan berpikir,” jelas Tan.
Setelah terbentuk kemampuan berpikir di masyarakat maka mereka akan bisa menimbang keputusan dengan bijak.
“Apakah lini itu terjadi? Sebab kalau sekadar diberikan Nutri-Grade, ya tetap saja.”
Advertisement
Akibat Kelebihan Konsumsi Gula pada Anak
Sebelumnya, Tan menjelaskan bahwa minuman dan makanan berpemanis memang perlu menjadi perhatian semua pihak. Pasalnya, makanan dan minuman manis kerap menjadi jajanan favorit anak-anak.
Jika kebiasaan ini dibiarkan, maka anak-anak akan mengonsumsi terlalu banyak gula yang berdampak buruk bagi kesehatannya. Tan menyebutkan, beberapa dampak negatif konsumsi gula tambahan yakni:
- Menekan daya tahan tubuh, meningkatkan kasus infeksi akibat bakteri, virus maupun jamur (pencernaan, pernapasan, telinga dll).
- Peningkatan adrenalin, hiperaktivitas, kecemasan, kesulitan konsentrasi dan kapasitas belajar.
- Peningkatan kasus alergi.
- Memperburuk penglihatan.
- Merusak gigi dan menghambat penyerapan kalsium.
Dampak Lainnya
Tak henti di situ, terlalu banyak konsumsi gula juga dapat membawa dampak lain yakni:
- Menghambat penyerapan protein.
- Mempermudah timbulnya sakit kepala dan migren.
- Memengaruhi gelombang otak delta, alfa dan beta.
- Menyebabkan depresi dan perilaku anti-sosial.
- Menyebabkan gangguan hormonal terutama saat akil balig.
- Memperburuk episode epilepsi.
- Investasi semua penyakit di usia dewasa.
Advertisement