10 Tahun Pemerintahan Jokowi, Pertumbuhan Ekonomi Stagnan?

Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef) menilai pertumbuhan ekonomi Indonesia cenderung stagnan selama 10 tahun terakhir. Ini merujuk pada dua periode pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

oleh Arief Rahman H diperbarui 28 Agu 2024, 14:22 WIB
Suasana pemukiman dan gedung pencakar langit diambil dari kawasan Grogol, Jakarta, Rabu (11/11/2020). Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo mengaku optimis pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan akan lebih baik pasca pandemi Covid-19. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef) menilai pertumbuhan ekonomi Indonesia cenderung stagnan selama 10 tahun terakhir. Ini merujuk pada dua periode pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Head of Center of Macroeconomics and Finance Indef, Rizal Taufikurahman menyampaikan kebijakan infrastruktur yang dibangun Jokowi cenderung lambat dalam memberikan dampak ekonomi. Alhasil, realisasi pertumbuhan ekonomi berada bada angka yang tidak terlalu signifikan.

 

"Realisasi pertumbuhan ekonomi selama satu dekade stagnan di bawah target. Selama ini pun pertumbuhan ekonomi ditopang oleh konsumsi rumah tangga," kata Rizal dalam diskusi Indef bertajuk Evaluasi 10 Tahun Jokowi Bidang Ekonomi, Selasa (27/8/2024).

Dia mencatat, konsumsi rumah tangga berkontribusi sekitar hampir 58 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Dia menilai, tren pertumbuhannya pun dibawah angka pertumbuhan ekonomi.

"Kalau kita ingin mencapai target pertumbuhan ekonomi maka setidaknya konsumsi rumah tangga harus di atas itu," ujarnya.

Pada periode kedua Presiden Jokowi, dia mengatakan ada tantangaj pandemi Covid-19 yang mengharuskan pemerintah mengambil kebijakan ekstra. Seperti penyesuaian fiskal dan mengucurkan bantuan sosial (bansos) dalam jumlah yang besar.

"Harapannya dorongan fiskal cukup besar terhadap dampak kinerja pertumbuhan ekonomi, tapi sayangnya kalau kita lihat data konsumsi rumah tangga (periode) kedua ini selalu di bawah," ucapnya.

Di sisi lain, Rizal menyoroti soal kinerja ekspor-impor. Dalam 10 tshun terkahir dia mengatskan tingkat ekspor Indonesia mengalami penurunan, sekalipun naik, angka impor pun ikut meningkat.

"Ini menunjukkan perdagangan atau daya saing kita untuk produk kita di pasar global ini jadi banyak tantangan yang saya kira berpengaruh pada daya saing. Ditambah impor barang yang mesti bahan baku untuk mendorong kinerja industri tapi sayangnya impor meningkat bukan untuk mayoritas bahan baku industri untuk perbaikan kinerja dan daya saing," bebernya.

 


Terjebak Middle Income Trap

Permukiman kumuh diantara gedung pencakar langit di kawasan Petamburan, Jakarta, (11/7). Pertumbuhan ekonomi yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir, namum masih banyak ketimpangan yang terjadi. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Rizal menyampaikan, selama pemerintahan Jokowi, sektor ekonomi dihadapkan dengan berbagai tantangan. Pada akhirnya, mempengaruhi indikator ekonomi yang juga beragam.

Dia mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia rata-rata berada di angka 5 persen. Namun, dia bilang, angka ini belum cukup membuat Indonesia keluar dari jebakan pendapatan menengah atau middle income trap.

"Angka ini belum mampu mencapai target ambisius yang diharapkan untuk membawa Indonesia keluar dari jebakan pendapatan menengah," kata Rizal.

 


Bansos-Investasi Belum Efektif

Suasana gedung bertingkat dan permukiman warga di kawasan Jakarta, Senin (17/1/2022). Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2022 mencapai 5,2 persen. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Diberitakan sebelumnya, Institute for Development of Economic and Finance (Indef) menyoroti kerja pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) selama 10 tahun. Sederet program bantuan sosial (bansos) hingga investasi yang masuk Indonesia belum efektif.

Direktur Eksekutif Indef, Esther Sri Astuti menilai kebijakan pemerintahan Jokowi belum efektif, misalnya mengenai kemiskinan dan lapangan kerja. Dia mencatat, dalam 10 tahun terakhir, tingkat kemiskinan hanya turun 2 persen.

"Kalau kita lihat lagi kita tahu bahwa tingkat kemiskinan itu hanya turun 2 persen dalam kurun 10 tahun," kata Esther dalam diskusi Indef bertajuk Evaluasi 10 Tahun Jokowi Bidang Ekonomi, Selasa (27/8/2024).

Soal kemiskinan ini dia menilai kebijakan bansos yang dikucurkan belum efektif menekan angka kemiskinan di Indonesia.

"Artinya kebijakan pengentasan kemiskinan itu belum efektif ya, seperti halnya pemberian bansos beratus-ratus miliar itu sebenarnya bukan solusi," tegasnya.

Esther lantas menyampaikan, alih-alih pemberian bansos, pemerintah seharusnya menaruh perhatian lebih dalam meningkatkan kualitas pendidikan. Menurutnya, ini jadi upaya sukses yang dilakukan oleh negara maju.

"Harusnya tingkat pendidikan itu harus ditingkatkan karena secara teori maupun based practice yang namanya negara maju itu bisa maju karena dalam kurun waktu tertentu dia melakukan yang namanya human research development atau pembangunan sumber daya manusia yang lebih difokuskan disana," bebernya.

 


Kesenjangan Kemampuan

Deretan gedung perkantoran di Jakarta, Senin (27/7/2020). Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pertumbuhan ekonomi di DKI Jakarta mengalami penurunan sekitar 5,6 persen akibat wabah Covid-19. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Di sisi lain, Esther menyoroti soal adanya kesenjangan (gap) di sektor ketenagakerjaan. Alhasil, menurutnya investasi yang masuk ke Indonesia belum mampu menyerap tenaga kerja.

"Di sisi lain karena sekarang kondisi sekarang ketenagakerjaan itu mengalami skill gap, maka investasi tidak ramah terhadap penciptaan lapangan pekerjaan, artinya investasi yang masuk itu kurang bisa menyerap naker karena adanya skill gap," kata dia.

Kemudian, Esther surut menyoroti adanya kontraksi fiskal dan moneter selama 10 tahun pemerintahan Jokowi. Pada sisi fiskal, dia melihat adanya kenaikan rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang naik signifikan.

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya